INTERMESO

Parsel Dilarang Soeharto, Diborong SBY

Bukan hanya SBY, puluhan orang pejabat dan pengusaha melakukan aksi memborong parsel di Cikini.

Ilustrasi: Edi Wahyono

Minggu, 09 Mei 2021

Sudah sejak lama daerah di Jalan Pegangsaan Timur, Cikini, Jakarta Pusat, dikenal sebagai pusatnya pedagang parsel murah. Para pedagang parsel ini sudah eksis sejak belasan tahun lalu. Menjelang Hari Raya Idul Fitri, kawasan kios ini pun selalu dipadati pembeli yang ingin mencari parsel murah. Namun siapa sangka, Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY juga pernah memborong parsel di sini pada tahun 2004 lalu.

SBY tidak menyuruh para ajudan untuk mewakilkannya membeli parsel, melainkan dirinya sendiri yang datang dan memilih aneka jenis parsel. Siang itu sekitar pukul 14.00, SBY menyambangi tujuh kios di sekitar Stasiun Cikini. Di setiap kios, SBY membeli dengan jumlah yang sama, yaitu dua buah parsel berisi makanan. Total ada empat belas parsel yang ia bawa pulang. “Ini akan saya bagikan kepada panti jompo dan yatim piatu yang membutuhkan. Bukan untuk pejabat,” kata SBY, Kamis, 4 November 2004.

Kedatangannya SBY ke pusat pedagang parsel ini bukan tiada angin tiada hujan. Sebelumnya para pedagang parsel ini sempat dibuat mengamuk. Terutama setelah mendengar keputusan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK melarang pemberian parsel kepada pejabat. SBY menyambangi para pedagang parsel yang dilanda lesu akibat pelarangan ini. Ia berpesan agar kalangan mampu tetap membeli parsel untuk diberikan kepada yang membutuhkan.

“Saya mengimbau agar yang mampu belilah parsel untuk orang miskin, jangan dari bawah ke atas tapi atas ke bawah. Dengan demikian sektor riil, ekonomi kita akan semakin baik, kesetiakawanan kita juga makin baik. Insya Allah kita bisa beridul fitri dengan baik pula” papar SBY.

Mantan Presiden SBY
Foto: Agung Pambudhy/detikcom 

Salah satu pedagang yang ketiban rezeki pada hari itu adalah Mesi. Bukan hanya bisa bertemu langsung dan bersalaman dengan presiden yang menjabat dua periode itu. SBY juga membeli dua parsel dagangan Mesi, masing-masing bernilai Rp 300 ribu. “Saya senang didatangi Pak SBY. Ini menunjukkan dukungan Pak SBY pada penjual parsel,” katanya. Mesi mengaku dagangannya saat ini masih banyak. “Saya sudah tidak menerima pesanan lagi, tinggal ngirim-ngirim saja.”

Bukan hanya SBY, puluhan orang pejabat dan pengusaha melakukan aksi memborong parsel di Cikini. Aksi ini untuk membantu pedagang parsel yang omzetnya menurun pasca keluarnya imbauan agar para pejabat jangan dikirimi parsel. Aksi ini dikoordinatori sosiolog Imam B. Prasodjo ini antara lain diikuti mantan Menteri Negara BUMN Sugiarto dan mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, lembaga yang mengeluarkan imbauan agar pejabat negara tidak menerima parsel.

Kebiasaan mengirimkan makanan terus berlanjut di hari Lebaran dan Natal dengan memberikan makanan kepada keluarga para pejuang."

Kegiatan itu diikuti 22 orang pejabat dan pengusaha. Mereka, antara lain berasal dari Bank BNI, PT Pupuk Kaltim, Danareksa, dan Surveyor Indonesia. “Setiap orang bisa memborong berapa pun parsel yang ia mau,” katanya. Jumlah parsel yang diborong dalam aksi yang dimulai pukul 16.45 WIB, Rabu 10 November 2004 itu hingga pukul 17.15 WIB sudah dihabiskan untuk memborong parsel sebesar Rp 40 juta.

Aksi pelarangan bagi-bagi parsel ke pejabat bukan baru pertama kali muncul di bawah lembaga KPK. Mantan Presiden Soeharto juga pernah memberikan seruan untuk menghentikan pemberian parsel kepada pejabat jelang lebaran. Tapi pada saat itu penggunaan kata parsel belum digunakan. Setidaknya Harian Kompas mencatat penggunaan kata bingkisan pada tahun 1975. Sebelum seruan yang dilontarkan Presiden kedua Republik Indonesia itu, para pejabat memang kerap menerima bingkisan.

Harian itu juga melaporkan, sejak diturunkan seruan untuk menolak bingkisan, penjualan bingkisan yang berisi makanan dan minuman itu menurun sebanyak 50 persen dari tahun sebelumnya. Namun belakangan usaha bingkisan tidak pernah sepi meski Soeharto telah melarang pemberian bingkisan ke pejabat. Kata parsel dengan huruf c untuk bingkisan baru digunakan dalam laporan natal dan tahun baru 1976.

Mantan Presiden Soeharto
Foto : Dok Detikcom

Kebiasaan orang Indonesia memberikan makanan atau minuman dalam bentuk bingkisan, parsel, hampers, apa pun itu sebutannya rupanya berawal di jaman penjajahan. Kala itu perempuan Indonesia tidak diperbolehkan untuk ikut berperang. Mereka diminta untuk tinggal di rumah karena medan perang berbahaya untuk para perempuan.

Lalu muncul ide dari para perempuan untuk tetap ikut berjuang tanpa membahayakan diri mereka. Yakni dengan mengirimkan makanan untuk para pejuang di medan perang. Kegiatan ini dilakukan secara rutin selama masa penjajahan hingga akhirnya Indonesia mereka. Dari situlah tradisi mengirimkan makanan terbentuk.

Kebiasaan mengirimkan makanan terus berlanjut di hari Lebaran dan Natal dengan memberikan makanan kepada keluarga para pejuang. Pengiriman makanan dikemas dalam bentuk yang terus berkembang hingga sekarang. Penerimanya pun kini beragam. Bukan hanya keluarga tapi juga kerabat dan kolega.


Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE