Ilustrasi: Mendiang Wakil Bupati Kepulauan Sangihe Helmud Hontong tengah memakai seragam TNI (Edi Wahyono/detikcom)
Minggu, 13 Juni 2021Kabar duka meninggalnya Wakil Bupati Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara, Helmud Hontong, datang bagaikan petir di siang bolong. Pemimpin yang dikenal dekat dengan rakyatnya itu berpulang di dalam pesawat saat penerbangan dari Denpasar menuju Makassar, Rabu lalu.
Helmud diketahui aktif menyuarakan penolakan tambang emas di Pulau Sangihe. Ia tak peduli meski harus berseberangan sikap dengan Bupati Jabes Gaghana, yang menerima Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Tambang Mas Sangihe (TMS). Sampai di penghujung masa hidupnya, Helmud tetap tidak bergeming.
"Kasian rakyat. Anak cucu kita bakal menjadi korban nantinya akibat limbah pengelolaan emas itu. Apapun yang terjadi, saya tetap bersama rakyat untuk menolak tambang tersebut," ucap Helmud pada beberapa kesempatan. Kematian mendadak Helmud tak pelak dikaitkan dengan aksinya dalam menolak penambangan emas di Pulau Sangihe.
Ribuan warga Sangihe menyambut kedatangan jenazah Wabup yang akrab disapa Embo ini dengan suasana haru biru. Peti jenazah berbalut bendera merah putih diturunkan dari Kapal Laut Merit Teratai. Alfred Pontolondo tak ingin melewatkan kesempatan ini untuk memberikan penghormatan kepada sosok Helmud untuk terakhir kalinya.
Helmud Hontong
Foto: ANTARA/HO
Selama hidupnya, Helmud dikenal begitu dekat dan dicintai rakyatnya. Setiap hari, ada saja warga Sangihe yang datang ke rumah atau ke kantor Helmud untuk meminta pertolongan. Ia tidak Sungkan membantu warganya yang dilanda kesulitan. Helmud tidak ambil pusing meski ia harus mengeluarkan uang pribadi.
"Beliau bantu orang sakit yang tidak bisa bayar obat. Beliau urus ke rumah sakit sampai selesai. Jika ada kedukaan dan keluarga tidak bisa mengongkosi, beliau akan datang mengurusi. Kehidupan dia ya seperti itu dari beliau masih menjadi pengusaha sampai kurun waktu akhir hidupnya," ujar Alfred saat berbicara dengan detikX melalui sambungan telepon.
Buat saya, biar pers itu memaki-maki asalkan saja ia tidak menyebut kata-kata: 'Ini pemerintah bobrok, marilah kita berontak.'
Nomor pribadi miliknya dan nomor ajudannya sengaja ia bagikan supaya warga tidak kesulitan menemui dirinya. "Ketika orang datang mengeluh dia selalu sangat welcome. Sangat mudah menghubungi Pak Helmud, tidak banyak protokol. Malah tiba-tiba beliau sudah di pasar lagi ngopi sama masyarakat atau dipinggir pantai," kata Alfred yang juga merupakan Aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).
Tingginya empati yang dimiliki Helmud, menurut Alfred, bukan tanpa sebab. Helmud merasakan sulitnya kehidupan saat tengah meniti karir sebagai tukang cukur dan membuka tempat cukur rambut di Jalan Roda, Pusat Kota 4, Kota Manado.
Helmud memang tidak mempunyai latar belakang politik. Ia justru baru tertarik dengan dunia politik ketika ia direkrut sebagai penata rambut untuk istri seorang politikus dan anggota parlemen provinsi di Manado, yang juga mendorongnya untuk mengikuti pemilihan legislatif.
Helmud terpilih pada tahun 2004 sebagai wakil di parlemen Pulau Sangihe dan terpilih kembali pada tahun 2014 untuk masa jabatan kedua. Dalam dua periode itu, Helmud mencalonkan diri melalui Partai Golkar. Hingga masa jabatan keduanya berakhir, ia mencalonkan diri sebagai wakil bupati.
Surat Helmud Hontong yang ditujukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral berisi permohonan pembatalan izin tambang di Pulau Sangihe
Foto : Dok Istimewa
Kedekatan antara Helmud dan Alfred terjalin saat Alfred memberikan dukungannya sebagai salah satu tim sukses kepada Helmud pada Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Sangihe 2017. "Walaupun kedekatan saya terjalin cukup singkat, tapi begitu mendengar kabar itu saya sendiri sangat sedih. Kita semua di sini merasa begitu sangat kehilangan sosok yang peduli dengan kita," ujar Alfred.
Helmud dan Alfred kembali dipertemukan dalam misi yang sama untuk menolak penambangan emas ini. Mereka tak rela jika pulau yang mereka tinggali dirusak penambang. Data Minerba One Map Indonesia Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan, PT Tambang Mas Sangihe (TMS) mengantongi kontrak karya pertambangan emas di bagian selatan Pulau Sangihe seluas 42.000 hektar. Wilayah itu lebih dari setengah luas Pulau Sangihe beserta pulau kecil di sekitarnya, yaitu 73.698 hektar.
"Itu bukan setengahnya tapi sudah 57% dari luas pulau kami. Kita tinggal di Sangihe sudah berabad-abad. Bahkan sebelum Indonesia merdeka. Sekarang perusahaan datang dan mau mengusir masyarakat kita, kan tidak bisa," ucap Alfred. Kebanyakan masyarakat Kepulauan Sangihe bekerja dengan melaut, bertani dan berkebun. Di sana terdapat banyak kebun kelapa, pala dan cengkeh. Sementara sistem pertanian yang diterapkan adalah pertanian campur atau holtikultura.
Diakui oleh Bupati Jabes, Helmud sudah mengirimkan surat penolakan pribadi ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sejak Februari 2021. Selama mengurusi penolakan itu, ia kerap bolak balik Jakarta.
"Kita sangat menghormati apa yang dilakukan Pak Wabup dan itu jadi spirit besar bagi kita untuk meneruskannya dan kita berterima kasih sekali dengan apa yang beliau perjuangkan sampai sisa akhir hidupnya itu," tutur Alfred.
Kini Alfred tergabung dalam Koalisi Masyarakat Save Sangihe Island yang terdiri atas 30 lembaga lokal dan berbagai campuran dari unsur warga Kepulauan Sangihe. Mereka melanjutkan perjuangan.
Warga memadati Pelabuhan Nusantara Tahuna menyambut kedatangan jenazah Helmud Hontong
Foto : Dok Istimewa
"Kami anggap beliau sebagai martir untuk perjuangan ini. Kami tidak mau berhenti sampai daerah kami bersih dari perusahaan tambang, Beliau sudah membuka jalan dan kita akan teruskan,” ujar Alfred.
Pergulatan serupa juga pernah terjadi di Pulau Sangihe. Jika kini masyarakat Sangihe berhadapan dengan perusahaan tambang yang hendak mengokupansi tanah mereka, di abad ke-16, Bataha Santiago, raja ketiga di Kerajaan Manganitu di Kepulauan Sangihe menentang keras kolonialisme bangsa asing. Meski konsekuensi yang ia hadapi akhirnya adalah digantung di tiang hukuman.
“Biar saya mati digantung, daripada tunduk kepada penjajah.” Itulah kalimat yang terpahat dalam nisan di makam Bataha Santiago. Makam Bataha Santiago terletak di Desa Karatung I, Kecamatan Manganitu, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Daerah ini termasuk dalam wilayah yang mendapatkan izin penambangan emas.
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho