INTERMESO

Sehari Tanpa
Memakai Bra

Sebelum gerakan sehari tanpa bra muncul di dunia, perempuan Indonesia di masa lampau juga terbiasa hidup tanpa bra.

Ilustrator: Edi Wahyono

Rabu, 13 Oktober 2021

Setiap tanggal 13 Oktober, perempuan di berbagai belahan dunia kompak menanggalkan bra di dalam lemari pakaian. Mereka sengaja turun ke jalan tanpa memakai bra atau bahkan dengan bertelanjang dada. Aksi ini mereka lakukan dalam kampanye memperingati No Bra Day alias Hari Tanpa Bra. Di hari yang sama tagar #NoBraDay atau #FreeTheNipples biasanya juga viral karena diisi oleh perempuan yang mengeksplisitkan payudara mereka.

Aksi melepas bra muncul bukan tanpa alasan. Perayaan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran perempuan tentang bahaya kanker payudara. Kebetulan bulan Oktober juga diperingati sebagai bulan kesadaran kanker payudara. Namun ada pula perempuan yang mendukung kampanye ini karena merasa bra telah membatasi kebebasan berpakaian mereka. Mereka menganggap bra yang diciptakan pada 1910 silam oleh perempuan Eropa bernama Mary Phelps Jacobs ini sebagai belenggu terhadap kekuatan patriarki.

Entah apapun alasannya, gerakan ini sudah menyebar ke 30 negara dunia. Bermula di AS dan Kanada lalu menyebar ke Eropa dan Asia. Beberapa kota di China seperti Shanghai dan Beijing juga mempopulerkan tren tanpa bra ini. Sejumlah artis dan penyanyi papan atas seperti Demi Lovato, Jennifer Lawrence, Kylie Jenner dan Miley Cyrus tak jarangmengekspos puting payudaranya di berbagai acara bergengsi seperti red carpet maupun catwalk.

Kakak dari seleb Kylie Jenner, Kendall Jenner, sempat mendapat kecaman karena memperlihatkan puting payudara saat berjalan di runway Marc Jacobs dengan memakai pakaian lengan panjang tipis. Tetapi, kendal hanya menanggapi hal tersebut dengan enteng. “Menurutku, itu keren dan aku tidak peduli! Itu seksi, aku merasa keren dengan payudaraku, dan nyaman,” ucap Kendall dengan santai.

Ilustrasi No Bra Day
Foto:  ChinaFotoPress via Getty Images

Tak ada yang tahu pasti kapan dan bagaimana tradisi No Bra Day berawal. Ada yang meyakini bahwa No Bra Day terinspirasi dari kampanye ahli bedah plastik yang berpraktik di Toronto, Kanada, bernama Dr. Mitchell Brown pada tahun 2011 silam. Mitchell Brown merupakan seorang dokter bedah. Ia menginisiasi BRA atau Breast Reconstruction Awareness Day. Tujuan dari BRA adalah untuk mengedukasi perempuan jika dihadapkan pada mastektomi. Mastektomi merupakan tindakan operasi pengangkatan payudara bagi pasien kanker payudara stadium lanjut. 

Sejak saat itu, No Bra Day dipopulerkan di Amerika Serikat oleh pengguna media sosial oleh Anastasia Doughnuts pada 9 Juli 2011. Selama tiga tahun hingga 2013, ia menyuarakan kampanye tersebut di tanggal yang sama. Namun sejak 2015, No Bra Day secara resmi diperingati setiap tanggal 13 Oktober karena bertepatan dengan bulan kesadaran kanker payudara.

Namun peringatan Hari Tanpa Bra ini menimbulkan kontroversi di masyarakat, karena dinilai sebagai ajang seksual. Seperti tagar #NoBraDay yang ramai di dunia maya dianggap banyak mengumbar gambar perempuan bertelanjang dada dan bukan pesan untuk melakukan deteksi dini kanker payudara.

Meski tujuan awal dari gerakan ini adalah untuk menunjukkan kepedulian terhadap penderita kanker payudara, sejumlahpenelitian menunjukan bahwa tidak ada kaitan antara penggunaan bra dan peningkatan resiko kanker payudara. Seperti dilansir dari BBC, riset yang dilakukan Dr Jenny Burbage, dosen senior bidang biomekanik di Universitas Portsmouth belum menemukan cukup bukti keterkaitan antara memakai bra dan kanker payudara. Ia mengatakan perasaan tidak nyaman atau sakit memakai bra yang dialami perempuan terkait dengan bra yang kurang sesuai. 

No Bra Day adalah peringatan hari tanpa bra untuk meningkatkan bahaya kanker payudara.
Foto : Getty Images/iStockphoto/burakkarademi

“Sejauh yang diketahui kelompok riset kami, belum ada kajian sains terbitan terpercaya yang menemukan bahwa memakai bra ada kaitannya dengan kanker payudara,” ucapnya.

Dr Deidre Mc Ghee seorang fisioterapis dan turut menjabat direktur Riset Payudara Australia di Universitas Wollongong mengatakan bra justru memiliki manfaat besar terutama kepada perempuan dengan payudara besar.

“Saya yakin perempuan berhak memilih. Namun jika Anda punya bobot payudara yang signifikan dan tidak ada penopangnya, maka postur akan terdampak, termasuk leher dan punggung,” paparnya. Begitu pula dengan perempuanyang gemar atau rutin berolahraga. “Tatkala perempuan berolahraga tanpa penyokong, payudara akan bergerak dan bra olahraga bisa mengangkat sakit pada payudara dan membantu mencegah penyakit leher serta punggung.”

Jauh sebelum kontoversi mengenai Hari Tanpa Bra mencuat, perempuan di Indonesia pada masa lalu sudah terbiasaber telanjang dada. Tidak memakai bra adalah hal lumrah. Terlihatnya payudara tidak dianggap sebagai cabul atau ingin pamer keseksian seperti sekarang ini. Tidak ada kaum hawa yang terpancing birahinya saat melihat perempuan tanpa memakai bra.

Ilustrasi bra
Foto: Thinkstock

Perempuan pada saat itu tidak mengenal penutup payudara. Mereka umumnya hanya menutupi bagian di bawah dadadengan selembar kain jarik (kain khas Jawa yang mempunyai motif batik dengan berbagai corak) dan bagian dadanya dibiarkan terbuka.

Saat itu kain dianggap sebagai barang mewah bagi mereka. Terutama untuk perempuan yang tinggal di daerah terpencil. Mereka tidak bisa mendapatkan pasokan kain karena jauh dari peradaban. Pemandangan seperti ini salah satunya tercatat dalam film dokumenter Moeder Dao tahun 1995. Film dokumentasi ini memperlihatkan perempuan tanpa penutup dada di sebuah daerah di Indonesia sekitar tahun 1930-an.

Perempuan pribumi baru memakai bra karena mengikuti perempuan Belanda menggunakannya di tahun 1920an. Orang Belanda menyebut bra sebagai Buste Houder atau wadah penyangga payudara. Sementara lidah orang-orang Indonesia menyebutnya BH atau dibaca Beha.


Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho 
Desainer: Fuad Hasim

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE