Foto: Mufti besar Palestina M Amin Husaini (bersorban) dan Muhammad Ali Taher (samping kirinya). (Screenshot buku Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri
Kamis, 27 Mei 2021“Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia,” pinta Muhammad Ali Taher atau Aboul Hassan, saudagar kaya Palestina kepada Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, Mohamed Zein Hassan, ketika awal terjadinya Agresi Militer II Belanda di Indonesia sekitar bulan Desember 1948.
Muhammad Ali Taher sebagai raja media Palestina kelahiran Nablus, Tepi Barat, tahun 1896, itu, dikenal telah lama sangat mencintai Indonesia. Bahkan, ia sangat dekat dengan para pemuda pejuang Indonesia di Timur Tengah. Sebagai pengusaha, ia memiliki beberapa media cetak, di antaranya Ashoura, Al-Shabab, Al Minhaj dan Al Alam Al-Masri.
“Suatu hari menarik saya ke Bank Arabia dan mengeluarkan semua uangnya yang tersimpan di dalam bank itu dan kemudian memberikan kepada saya tanpa meminta tanda bukti penerimaan,” ungkap Mohamed Zein Hassan Lc Lt dalam bukunya ‘Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri’ terbitan Bulan Bintang tahun 1970.
Di laman eltaher.org yang dikutip detikX, Muhammad Ali Taher membangun Kantor Informasi Arab Palestina dan Komite Palestina di Kairo, Mesir tahun 1921 yang diberi nama Dar Ashoura. Di kantor itulah sejumlah politisi dan pencari suaka dari berbagai negara datang dan bertemu. Termasuk sejumlah tokoh Indonesia yang pernah berkunjung seperti Menteri Luar Negeri RI Haji Agus Salim, Wakil Presiden RI Mohammad Hatta, Mohamed Rashidi, Kahar Muzakir dan M. Zen Hassan Lc Lt.
Tokoh Palestina Muhammad Ali Taher
Foto : Dok Eltaher.0rg
Saat itu sebenarnya posisi Palestina dan Indonesia sama-sama negeri terjajah dan saling mendukung upaya kemerdekaan. Walau takdir menentukan bahwa Indonesia memiliki peluang merdeka lebih awal pada 17 Agustus 1945. Mendengar informasi bahwa Jepang memberikan kedaulatan Indonesia, Syekh Muhammad Amin Al Husaini, mufti Palestina saat itu yang berada di pelariannya di Jerman membuat pernyataan secara terbuka melalui radio dan media berbahasa Arab mendukung kemerdekaan Indonesia pada 6 September 1944.
Amin Al Husaini dan Muhammad Ali Taher merupakan dua tokoh Palestina yang sangat aktif melobi negara-negara di Timur Tengah yang sudah merdeka dan berdaulat di Liga Arab untuk mengakui kemerdekaan Indonesia. Mesir adalah negara pertama di Timur Tengah yang mengakui kemerdekaan Indonesia berkat lobi Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, tokoh-tokoh Palestina, serta tokoh dan pemerintah Mesir. “Berita tersebut dua hari berturut-turut kami sebar luaskan, bahkan harian 'Al Ahram' yang terkenal telitinya juga menyiarkan,” ujar Zein Hassan dalam bukunya itu.
Namun, Kedutaan Belanda di Kairo membantah berita terkait kemerdekaan Indonesia di harian Le Journal d' Egypte yang mengatakan kemerdekaan itu hanya janji dari pihak Jepang. Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Zein Hassan diutus pemerintah Indonesia untuk melobi pengakuan kemerdekaan itu saat diselenggarakan Kongres Liga Arab pertama di Iskandariyah, Mesir.
Zein menyampaikan nota tuntutan kepada Kongres Liga Arab yang isinya, Indonesia harus merdeka, karenanya ia satu bangsa, beragama satu dan mempunyai hak untuk merdeka menurut Atlantic Charter dan tak boleh dikembalikan kepada pihak Belanda. Akhirnya, pada 22 Maret 1946, Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia.
Haji Agus Salim (kedua dari kiri) dan Muhammad Ali Taher dalam sebuah kesempatan di tahun 1946
Foto: Dok Eltaher.org
Selang setahun, Senin, 9 Juni 1947, Mesir mengadakan resepsi pengakuan atas kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia yang dihadiri H Agus Salim selaku Ketua Delegasi RI, mufti Palestina Syaikh Muhammad Amin Al Husaini, Menteri Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Faisal. Tapi ketika itu Ibu Kota RI di Yogyakarta diduduki Belanda tahun 1948 yang berujung penangkapan Soekarno, Hatta dan Sjahrir serta beberapa tokoh lainnya, negara di Timur Tengah turut membela Indonesia, termasuk Palestina.
Sayangnya, kronik sejarah terkait pemberian dana Mohammed Ali Taher belum terdokumentasi dengan baik secara resmi oleh pemerintan Indonesia. “Saya belum mendapatkan informasi mengenai hal tersebut. Saya belum sempat membaca secara tertulis, tapi saya duga demikian kiranya,” kata Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri RI, Bagus Kobarsih kepada detikX, Rabu, 26 Mei 2021.
Secara terpisah, Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah menjelaskan, secara historis hubungan sosial-budaya Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah, khususnya Palestina memang sudah terjalin sejak lama. “Indonesia termasuk negara pertama yang mengakui kemerdekaan Palestina, setelah dideklarasikan negara Palestina di Aljazair pada 15 November 1988,” ujar Teuku Faizasyah kepada detikX.
Sebagai wujud dukungan Indonesia kepada Palestina sebagai negara baru ditandatangani Komunike Bersama Pembukaan Hubungan Diplomatik Indonesia-Palestina oleh Menlu RI Ali Alatas dan Menlu Palestina Farouq Kaddoumi di Jakarta, 19 Oktober 1989. Hari itu secara resmi dibuka kantor Kedutaan Besar Palestina di Jakarta. Farouq menyerahkan surat-surat kepercayaan kepada Presiden Soeharto pada 23 April 1990.
Resepsi pengakuan kemerdekaan RI oleh Mesir pada Senin, 9 Juni 1947. Delegasi Indonesia dipimpin oleh H Agus Salim (Paling kanan)
Foto: Screenshot buku Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri
Sebaliknya, Indonesia menetapkan Kedutaan Besar RI di Tunisia sekaligus akreditasi untuk Palestina di 1989. Seiring dengan perkembangan situasi di kawasan Timur Tengah, Indonesia memutuskan untuk memindahkan akreditasi untuk Palestina menjadi rangkapan KBRI Amman pada 1 Juni 2004. Dalam kurun waktu 2017-2020 Indonesia melakukan penyaluran bantuan untuk masyarakat Palestina.
KBRI Amman telah memfasilitasi penyaluran bantuan kepada rakyat Palestina, baik yang berada di Tepi Barat, Jalur Gaza, maupun pengungsi Palestina yang berada di Yordania. Indonesia juga sudah menandatangani MOU antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Walikota Hebron terkait rencana pembangunan RS Indonesia di Hebron (RSIH) pada 4 Januari 2020 di Kota Amman. Namun belum ditentukan tanggal pastinya karena pandemi Covid-19.
Perkembangan terakhir, pada Februari 2021 Menteri Luar RI Retno Marsudi telah melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Palestina Riyad Al Maliki di wilayah Amman, Yordania. “Menlu RI menegaskan posisi dan dukungan penuh Indonesia terhadap perjuangan Palestina untuk merdeka,” terang Teuku.
Retno menyerukan penghentian kekerasan yang terjadi di wilayah Palestina pasca penyerangan tentara Israel ke Kompleks Masjid Al Aqsa, Yerusalem pada 7 Mei 2021. “Saya hadir di sini untuk menyerukan penghentian kekerasan dan gencatan senjata, untuk menyelamatkan nyawa mereka yang tidak bersalah, termasuk perempuan dan anak-anak. Keamanan dan kesejahteraan manusia selalu menjadi prioritas utama kita,” ucap Retno dalam Debat Umum Sidang Pleno ke-67 Sidang Majelis Umum PBB, Kamis, 20 Mei 2021.
Penulis: Syailendra Hafiz Wiratama
Redaktur: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim