Notifikasi untuk Anda

Belum ada notifikasi baru.

Lihat Semua Notifikasi
Daftar/Masuk
Notifikasi untuk Anda

Belum ada notifikasi baru.

Lihat Semua Notifikasi
Daftar/Masuk

INTERMESO

Saya Perempuan Tanpa Rahim

“Hati saya hancur banget. Saya nggak nyangka, kok, ada perempuan nggak punya rahim.”

Ilustrasi : Edi Wahyono

Sabtu, 28 Agustus 2021

Senyum hangat pasangan suami-istri Fahmi Ibrahim dan Dita Anggraeni menyambut kedatangan detikX di Rumah Anak Bumi (RAB), Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis pekan lalu. Dita mempersilakan rombongan detikX duduk di sebuah meja kayu bundar, dikelilingi pepohonan nan asri. Dari kejauhan nampak pemandangan sawah dan kereta rel listrik jurusan Serpong-Jakarta yang sesekali melintas.

Di meja lain, terlihat segerombolan anak-anak tengah asik menorehkan tinta pada kanvas putih. Hari itu seorang relawan sedang mengadakan kelas melukis. Di tempat inilah Dita dan sang suami menghabiskan waktu bersama sambil mengelola sebuah wadah sosial kreatif.

“Kita rutin mengadakan kelas gratis untuk anak-anak di sekitaran sini. Ada kelas melukis, merajut, belajar Bahasa Inggris juga,” ujar Dita menjelaskan. Rumah Anak Bumi awalnya diinisiasi oleh seorang pekerja seni lukis Ridwan Manantik.

Ketika kelas melukis usai, seorang anak perempuan berambut poni menghampiri Dita. Anak bernama Starla Kiana Senja telah menambah kebahagiaan bagi bahtera rumah tangga Dita dan Fahmi yang sudah berjalan selama sembilan tahun. Kiana terlihat malu-malu berhadapan dengan orang asing. Sesekali ia bersembunyi di balik pelukan Dita.

Di tengah obrolan yang mengundang gelak tawa, raut wajah Dita berubah ketika ditanya perihal Kiana, anak perempuan satu-satunya. Bulir air mata mulai menghiasi sudut matanya. "Kalau ngomongin Kiana, saya langsung sedih," ucap perempuan berusia 29 tahun ini dengan suara bergetar. Videografer yang tengah merekam percakapan siang itu memberi waktu Dita untuk menyeka air matanya.

Keluarga kecil pasangan suami-istri, Fahmi Ibrahim dan Dita Anggraeni. 
Foto : 20Detik

Kiana yang memiliki arti berkah Tuhan lahir di suatu sore di tahun 2017. Bayi mungil itu kini telah berubah menjadi seorang anak perempuan manis. Kiana sungguh menjadi berkah bagi keluarga kecil Dita. Terutama setelah Dita dijatuhi vonis dokter tidak bisa memiliki keturunan. Begitu tulus dan besar limpahan kasih sayang yang diberikan Dita meski Kiana tidak lahir dari rahimnya sendiri.

“Walaupun saya bukan ibu biologisnya, Kiana saya anggap bukan lahir dari rahim saya, tapi lahir dari hati saya. Berkahnya dari Allah untuk saya dan suami, dikasih anak yang pintar dan cerdas,” tutur Dita.

* * *

Tanggal 19 Desember 2011 merupakan hari teramat kelam untuk Dita. Sepulang kuliah dari Universitas Budi Luhur, Dita bergegas mendatangi klinik dokter kandungan. Sebelumnya, perempuan yang kuliah di jurusan akuntansi ini sudah membuat Janji dengan dokter untuk membacakan serangkaian hasil pemeriksaan yang telah Dita lakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

“Sampai usia 19 tahun saya belum pernah menstruasi. Karena sudah ada rencana mau menikah, akhirnya mutusin buat konsultasi ke dokter,” ungkap Dita.

Dari hasil diagnosa, dokter menyebutkan bahwa Dita mengidap Agenesis Uterus yang merupakan bagian dari sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH). Sindrom ini diambil dari nama masing-masing penemunya. MRKH merupakan sindrom ketika organ reproduksi internal perempuan seperti rahim atau vagina tidak ada atau kurang berkembang saat lahir.

Perempuan pengidap sindrom MRKH tetap memiliki ovarium, telur dan hormon seks normal tapi tidak bisa menstruasi dan hamil. Tanda pubertas pada tubuh bagian luar seperti payudara juga normal. Namun, dalam beberapa kasus, vagina perempuan terlalu sempit untuk melakukan hubungan seksual.

Dari hasil diagnosis dokter, Dita divonis menderita sindrom MRKH pada sepuluh tahun yang lalu
Foto : 20Detik

“Saat dilihat rahimnya ada berbentuk pita tapi ukurannya sangat kecil. Karena sangat kecil sama saja kayak tidak ada karena tidak ada fungsinya. Tidak bisa hamil kecuali ada keajaiban dari Tuhan,” kata Dita yang langsung lemas saat mendengar penjelasan dokter.

Perempuan dengan sindrom MRKH terkadang juga memiliki kelainan pada bagian tubuhnya yang lain. Seperti kelainan ginjal dan tulang belakang. Menurut dr. Dyana Safitri Velies, SpOG(K), Mkes, dokter spesialis kebidanan dan kandungan di Siloam Hospitals Lippo Village (SHLV), hingga saat ini penyebab sindrom MRKH belum diketahui.

 “Persisnya karena apa belum tahu penyebabnya. Ada beberapa teori yang menyebutkan mungkin ada hubungannya dengan masalah genetik. Mungkin kromosom ada yang kurang istilahnya,” katanya saat dihubungi detikX.

Di tahun 2013, Dyana pernah melakukan penelitian mengkaji relasi seksual pasien sindrom MRKH setelah menjalankan operasi Sigmoid Vaginoplasty. Dari hasil penelitiannya, sindrom MRKH memiliki dampak yang sangat besar bagi kehidupan pasiennya.

“Setiap pasien yang didiagnosis MRKH mengalami mental break down, dunia seakan runtuh. Mereka mempertanyakan identitas dirinya, saya ini perempuan atau bukan,” ungkapnya.

Selain itu, sindrom MRKH merupakan penyakit langka. Informasi dari Kedokteran Nasional Amerika Serikat, MRKH hanya menyerang satu dari 5.000 wanita. Fakta ini membuat Dita semakin terpuruk.

Dita dan suami mengadopsi seorang anak perempuan dan kini menjadi pelengkap kebahagiaan suami-istri tersebut
Foto : 20Detik.

“Hati saya hancur banget. Saya nggak nyangka, kok, ada perempuan nggak punya rahim. Dari sekian banyak perempuan di Indonesia, bahkan di dunia, kenapa saya yang dipilih buat punya sindrom ini. Padahal adik perempuan saya normal,” kata Dita yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara ini.

Kenyataan ini juga membuat Fahmi ikut terguncang. Delapan bulan setelah vonis dokter dijatuhkan, Fahmi dan Dita sempat berpisah. Mungkin memang takdir namanya, mereka tidak sengaja bertemu kembali di sebuah kegiatan sosial. “Saya berpikir positif aja, nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini. Masih banyak kemungkinan. Saya orangnya dominan kanan jadi nggak mikir macam-macam,” kata Fahmi. Mereka pun menikah di tahun 2012.

Dita yang awalnya sempat ragu pun akhirnya mengiyakan ajakan Fahmi untuk menikah. “Semua orang berhak bahagia dan menikah, nggak ada yang salah kalau nggak sempurna, masih banyak anak di luar sana yang butuh sosok orang tua. Dan nggak semua perempuan bisa melahirkan, tapi setiap perempuan bisa jadi ibu untuk anak-anak di sekitarnya,” ucap Dita.

Demi menyalurkan kecintaannya terhadap anak-anak, Dita dan suami mendirikan Laskar Anak Bintang setahun setelah menikah. Laskar Anak Bintang merupakan yayasan yang bergerak di bidang pendidikan anak yatim dan dhuafa gratis di Desa Cikuda, Parung Panjang. Setiap tahun Laskar Anak Bintang menerima sampai 40 siswa.

“Kita mau bikin sesuatu yang bermanfaat bukan cuma untuk saat ini tapi nanti. Ditambah kondisi saya MRKH, saya pengin banget bisa ngurusin anak-anak walaupun saya tidak bisa melahirkan,” kata Dita. Namun karena pandemi COVID-19, kegiatan Laskar Anak Bintang terpaksa divakumkan.

Salah seorang relawan di Rumah Anak Bumi sedang mengajarkan melukis untuk anak-anak
Foto : 20Detik

Meski kehidupan Dita kini berjalan seperti biasanya, selama menjalani sembilan tahun pernikahan, perasaan perih itu terkadang muncul, namun harus Dita kubur dalam-dalam. Ia tak ingin menunjukan rasa sedih terutama di depan ibunya.

“Saya nggak bisa nangis di depan beliau. Waktu hasil pemeriksaan keluar beliau nangis sejadi-jadinya. Sampai Ibu pernah bilang ‘Udah nggak papa rahim mama saja buat Dita bisa nggak?’ Yang paling hancur ibu saya. Sampai hari ini nggak pernah ngeluh, kalau lihat saya down beliau akan lebih hancur lagi,” tutur Dita pendiri MRKH Indonesia yang merupakan support group bagi pengidap sindrom MRKH.

Melalui Laskar Anak Bintang dan Rumah Anak Bumi yang dikelola bersama suaminya, Dita memberdayakan hidupnya untuk menjadi 'ibu' terutama bagi anak-anak kurang mampu di Parung Panjang.

“Fokusnya saya sekarang sudah dikasih keadaan kayak gini apa yang bisa dilakukan. Mata, kaki, badan sehat kalau nggak bermanfaat justru itu malah sia-sia. Ketimbang saya harus mikirin cuma satu kekurangan, sedangkan Allah sudah kasih kelebihan lain yang nggak bisa kita hitung,” ungkapnya.


Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim

Baca Juga+

SHARE