INTERMESO

Dari Novi 'Bom Panci' Hingga Aini

Barisan perempuan simpatisan ISIS yang menjadi martir terus bertambah. Mati menjadi tanda keberhasilan bagi mereka.

Foto: Dian Yulia Novi (Dok Detikcom)

Minggu, 04 April 2021

Di tengah-tengah kesibukannya sebagai pekerja migran di Taiwan, Dian Yulia Novi masih sempat bermain media sosial. Ia membuka dua akun Facebook dan Telegram dengan nama Ayatul Nissa. Masuklah Dian ke situs-situs seperti Alzaira, Alburoba, dan Millah Ibrahim. Dari situ, pekerja migran asal Cirebon, Jawa Barat, tersebut banyak berkenalan dengan istilah-istilah seperti jihad, Daulah Islamiyah, dan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Dian yang penasaran dengan ideologi ISIS lalu menjalin kontak dengan sejumlah simpatisan ISIS, baik di Suriah maupun Indonesia.

Dian menghubungi Tutin Sugiarti atau Ceuceu, simpatisan ISIS yang tinggal di Ciamis, Jawa Barat. Pada 2015 itu, dia mengutarakan keinginannya untuk melakukan amaliyah, yaitu dengan cara bom bunuh diri. Setahun kemudian, kedua perempuan tersebut bertemu di Ciamis. Kepada Ceuceu, Dian bilang sebelum melakukan amaliyah ia ingin menikah terlebih dahulu. Ceuceu pun kemudian mengontak Muhammad Nur Solikin alias Abu Ghurob yang tinggal di Solo, Jawa Tengah.

Memperkenalkan diri secara singkat melalui Telegram, Solikin lantas membujuk Dian untuk menikah. Pada Oktober 2016, pernikahan tersebut terjadi secara virtual dengan wali diwakilkan orang lain. Setelah itu, Dian dan Solikin bertemu di Cirebon dan menginap dua malam di sebuah penginapan dekat terminal Harjamukti, Cirebon. Di kamar penginapan, Solikin membekali Dian pemahaman tentang jihad dan ISIS. Ia juga membekali uang Rp 1,5 juta untuk biaya hidup.

Rumah indekos yang disewa Dian Yulia Novi dan Solikin
Foto: Dok Istimewa

Pasangan Dian dan Solikin bertemu kembali untuk kedua kalinya sebulan kemudian di penginapan yang sama. Menurut berkas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang mengadili Dian dalam perkara tindak pidana terorisme pada 25 Agustus 2017, Solikin membaiat Dian sebagai anggota ISIS dalam pertemuan kedua tersebut. Tak lupa, Solikin memberikan lagi uang sebesar Rp 1 juta kepada Dian.

Keduanya lalu pergi ke Jakarta dan tinggal di sebuah rumah kos di Bintara, Kota Bekasi. Dian disuruh Solikin untuk memesan panci presto secara online dan mengirimkannya ke sebuah laundry di Solo. Panci itu hendak digunakan sebagai wadah bom bunuh diri buat Dian. Setibanya di Solo, panci tersebut kemudian digunakan oleh Solikin untuk tempat meracik bom, dibantu  Suyanto alias Abu Izza dan Khafid Fathoni. Sedangkan cara pembuatan bom dipandu Bahrun Naim, pentolan ISIS asal Indonesia yang memanggul bedil di Suriah. Bahrun Naim dikabarkan telah tewas pada akhir Mei 2018 dalam sebuah serangan udara pesawat Amerika Serikat.

Jadi memahami mereka jangan menggunakan akal sehat kita."

Setelah jadi, bom itu diangkut menggunakan mobil LCGC ke Bekasi. Masih menurut cerita yang tertuang dalam berkas pengadilan, pada 7 Desember 2016, Bahrun Naim mengirim pesan kepada Dian untuk melakukan aksi pada tanggal 11 Desember 2016. Menentukan target amaliyah pada saat latihan pas pampres pada hari minggu tanggal 11 Desember 2016 jam 06.30 s/d 07.30 Wib, bila misi ini gagal target selanjutnya yang mengawal/penjaga AHOK, bila gagal maka target selanjutnya Depan Mesjid Mako Brimob. Begitu isi pesan singkat Bahrun Naim. Bahrun Naim juga mengirimkan denah lokasi Istana Negara.

Sehari sebelum melakukan bom bunuh diri, Dian pergi kantor pos. Ia mengirimkan paket yang berisi pakaian dan surat wasiat kepada keluarganya di Cirebon. Setelah dari kantor pos, ia bertemu dengan suaminya dan diajari teknik meledakkan bom. Bom yang dimasukkan ke dalam tas itu lalu dibawa sambil berjalan kaki oleh Dian ke rumah kos. Setibanya di tempat tinggal sementaranya itu, Dian langsung disergap oleh tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri. Bom siap ledak itu pun kemudian disita.

Pasangan Dita Oeprianto dan Puji Kuswati, pelaku peledakan bom di Surabaya tahun 2018
Foto: Dok Istimewa

Kendati berhasil digagalkan, publik dibuat terhenyak dengan ditangkapnya Dian sebagai simpatisan ISIS perempuan yang hendak melancarkan aksi bom bunuh diri. Dian diketahui menjadi bomber perempuan pertama ISIS di Indonesia. Perempuan kelahiran 4 Juli 1989 itu kemudian dijatuhi hukuman 7,5 tahun penjara oleh pengadilan karena keterlibatannya dalam gerakan terorisme ISIS.

Tak berhenti pada Dian, sejumlah peristiwa ledakan bom di Surabaya dan Sidoarjo pada 13 dan 14 Mei 2018 juga melibatkan perempuan. Tiga bom pertama yang meledak di tiga gereja di Surabaya dilakukan satu keluarga. Dita Oeprianto mengajak istrinya, Puji Kuswati, dan empat anaknya (dua laki-laki dan dua perempuan) untuk melakukan aksi pengeboman. 18 Orang tewas dari tiga kejadian pada Minggu pagi itu, termasuk keenam pelaku. Sementara 43 orang lainnya menderita luka.

Minggu 13 Mei 2018 malam, polisi menggerebek sebuah unit rumah susun di Wonocolo, Sidoarjo, yang ditinggali terduga teroris Anton Febrianto beserta keluarganya. Di saat pengerebekan berlangsung, bom meledak dari unit rusun Anton yang berasa di Lantai 5 Blok B Nomor 2. Puspita Sari, istri Anton, dan satu orang anaknya, tewas terkena bom. Anton sendiri tewas setelah terkena timah panas polisi.

Aksi terorisme yang melibatkan perempuan maupun keluarga kembali terjadi keesokan harinya di Surabaya. Kali ini yang disasar adalah Markas Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya. Tri Murtono bersama istrinya, Tri Ernawati, dan ketiga anaknya, meledakkan diri di pintu gerbang Mapolresta. Pasangan suami-istri tersebut dan dua anaknya tewas, sedangkan satu anak mereka yang lain terluka.

Pada saat itu polisi mengatakan ketiga keluarga pelaku terorisme tersebut saling mengenal. Motif dari aksi bom bunuh diri itu adalah pembalasan dendam terhadap penangkapan amir (pemimpin) ISIS Indonesia, Aman Abdurahman, dan pemimpin Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Jawa Timur, Zaenal Anshari.

Aksi terorisme terakhir yang melibatkan perempuan terjadi pekan lalu di depan Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan. Diketahui bahwa pelaku bom bunuh diri tersebut adalah pasangan suami istri, L dan YSF. Selang beberapa hari kemudian, Mabes Polri diserang seorang perempuan. Pelaku, Zakiah Aini, 25 tahun, lolos penjagaan Mabes Polri dan menyerang sejumlah petugas di pos jaga utama dengan bersenjatakan airgun. Aini tewas ditembak oleh polisi. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bilang, Aini merupakan seorang “lone wolf”, atau pelaku seorang diri, yang terpapar ideologi radikal ISIS.

Zakiah Aini, pelaku penyerangan di Mabes Polri
Foto: Istimewa

Pengamat terorisme Ridlwan Habib mengatakan, keikutsertaan perempuan dalam aksi-aksi teror menandakan terjadinya pergeseran dalam ideologi ISIS atau JAD. Dari hasil wawancaranya terhadap sejumlah narapidana kasus terorisme, diketahui bahwa mereka menganggap posisi perempuan dan laki-laki adalah sama dalam soal jihad. Pandangan ini belum berlaku bagi para simpatisan ISIS beberapa tahun sebelumnya. Juga, tidak berlaku untuk kelompok terorisme lama seperti Jemaah Islamiyah (JI).

Selain itu, menurut Ridwan, perempuan terlibat dalam terorisme sebagai bentuk kepatuhan terhadap suami. Tujuan utama dari keterlibatan perempuan itu, sebagaimana aksi teror secara umum, adalah untuk meninggal secara syahid. Karena itu, kematian bagi seorang pelaku terorisme menjadi ukuran dari sukses dan tidaknya aksi-aksi yang mereka lakukan. “Jadi memahami mereka jangan menggunakan akal sehat kita,” ujar Ridlwan kepada detikX beberapa waktu lalu.

Ridlwan khawatir peristiwa di Mabes Polri dapat menjadi inspirasi bagi simpatisan-simpatisan ISIS lainnya di Indonesia. Menurutnya, ISIS sampai saat ini masih eksis di Indonesia dan juga di Irak maupun Suriah. Di kedua negara tersebut, mereka terus melakukan serangan-serangan kecil namun strategis.

Sementara itu, sejak kejadian bom bunuh diri di Makassar dan penyerangan Mabes Polri, polisi langsung melakukan penangkapan di sejumlah wilayah, antara lain Tuban, Sukabumi, Klaten, Surabaya, dan Jakarta. Puluhan orang terduga teroris diamankan, sebagian di antara mereka adalah perempuan.


Penulis: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE