Ilustrasi: Edi Wahyono
Sabtu, 7 November 2020Libur panjang pekan lalu tak disia-siakan Ahmad Maulana. Warga asal Bandung ini memboyong serta keluarganya berwisata ke kawasan Puncak, Bogor. Tentu bukan cuma Ahmad yang berpikir serupa. Ratusan kendaraan lain ikut merayap.
Akibatnya bisa ditebak, jalur Puncak macet parah. Terutama dekat daerah wisata Gunung Mas, Cisarua. Pemberlakukan oneway dari Jakarta menuju Puncak pun tak mampu membendung antrean kendaraan itu. Kepadatan Ini terlihat meski di tengah masa pandemi COVID-19 yang masih menghantui.
Ahmad menyetir mobil pagi hari sampai pukul 11.00 WIB, tapi masih terjebak macet di jalur Puncak, bahkan lalu lintas tak bergerak. Ia tak menyangka kondisi arus lalu lintas akan macet separah ini. “Ketika libur long weekend, walaupun kondisi macet, masih bisa jalan pelan. Ini mah tidak jalan sama sekali. Nahan buang air kecil sampai tiga jam," ucapnya.
Di tempat berbeda, Prita Hapsar Ghozie bergidik ngeri melihat kemacetan yang ditampilkan pada layar kaca televisinya. Semenjak pandemi, CEO di kantor konsultan keuangan ZAP Finance ini lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Urusan pekerjaan pun ia lakukan melalui tatap muka online.
“Aku khawatir dengan situasi mobil yang keluar Jakarta. Semoga after long weekend ini grafiknya nggak bertambah naik, jujur aku khawatir. Tapi aku nggak mau ngatur orang lain sih. Ngatur diri sendiri dan keluarga aja,” keluh Prita melalui story yang ia bagikan pada akun Instagram @pritaghozie.
Ilustrasi
Foto: dok. ThinkStock
Selama masa pandemi, Prita dan keluarganya sangat menahan diri untuk tidak bepergian ke luar rumah. Padahal Prita punya kebiasaan makan di luar setiap akhir pekan. Ia pun selalu menyempatkan waktu liburan dengan anak-anaknya setiap tahun. “Sampai masa pandemi detik ini belum liburan, staycation, eating out. Alhamdulillah sejauh ini masih betah,” ungkapnya.
Saya tidak berusaha menolak rasa takut itu. Tidak berusaha dibuat positif-positif, 'oh, tidak apa-apa', tidak seperti itu.'
Semenjak kebijakan work from home, Sylvi Setyo juga tidak pernah lagi bertatap muka dengan teman-temannya. Padahal sebelumnya ia selalu ikut serta dalam setiap agenda nongkrong. “Nggak ada itu nongkrong sampai sekarang. Keluar cuma buat beli kebutuhan sehari-hari di supermarket. Itu pun menerapkan protokol kesehatan banget,” ujar karyawan swasta di salah satu bank ini.
Informasi melimpah ruah di media sosial mengenai perkembangan pandemi COVID-19 membuat Sylvi cemas dan kerap sulit tidur. Ditambah lagi imbauan diam di rumah yang membuat Sylvi tak leluasa mencari penangkal stres. “Bosan banget. Siapa juga yang nggak mau jalan-jalan seperti dulu lagi. Makin stres karena nggak tahu kapan berakhir. Sampai kapan kita harus hidup dengan perasaan waswas kayak gini,” tutur Sylvi.
Dilansir dari Psychology Today, merasa stres di tengah penyebaran penyakit ini malah berisiko menjadikan seseorang justru rentan terpapar virus. Perasaan stres dan panik berlebihan menjadikan tubuh melepaskan hormon kortisol, yang mana dapat menekan imun badan sehingga kekebalan tubuh dapat berkurang dalam melawan kontaminasi virus.
Untuk menangkal stres di masa pandemi, Sylvi akhirnya menerapkan meditasi di rumah. Metode meditasi mindfulness ia pelajari di YouTube. Walau durasinya pendek, ia bilang meditasi bermanfaat membantunya mengelola emosi dan pikiran di tengah teror COVID-19.
Ilustrasi
Foto: dok. Getty Images
"Saya tidak berusaha menolak rasa takut itu. Tidak berusaha dibuat positif-positif, 'oh, tidak apa-apa', tidak seperti itu. Tidak juga diabaikan. Saya hanya mengenali rasa takut itu sebagai rasa takut. Dan membiarkan berapa lama rasa takut itu datang, tinggal, dan pergi," tuturnya.
Praktik meditasi mindfulness ini menekankan pada sensasi pernapasan, yang berfungsi untuk mengurangi tekanan pikiran dan stres. "Praktik meditasi mindfulness ini fokus pada pernapasan perut serta mengaktifkan otak dan mengirimkan afirmasi untuk menenangkan diri," ujar dr Skillicorn, dilansir dari Live Strong.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Plos One menuliskan, meditasi mindfulness dapat mengubah struktur otak. Berdasarkan scan MRI pada otak orang yang mempraktikkan meditasi ini, terdapat pengerucutan pada organ amigdala, bagian otak yang memanajemen emosi manusia.
Hal inilah yang menjadikan orang yang melakukan meditasi mindfulness akan lebih tahan banting serta tidak reaktif menghadapi stres. Meditasi ini tentu sangat membantu mengolah stres di masa pandemi.
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho