INTERMESO

Pandemi yang Menolak Berdamai

Negeri jiran Singapura kembali berjibaku dengan COVID-19. Padahal sebelumnya Singapura sudah percaya diri untuk membuka semua pembatasan dan hidup berdamai dengan Covid-19.

Ilustrasi : Luthfy Syahban

Senin, 20 September 2021

Seperti biasa, Johnny Tng bangun di pagi buta untuk menyiapkan barang dagangannya. Pria berusia 49 tahun itu menguleni adonan mie dan membersihkan udang dengan teliti. Sudah belasan tahun Johnny berjualan mie udang di Kompleks Chinatown, Singapura.

Tapi Sabtu, 11 September lalu agak berbeda. Johnny hanya menyiapkan bahan masakan lebih sedikit dari pada kemarin. Malam hari tadi, Johnny mendapat kabar kurang baik. Sebuah pengumuman mendadak oleh Kementerian Kesehatan Singapura beredar di surat kabar memberitahukan muncul cluster penyebaran virus COVID-19 baru di Chinatown.

Penyemprotan disinfektan di lokasi klaster Covid-19 di Singapura.
Foto : REUTERS/EDGAR SU

“Kami menerima pemberitahuan untuk tutup jam 3 sore hari ini sangat mendadak. Padahal saya sedang siapkan bahan-bahan untuk pagi,” ucap Johnny, dikutip Channel News Asia.

Saya rugi, bahan-bahan mentah terbuang.”

Padahal kelap kelip toko di Chinatown biasanya tak kunjung padam sampai larut malam. Chinatown merupakan salah satu destinasi wisata andalan di Negeri Singa. Warga lokal yang kebanyakan lansia juga menjadikan kawasan ini sebaga tempat berkumpul untuk ngobrol dan makan.

Sampai pukul 14.00 siang, dagangan Johnny masih banyak. Setelah pengumuman itu, pengunjung mungkin enggan berkunjung ke lapaknya. Akhirnya sebagian besar makanannya harus dibuang dan dibagikan ke teman dan keluarga. “Saya rugi, bahan-bahan mentah terbuang,” kata pria itu.

Selain Johnny, ada 700 pemilik toko lain yang harus dibuat kecewa karena terpaksa tutup. Kementerian Kesehatan Singapura mengatakan 66 kasus baru ditemukan. Sebagian besar yang dinyatakan positif adalah pemilik warung yang bekerja di Kompleks Pecinan.

Dari 66 kasus COVID-19 tersebut, 58 di antaranya adalah pemilik warung dan asisten warung. Empat petugas kebersihan dan satu duta jarak aman, serta tiga kontak rumah tangga dari kasus yang terinfeksi. Mereka yang dites positif telah diisolasi.

Sebelumnya Singapura sudah percaya diri untuk membuka semua pembatasan dan hidup berdamai dengan COVID-19 sebagai endemi. Singapura pun sempat mencatat rekor sepuluh hari berturut-turut nihil kasus komunal COVID-19. Namun, peningkatan kasus COVID-19 kini justru meningkat tajam dan memecahkan rekor.  “Ini mengkhawatirkan,” kata Ketua Bersama Gugus Tugas Multi-Kementerian Gan Kim Yong, seperti dikutip CNBC.

Jumlah kasus harian meningkat dua kali lipat sejak awal September. Ada 450 infeksi baru yang dilaporkan pada Kamis, 9 September lalu. Alhasil sejumlah kegiatan kembali dibatasi. Salah satunya kebijakan Menteri Pendidikan Singapura, Chan Chun Sing yang memberlakukan pembelajaran di rumah bagi siswa SD menjelang ujian kelulusan karena kasus COVID-19 kembali melonjak.

Saat ini tingkat vaksinasi Singapura telah melampaui banyak negara dan merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Namun Singapura tetap harus memastikan jumlah kasus tidak tiba-tiba melonjak. Jika itu terjadi Gan khawatir sistem kesehatan akan memburuk. “Jika kasus melonjak dapat menyebabkan kasus yang lebih serius, bakal membanjiri sistem perawatan kesehatan kami,” katanya.

Singapura merupakan salah satu negara yang memiliki tren naik. Pada Sabtu, 18 September 2021 Negeri Singa itu melaporkan 1.009 kasus yang ditemukan dalam 24 jam. Selain itu terdapat tambahan satu orang lagi yang meninggal akibat virus corona. Korban ke-60 merupakan seorang lansia berusia 90 tahun yang belum divaksin dan memiliki riwayat kanker, penyakit jantung dan pneumonia. Dengan kenaikan ini, jumlah total infeksi COVID-19 di negara itu telah mencapai angka 76.792 kasus diiringi 60 kematian.

Aparat Filipina berjaga di pos pemeriksaan saat lockdown.
Foto : AFP/TED ALJIBE

Selain Singapura, Filipina sendiri masih belum menunjukan tren penurunan infeksi. Menurut data John Hopkins, secara rata-rata per pekan, negara pimpinan Presiden Rodrigo Duterte itu masih menunjukan angka infeksi di level 20 ribu kasus. Pada Minggu, 19September 2021, Filipina mencatatkan penambahan kasus tertinggi di Asia Tenggara yaitu sebesar 19.271 kasus harian sehingga total kasus di negara tersebut mencapai 2.336.749 kasus.

Di saat kasus penyebaran corona sedang meningkat, pemerintah memilih untuk mencabut lockdown di ibu kota Manila per Rabu, 8September. Mereka beralih ke lockdown dalam skala kecil. Misalnya, untuk satu rumah atau satu lingkungan. Mereka menyebutnya granular lockdown.

Kebijakan itu dipilih untuk mengendalikan penularan sekaligus membangkitkan perekonomian. Manila memang merupakan pusat perekonomian di Filipina. Ia menyumbang sepertiga dari total perekonomian di negara yang dipimpin Presiden Rodrigo Duterte tersebut. Total 13 juta penduduk tinggal di ibu kota negara itu.

”Lockdown lokal diujicobakan di Metro Manila,” ujar Juru Bicara Kepresidenan Harry Roque seperti dikutip Agence France-Presse.

Filipina mengambil langkah ekstrim di tengah sistem kesehatan yang sudah ambang keterpurukan. Sebelumnya, Duterte sempat menyatakan Filipina tidak lagi mampu menerapkan lockdown. Perekonomian Filipina hancur karena pandemi. Jutaan orang harus kehilangan pekerjaan.

Vaksinasi Covid-19 di Filipina juga tidak bisa diandalkan. Dari 13 juta total penduduk, baru 19 persen penduduk yang sudah divaksin penuh. Jumlah vaksin di negara tersebut juga tidak memadai. Filipina masih bergantung pada bantuan vaksin seperti Amerika dan Tiongkok.


Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE