Foto: Para pekerja menyortir telur sesuai kualitas sebelum dikemas dalam wadah di gudang Koperasi Peternak Unggas Sejahtera, di Kecamatan Ponggok, Blitar 2 Februari 2021 (Ari Saputra/detikcom)
Rabu, 24 Februari 2021Pagi itu, Sukarman, 60 tahun, tengah memberikan pakan ayam miliknya yang dipelihara di kandang-kandang besar berwarna cokelat. Kandang-kandang itu berdiri kokoh di atas tanah seluas sepertiga hektare di belakang rumahnya di Desa Dadaplangu, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Diiringi suara saut-sautan ayam layer atau ayam petelur, pria berkumis tebal itu terlihat bersemangat mendorong Hopper, sebuah mesin pemberi pakan ayam. Karman memasukkan pakan yang sudah ia siapkan ke dalam mesin itu. Lalu, didoronglah mesin berwarna biru itu menyusuri kandang ayam sepanjang 30 meter.
Ayam-ayam yang ia pelihara langsung melahap campuran jagung dan konsentrat itu. Karman, yang sudah lanjut usia, tidak kesulitan mendorong Hopper secara bolak-balik di kandang ayam miliknya. Sebab, mesin besar itu dijalankan di atas sebuah rel.
Mesin itu sebelumnya dibuat oleh Karman dengan dana bantuan Rp 12 juta dari program corporate social responsibility Bank Indonesia (BI). Dengan mesin itu, pemberian pakan menjadi lebih efisien dan ayam-ayam petelur terjamin kebutuhan pakannya. Karman pun mengakui mesin itu memberinya keuntungan dalam proses pemberian pakan ayam petelur.
Sukarman saat mengambil telur di peternakan ayam petelur miliknya di Blitar, Jawa Timur.
Foto : Ari Saputra/detikcom
Yang tujuannya terutama untuk memberi talangan dana dalam waktu singkat kepada peternak. Jadi kita ambil telur, telurnya kita ambil, kemudian, kalau sudah berapa jumlahnya, berapa harganya, kemudian dimasukkan ke aplikasi, langsung peternak yang ambil telurnya, uangnya cair dari BRI.”
Dalam satu hari, satu ekor ayam petelur dapat menghabiskan pakan hingga 120 gram atau 0,12 kilogram. Sedangkan harga pakan untuk 1.000 ekor ayam bisa menghabiskan kurang-lebih Rp 756 ribu per hari atau Rp 22,68 juta per bulan. Dengan adanya teknologi tersebut, Karman bisa menghemat pakan hingga Rp 18 juta untuk 2.000 ayam dalam 24 bulan atau satu periode beternak.
“Hematnya itu karena tidak ada yang tumpah. Kalau pakai teknologi ini, (pakan) nggak tumpah. Ayam itu sehari (makan pakan) 120 gram. Jadi kalau ayamnya itu ada 3.000, ya, dikali saja 120 gram itu,” terang Karman kepada detikX di peternakan ayam petelur miliknya, Jumat, 12 Februari 2021.
Setelah memberikan pakan ke ayam-ayamnya, Karman mengajak detikX berkeliling gudang tempat penyimpanan telur hasil dari ternak para peternak ayam layer Kabupaten Blitar. Sukarman, yang juga Ketua Koperasi Putera Blitar, terlihat serius melihat proses pemilahan telur.
Di depan gudang, terlihat dua truk Fuso berwarna merah dan kuning yang baru saja datang untuk menurunkan telur-telur dari para peternak anggota Koperasi Putera Blitar. Para pengangkut telur itu pun terlihat mondar-mandir membawa telur yang disusun meninggi.
Setidaknya ada 10 tray telur yang ada pada tangan masing-masing pengangkut telur. Telur-telur tersebut kemudian dibawa ke sejumlah ibu-ibu yang bertugas memilah telur-telur. Ada tiga jenis telur yang diseleksi, yaitu telur berwarna merah, warna krem, dan telur dengan kualitas buruk.
Ibu-ibu yang bekerja tersebut terlihat sangat serius memilah telur-telur ke dalam tiga kategori yang telah ditentukan itu. Sesekali mereka bercanda bersama-sama, diselingi tawa dan senyum di wajah mereka. Karman juga melontarkan candaan yang diikuti dengan tawa di seisi gedung tersebut.
Karman bercerita koperasi yang terbentuk pada 2017 itu memang punya andil besar terhadap pasokan telur di Blitar. Beranggotakan 427 peternak, koperasi yang dia pimpin mampu memproduksi 200-250 ton telur per hari.
Rantai distribusi telur yang panjang dapat dipangkas dengan adanya aplikasi pemasaran "Pasar Mikro"
Infografis: Fuad Hasim/detikcom
Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar, saat ini Blitar memiliki populasi ayam petelur sekitar 22 juta ekor. Dalam satu hari, telur yang bisa dihasilkan dari para peternak mencapai 1.150-1.200 ton.
Namun, apa daya, pandemi COVID-19 yang menyerang Indonesia sejak tahun lalu membuat pasokan telur, khususnya dari koperasi yang dipimpin Karman, turun. Hal ini disebabkan permintaan telur yang menurun dan harga pakan yang mulai meningkat. Tak ayal, kesulitan ini membuat Karman dan para anggota koperasi kelimpungan. “Kalau dari koperasi itu di akhir Januari ini hanya sedikit sekali ke Tasikmalaya. Hanya 160 ton sebulan,” ujar Karman.
Namun ia menyebut telah memiliki solusi untuk mendistribusikan telur-telur yang siap jual tersebut. Karman mengaku mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, salah satunya Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang memberikan sebuah aplikasi untuk memangkas jalur distribusi telur. Walau masih menjadi pilot project, aplikasi yang bernama ‘Pasar Mikro’ itu sangat membantu Karman dan anggotanya dalam menjual telur-telur hasil panen mereka.
“Yang tujuannya terutama untuk memberi talangan dana dalam waktu singkat kepada peternak. Jadi kita ambil telur, telurnya kita ambil, kemudian, kalau sudah berapa jumlahnya, berapa harganya, kemudian dimasukkan ke aplikasi, langsung peternak yang ambil telurnya, uangnya cair dari BRI,” jelas Karman.
Manfaat dari aplikasi tersebut juga telah dirasakan oleh salah satu peternak milenial di Blitar bernama Kurniawan Unggul Pambudi, 30 tahun. Pria bertubuh gempal ini merasakan perbedaan menjual telur ayam sebelum dan sesudah adanya aplikasi dari salah satu bank badan usaha milik negara (BUMN) ini.
Di depan kandang ayam miliknya di Kecamatan Nglegok, Blitar, Unggul Kurniawan mengatakan aplikasi tersebut sangat menguntungkan peternak, terutama peternak milenial seperti dirinya. Seluruh tahap penjualan sudah tersistem dalam aplikasi Pasar Mikro.
“Termasuk pembukuan, check in awal, belanja, jual telur, tidak perlu lagi dengan menggunakan lembaran-lembaran buku yang banyak. Mungkin bagi orang sepuh agak sedikit terhambat, namun ini mudah dipelajari,” ucap Unggul kepada detikX.
Unggul Kurniawan, peternak ayam petelur di Blitar, Jawa Timur, menunjukkan aplikasi untuk menjual produknya.
Foto : Ari Saputra/detikcom
Menurutnya, aplikasi ini juga memangkas alur distribusi telur yang kerap berbelit-belit. Dulu, sebelum adanya aplikasi ini, pencairan uang hasil dari penjualan telur dapat memakan waktu enam hingga tujuh hari, bahkan bisa sampai berminggu-minggu. Sekarang pembayaran dapat lebih pasti dengan hadirnya aplikasi Pasar Mikro.
“Ada sistem talangan dari BRI. Jadi tidak khawatir uang tidak terbayar. Ketika telur sudah diambil dan dikonfirmasi sudah diambil, uang langsung masuk ke aplikasi, kemudian ke rekening BRI kita kurang-lebih dua hari,” ucap Unggul.
Hal ini juga dikonfirmasi langsung oleh pimpinan Cabang BRI Blitar, Yulizar Verda Febrianto. Ia memaparkan, mimpi besar dari dibuatnya aplikasi Pasar Mikro adalah memotong mata rantai penjualan telur ayam yang panjang selama ini. Sedangkan untuk tujuan besarnya adalah mampu menyediakan akses pembiayaan melalui aplikasi tersebut.
“Jadi misalnya saya sebagai pelaku usaha yang sudah bergabung di aplikasi tersebut, transaksi keuangan saya bisa tecermin di aplikasi tersebut dan ter-record. Nah, dari situ nanti akan muncul berapa, sih, volume maksimal yang bisa dikembangkan lagi, dan itu tentunya butuh modal. Modal itu ada semacam soft loan dari BRI. Jadi ini arahnya lebih ke akses permodalan. Kalau secara umumnya seperti itu,” kata Yulizar.
Penulis: Angga Laraspati
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban