INTERMESO

Ke Turki Kala Pandemi, Siapa Takut?

“Gila... kalian kok ekstrem banget. Ke luar negeri lagi dengan suasana seperti ini.”

Foto: Pemandangan salah satu sudut kota di Turki (Getty Images)

Sabtu, 14 November 2020

Wajah Chardian Argupta berseri-seri. Ia baru saja kembali ke Indonesia setelah sebelas hari jalan-jalan bersama sang istri di Turki. Perjalanan wisata dilakukan di era new normal selama masa pandemi virus Corona ini. Sejak Juli lalu, Turki sudah kembali membuka diri untuk para wisatawan. Disusul negara lain, seperti Tanzania, Maroko, Uzbekistan, dan masih banyak lagi. Kunjungan ke negara yang terkenal dengan kebabnya ini menjadi perjalanan tak terduga dan tidak pernah ia rencanakan sebelumnya.

“Karena tadinya mau ke Eropa Barat. Kalau ke sana bisa dapat 7-9 negara sekaligus. Tapi Eropa belum buka. Jadi saya tanya istri, ‘mau ke Turki nggak?’ Oh, ternyata dia mau banget,” tutur Chardian saat berbicara dengan detikX.

Jalan-jalan dengan sang istri sudah menjadi rutinitas setiap tahun, terutama setelah Chardian pensiun dari pekerjaannya di perusahaan tambang. Salah satu pertimbangan Chardian melancong di masa pandemi juga harga paket perjalanan yang ditawarkan jauh lebih murah ketimbang pada hari biasa. Dengan menggunakan jasa agen perjalanan wisata, Chardian membayar sekitar Rp 15 juta. Harga ini sudah termasuk pesawat, makan, dan penginapan bintang empat dan lima.

“Saya dengar dari agen perjalanan wisatanya untuk bulan Desember dan Januari ini malah udah full. Dan harganya jadi sekitar Rp 28 juta satu paket. Memang sekarang banyak orang antusias banget pengin ke Turki,” katanya.

Chardian dan istri saat bertamasya ke Turki
Foto: dok. pribadi

Tak bisa dimungkiri, perjalanan wisata ke negara yang melintasi Benua Eropa dan Asia ini sempat membuat keluarga Chardian khawatir. Apalagi di sana juga masih terdapat kasus COVID-19. “Yang pasti keluarga khawatir karena kita melanggar pakem yang nggak umum. 'Gila... kalian kok ekstrem banget. Ke luar negeri lagi dengan suasana seperti ini,” ucapnya.

Di Turki biasa saja, semua berjalan normal. Turun bandara ambil bagasi, ke imigrasi udah nggak ada pemeriksaan dokumen dan lain-lain. Ke Turki pun sebenarnya nggak diwajibkan rapid test atau PCR.'

“Saya sendiri juga sempat khawatir karena kurang-lebih kita 12 jam di dalam pesawat. Saya naik pesawat selama pandemi maksimal paling 2 jam saja,” ucap pria yang berdomisili di Bangka ini. Chardian rutin menggunakan pesawat ke Jakarta dan Lampung untuk urusan pekerjaan.

Tapi, setiba di Bandara Internasional Ataturk, ketakutan dan ketegangan itu perlahan sirna. Suasana begitu lengang, tak ada petugas yang berjaga-jaga. Standar protokol kesehatan, seperti menjaga jarak, pengukuran suhu tubuh, dan mencuci tangan, tetap diberlakukan. Begitu pula di tempat wisata, restoran, dan hotel tempatnya menginap. Ketika menjelajahi Kota Turki pun, kehidupan berjalan seperti biasa. Hanya, orang-orang selalu menggunakan masker. Wisatawan asing pun belum banyak terlihat.

“Di Turki biasa saja, semua berjalan normal. Turun bandara ambil bagasi, ke imigrasi udah nggak ada pemeriksaan dokumen dan lain-lain. Ke Turki pun sebenarnya nggak diwajibkan rapid test atau PCR. Tapi saya rapid test karena dari Bangka harus terbang ke Jakarta. Saya lihat Turki malah lebih santai,” tutur Chardian, yang sempat melaksanakan salat Zuhur di Masjid Hagia Sophia.

Pemerintah Turki memang tidak mewajibkan wisatawan melakukan pemeriksaan kesehatan terkait COVID-19. Namun biasanya agen perjalanan wisata yang mewajibkan peserta untuk rapid test atau PCR. Sedangkan mereka yang bertolak pulang ke Indonesia wajib melakukan rapid test maupun PCR. Sekembali dari Turki, Chardian merasakan pengalaman berbeda saat tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Totally different perlakuannya. Ada empat check point yang harus kita lalui dan ada tentara juga. Mereka teriak sambil menyuruh kita berbaris. Menurut saya, ini nggak ramah banget. Kita berasa kayak militer juga. Dan antrean jadi membeludak karena banyak rombongan dari pesawat lain yang antre,“ kisahnya. Personel TNI/Polri memang dilibatkan dalam Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Soekarno-Hatta.

Beberapa objek wisata di Turki sempat ditutup karena lockdown beberapa waktu lalu.
Foto: dok. detikcom

Bulan Madu

Beberapa hari setelah melangsungkan pemberkatan pernikahan di Malang, pasangan Nerissa Arviana DH dan Alfano Harun langsung memesan paket wisata ke Turki. Perjalanan ini mereka lakukan dalam rangka bulan madu setelah menikah. Sebelumnya, mereka sempat memutuskan akan menghabiskan waktu di Pulau Dewata, Bali.

“Tadinya mau di dalam kota saja, tapi melihat situasi sepertinya di dalam negeri lebih ramai. Waktu aku ke Malang buat ngurusin pernikahan pun di mana-mana ramai. Udah kayak nggak ada COVID,” tutur Nerissa.

Nerissa dan suami baru memesan paket perjalanan beberapa hari sebelum keberangkatan. Beruntung, agen perjalanan yang ia pilih menyanggupinya. Urusan tiket pesawat sampai visa pun keluar dalam waktu tak sampai satu minggu. Agen perjalanannya pun memastikan tempat yang akan dikunjungi telah mendapat Safe Tourism Certification dari pemerintah Turki. Sertifikat ini dikeluarkan sebagai tanda bahwa suatu restoran, hotel, ataupun destinasi wisata telah menjalankan protokol kesehatan dengan baik.

Sebelum berangkat, Nerissa dan suaminya terlebih dahulu melakukan rapid test dan dinyatakan negatif. Bersama 18 orang peserta lainnya dan seorang pemandu wisata, Nerrisa beserta suami bertolak ke Turki menggunakan pesawat Turkish Airlines. Banyak modifikasi yang dilakukan perusahaan penerbangan untuk membuat penumpangnya merasa aman dan nyaman.

“Kita nggak boleh bagasi kabin 7 kilogram. Cuma tas kecil saja supaya pergantian udara lebih lancar. Katanya di dalam pesawat ada filter udara yang membersihkan udara setiap 3 menit sekali. Terus makanan yang disajikan sekarang sudah dibungkus. Nggak ada lagi makanan hangat,” katanya. Upaya ini untuk mencegah kontak makanan dengan pramugari.

Nerrisa Arviana dan Alfano Harun saat bulan madu ke Turki
Foto: dok. pribadi

Suasana lengang menyambut kedatangan Nerissa dan rombongan. Termasuk ketika Nerissa sampai di Efesus, kota Yunani kuno di Turki. Keramaian baru tampak ketika Nerissa sampai di Istanbul. Wisatawan juga masih didominasi oleh warga lokal. “Lebih ramai Jakarta, Bali, sama Surabaya. Foto-foto jadi nggak bocor,” tawa Nerissa.

Ia pun tidak terlalu khawatir dengan keamanannya selama perjalanan ini. Sebelum kembali ke Indonesia, Nerissa dan rombongan diwajibkan mengikuti tes PCR di hotel tempatnya menginap. “Aku agak santai ya. Yang penting selama imun tubuh kuat dan kita menerapkan protokol kesehatan dengan baik, nggak bakal kena sih. Selalu bawa hand sanitizer dan masker ganti tiap hari. Cuma masker aja dilepas saat foto,” ungkapnya.


Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE