Foto : Dok. Pribadi Bambang Soesatyo
Kamis, 30 September 2021Kemeja batik bersepuh warna emas terlihat membalut tubuh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo. Namun, ada motif yang menyita perhatian pada batik pria yang akrab disapa Bamsoet tersebut. Gambar seekor macan melekat pada batik lengan panjang yang dikenakannya.
Kepada detikX, Bamsoet bilang dirinya memang mengoleksi beragam motif batik bergambar macan. Warnanya pun kebanyakan kuning keemasan. Bukan tanpa alasan ia menggemari model batik tersebut. “Karena shio saya macan. Hampir semuanya (batik bermotif macan),” ucap politikus Partai Golongan Karya itu di Gedung DPR, Senayan, Rabu, 29 September 2021.
Bamsoet gemar mengenakan pakaian batik sejak tahun 1980-an. Batik dianggapnya sebagai pakaian yang lebih simpel ketimbang pakaian formal, seperti jas. Ia praktis mengenakan batik setiap berangkat ke kantor dan kegiatan lain. Kecuali untuk acara pelantikan di DPR/MPR, acara kenegaraan di dalam dan luar negeri, termasuk hadir dalam acara upacara Kemerdekaan RI 17 Agustus, Bamsoet baru mengenakan jas.
Bamsoet juga membenarkan saat ini banyak anggota dewan di Senayan maupun di daerah yang menonjolkan identitasnya dengan mengenakan pakaian batik. Coraknya pun cenderung baru dan bervariatif. Tidak hanya motif lama yang kurang up to date.
“Ada kuda, ada harimau, singa, gajah, kerbau, cendrawasih, merak. Jadi memang itu yang membuat kita tertarik, menunjukan siapa kita dan juga lebih simple, dan terjangkau lah,” ujar Bamsoet lagi. Sayang, ia menolak menyebut harga batik yang dikoleksinya.
Bambang Soesatyo
Foto : Dok. Pribadi
Hal serupa juga diutarakan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Politisi Partai Gerindra ini sudah sering mengenakan pakaian batik sejak dirinya menjadi pengusaha. Ia selalu mengenakan batik dalam setiap agenda acara, termasuk acara formal, karena terlihat lebih rapi dan fleksibel. “Di lapangan oke, terus untuk ngadep-ngadep juga masih oke,” katanya kepada detikX di Senayan, Selasa, 28 September 2021.
Namun, Sufmi tidak mengenakan motif dan corak khusus pada batiknya. Ia sendiri memiliki banyak motif dan corak, di antaranya motif burung, parang, atau kombinasi keduanya. Sepanjang saya lihat kombinasi warnanya masuk dan cocok, gitu lho, udah pasti saya ambil itu,” terangnya.
Karena batik dirasa kian bergengsi oleh pemakainya, khususnya di kalangan pesohor, sudah selayaknya perlu ada pengembangan corak dan warna yang lebih beragam lagi. Apalagi di setiap tempat dan daerah memiliki corak warna yang berbeda-beda sehingga membuat orang tertarik membeli. Mereka akan membandingkan satu corak dan warna dengan yang lainnya.
Batik juga menjadi pakaian sehari-hari pengacara kondang Henry Yosodiningrat saat menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019 lalu. Ketika teman-teman politisi di gedung parlemen di Senayan ke banyak mengenakan jas, tapi ia berani tampil berbeda, selalu berbatik ria. Bahkan dalam berbagai kesempatan tugas ke luar negeri, ia selalu membawa lima atau lebih kain batik untuk diberikan sebagai kado kepada koleganya.
Sufmi Dasco Ahmad
Foto : Syailendra Hafiz Wiratama/detikX
“Batik ini enak dan fleksibel bisa dipakai kapan saja, dan pantas untuk dipakai dalam berbagai acara dan kondisi. Jas kadang harga bisa sampai Rp 40 juta cuman kalau nggak pantas buat apa ha-ha-ha,” terang Henry saat berbincang dengan detikX di rumahnya, Selasa, 21 September 2021.
Henry ini membeli dan mengenakan batik bukan untuk pamer gengsi, melainkan alasan untuk menikmati keindahan. Karena itu, ia tak memiliki patokan kepada satu merk atau pengrajin batik saja. Yang penting bagi dirinya batik itu memiliki bahan yang bagus. “Macam-macam itu, ada yang sutera, ada ATBM (alat tenun bukan bukan mesin), ada yang katun. Katun juga macam-macam, ada yang biasa dan ada yang premium,” terang pendiri Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT) itu.
Mantan anggota DPR RI dari F-PDIP itu mengingatkan, batik merupakan heritage sebuah karya seni tinggi warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sejak Henry masih duduk dibangku kuliah di Yogyakarta tahun 1976 sudah sering mengenakan batik. Kini, Henry banyak memiliki koleksi batik, baik buatan Pekalongan, Solo dan Yogyakarta.
“Saya mendatangi langsung pengrajin-pengrajin itu, karena saya mau pesan desain motif saya sendiri, misalnya dibelakang saya mau ada inisial ‘HY’ atau ada yang saya pesan dengan logo ‘GRANAT,’” terangnya tertawa.
Henry Yosodiningrat
Foto : Dok. Pribadi
Henry saat ini memiliki lima lusin batik, di antaranya 70 kemeja batik. Bahan batik ia beli langsung ke pengrajinnya dengan harga antara Rp 3,5 juta sampai Rp 14 juta. Sedangkan untuk mejahitnya ia merogoh kocek sekitar Rp 1 juta di penjahit tertanam, salah satunya Iwan Tirta.
“Variatif lah harganya, seni nggak bisa dinilai kasat mata ada prosesnya. Saya juga nggak melulu beli di tempat yang bermerk, karena ‘ini langganannya pak Harto dulu, pernah dipakai Presiden Amerika’ hal seperti itu nggak pengaruh buat saya,” ucapnya.
Ia berharap bangsa Indonesia bisa segera mematenkan batik di dunia. Pasalnya, Malaysia sudah mematenkan batiknya sendiri. “Itu salah kaprah kan. Yang kita pertahankan ini adalah suatu budaya warisan dan juga termasuk heritage itu tadi,” pungkasnya.
Reporter: Syailendra Hafiz Wiratama
Redaksi: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim