INTERMESO

Lara dan Asa Megawati untuk KPK

“Yang korupsi pasti kalangan elite. Karena itu, saya mau teken untuk didirikannya KPK.”

Ilustrasi: Edi Wahyono

Rabu, 20 Mei 2021

Berbaju merah dengan bendera banteng di belakangnya, Megawati Soekarnoputri tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Kala itu, Minggu, 13 September 2020, Megawati berbicara di depan para calon kepala daerah yang diusung partainya, PDIP, melalui pertemuan virtual.

Kepada para calon kepala daerah itu, Megawati tak senang mengetahui kenyataan bahwa sebagian kadernya terjerat kasus korupsi dan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. “Saya sangat sedih kalau melihat dari kalangan PDIP yang diambil KPK,” kata Megawati saat itu.

Ketua Umum PDIP itu semakin sedih karena menyadari bahwa KPK terbentuk ketika dirinya menjabat sebagai Presiden, pada 2002. Megawati-lah yang menandatangani Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 yang menjadi dasar pembentukan KPK. “KPK itu saya yang buat lho! Jangan lupa lho! Kalau nggak percaya, lihat pembentukan KPK.” katanya.

Pada awal pembentukannya, KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan mana pun.

Megawati Soekarnoputri 
Foto: Tangkapan layar YouTube PDIP

Pembentukan KPK dilatari dengan semangat pemberantasan korupsi dan merosotnya kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum, yaitu Kejaksaan RI dan Polri. KPK pun berperan sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.

Megawati menjelaskan waktu itu dirinya memandang pembentukan KPK diperlukan untuk mendisiplinkan kalangan elite atau pemimpin rakyat yang melakukan korupsi. “Yang korupsi pasti kalangan elite. Karena itu, saya mau teken untuk didirikannya KPK,” kata dia.

Harus ingat pepatah, karena nila setitik rusak susu sebelanga. Karena itulah, jangan korupsi!”

Karena itu, Megawati mengingatkan para kadernya untuk tidak main-main. Dia menegaskan, keuangan di tingkat elite berada dalam kontrol Badan Pemeriksa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan KPK. “Gimana? Kalian masih mau ‘main’? Coba pikir, kader yang baru masuk mungkin kaget-kaget kalau saya ngomong seperti ini. Jadi, menurut saya, please, dedikasikan seluruh pikiran dan nuranimu bagi seluruh rakyat Indonesia,” katanya.

Berdasarkan catatan detikcom, banyak politikus dari berbagai partai diciduk KPK selama kurun waktu 2014 hingga 26 September 2017. Mereka aktif di DPR, DPRD, hingga kepala daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota madya.

Tercatat, Partai Golkar terlibat korupsi terbanyak dalam periode tersebut, yaitu sembilan kali. PDIP, partai yang dikomandoi Megawati, di urutan kedua terbanyak dengan tujuh kasus korupsi.

Namun, sekitar dua bulan setelah peringatannya kepada para calon kepala daerah, Megawati harus berhadapan dengan kenyataan yang tidak dia inginkan. Sejak pekan terakhir November 2020 hingga Desember 2020, KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap tiga kader PDIP.

Mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara dengan baju tahanan KPK
Foto: Agung Pambudhy/detikcom 

Mereka adalah Wali Kota Cimahi yang juga Ketua DPC PDIP Kota Cimahi Ajay Priatna pada 27 November, Bupati Banggai Laut yang juga Ketua DPC PDIP Banggai Laut Wenny Bukamo pada 3 Desember, dan Menteri Sosial yang juga Wakil Bendahara Umum PDIP Juliari Batubara pada 6 Desember.

Dalam halalbihalal virtual bersama pengurus PDIP se-Indonesia, Rabu, 17 Mei 2021, Megawati pun kembali curhat mengenai kesedihannya tiap mendengar berita kader PDIP terjerat kasus korupsi. “Saya tak kuat mendengar jika ada yang ditangkap karena korupsi. Mencoreng nama Partai. Harus ingat pepatah, karena nila setitik rusak susu sebelanga. Karena itulah, jangan korupsi!” kata dia.

Dia pun menegaskan bakal memelototi kerja para kader, apalagi yang menjadi pengurus partai. Dia menggarisbawahi, akan ada evaluasi berkala dari tingkat DPC sampai DPP. “Akan saya evaluasi tiap akhir tahun. Dari bawah sampai DPP saya, lho. DPP saja saya evaluasi. Bukan hanya DPD dan DPC saja. Kalau Anda tak laksanakan perintah Partai, lebih baik kirim surat mundur, diganti,” ujar Megawati.

Sebagai pemimpin partai sekaligus orang yang menandatangani dasar pembentukan KPK, Megawati memiliki beban moral. Tentu saja dia berharap, kadernya tak terlibat dalam korupsi yang diberantas KPK.

Di sisi lain, kendati Megawati kerap mengutarakan kesedihan seiring kebanggaan bahwa KPK adalah produk lembaga ketika dirinya berkuasa, dirinya juga sempat menyinggung tentang pembubaran KPK.

Kala itu, di gedung Nusantara V, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Agustus 2015, Megawati menjadi pembicara kunci dalam seminar Peringatan Hari Konstitusi yang digelar MPR.

Megawati Soekarnoputri
Foto: Hasan Alhabshy/detikcom 

Megawati berpidato panjang dengan membaca teks, namun juga melakukan improvisasi. Salah satu improvisasinya itu adalah menyinggung pembubaran KPK. Dia mengatakan KPK adalah lembaga sementara yang seharusnya bisa dibubarkan jika sudah tidak ada korupsi.

“Kan seharusnya, kita harus memberhentikan yang namanya korupsi, sehingga komisi yang sebetulnya sifatnya ad hoc ini harus sementara saja, dapat diselesaikan, dapat dibubarkan,” kata dia. Pernyataannya ini sempat menjadi pembicaraan publik kala itu. Namun Megawati sudah memperkirakan itu ketika berpidato.

“Nanti kalau dengar seperti ini, di socmed saya di-bully. Saya pikir ya sudahlah biar di-bully mungkin sebagai sebuah atraksi,” kata dia. “Jadi, terus sangat kelihatan, kan. Sangat, sangat pendek berpikirnya. Pokoknya Bu Mega tidak setuju adanya KPK. Kalau kita berhenti, tidak korupsi, ya, tentu saja dong KPK-nya tidak ada lagi. Itu pemikiran yang sangat logis.”


Penulis: May Rahmadi
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE