Foto: Dok. komunitas gowes "Sapedahar"
Minggu, 12 Juli 2020Kalau bukan karena sepeda, mungkin nama Tirta Lie tidak akan dikenal di kalangan penikmat bakmi. Pria yang mengaku sebagai pecinta bakmi ini pernah diganjar rekor MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia) sebagai Pengunjung dan Peresensi Rasa Bakmi Terbanyak. Gelar itu ia dapatkan setelah menikmati 1.000 mangkuk bakmi di Jakarta. Hampir semua kedai dan toko bakmi Tirta datangi dengan mengayuh sepeda. Jarak tempuhnya pun tidak main-main.
“Mulai pukul 05.00 WIB pagi biasanya saya sudah jalan. Dari Gajah Mada ke Kelapa Gading, Pantai Indah Kapuk, sampai ke Tangerang. Sepedaan bisa sampai 50 kilometer saya,” ujar Tirta kepada detikX. Ia rutin gowes tiga kali dalam seminggu.
Di penghujung ritual bersepeda, rasa lapar biasa mulai melanda. Tirta mencari makanan yang pas untuk memadamkan rasa laparnya. Ia tidak memilih menu sarapan seperti nasi uduk maupun bubur. Pria yang pernah membuka toko elektronik ini memilih bakmi karena porsinya yang pas. Selain itu, di pagi hari, penjual bakmi memang paling gampang dicari. Perjuangan mengayuh sepeda di bawah terik matahari terbayarkan saat menemukan kedai bakmi yang enak. Rasanya sama seperti menemukan harta karun tersembunyi.
Tirta Lie
Foto : Instagram
“Apalagi kalau lokasinya di pelosok, tapi rasanya lezat bukan main. Di situ buat saya pribadi menjadi suatu kepuasan batin,” tutur Tirta. Sejak tahun 2011, Tirta selalu mengunggah aktivitas bersepeda dan ‘berburu’ bakmi di Facebook dan blog. Kini blog milik Tirta sudah berubah menjadi situs tirtalie.com.
Sekali jalan kita bisa tiga kali makan. Ngumpul cari sarapan dulu, di tengah jalan kalau ada jajanan enak atau unik misalkan sate-satean atau goreng-gorengan kita berhenti.'
Pria yang pernah berkuliah Manajemen Bisnis di Nakano School of Business di Tokyo, Jepang, ini tak hanya memberikan ulasan atas bakmi yang ia singgahi, tapi juga rating. Jika menurutnya enak, maka toko bakmi akan diberikan 'sertifikat' tanda 'lulus tes' oleh Tirta. 'Sertifikat' ini tak main-main. Tirta mempertaruhkan namanya di situ. Dampaknya, menurut pengalaman Tirta, toko bakmi itu akan menjadi rujukan para penikmat bakmi, terutama oleh pengikut setia perjalanan kuliner Tirta. Oleh karena itu para pedagang bakmi amat menanti datangnya 'sertifikat' dari Tirta.
Sepeda telah memberikan Tirta perjalanan tak terduga sebagai ahlinya bakmi. Namun ada pula sekumpulan orang yang gemar bersepeda dalam kelompok sekaligus untuk mencari berbagai kuliner. Seperti Komunitas Gowes Kuliner di Pasuruan, Jawa Timur. Kebanyakan diikuti oleh warga asli Pasuruan. Aktivitas bersepeda kini mulai digemari di Pasuruan. M Husni Mubarok, salah satu anggota Gowes Kuliner mulai kegiatan bersepeda, atau dalam bahasa Jawa "mancal", sejak februari lalu.
"Respon warga Pasuruan bagus sekali. Malah kegiatan bersepeda ini bisa menjadi ikon Kota Pasuruan. Kalau ada pesepeda dari daerah lain mau mancal, biasanya bisa kita temani,” kata Husni saat dihubungi detikX. Dalam sekali acara gowes setiap minggunya, bisa diikuti lebih dari 40 orang.
Para anggota Komunitas Gowes Kuliner Pasuruan, Jawa Timur
Foto : Dok Komunitas Gowes Kuliner Pasuruan
Tujuan favorit peserta gowes salah satunya adalah Pemandian Alam Umbulan Pasuruan. Pemandian alam yang airnya dikenal sangat jernih dan segar. Sebelum berangkat, peserta gowes berkumpul di Rumah Makan Lesehan Bu Anis. Akan ada arahan singkat mengenai rute dan medan yang akan dilalui. Selain itu, peserta juga mengisi perut dengan makanan favorit Pasuruan. Salah satunya yaitu nasi jagung dengan berbagi lauk.
“Paling favorit kalo di kalangan pegowes itu nasi jagung. Soalnya kalau pagi yang paling banyak buka ya itu warung nasi jagung. Jagung di-blender kecil-kecil dicampur sama nasi putih, menjes, mendol, ikan asin, telur dadar,” tutur Husni.
Mengunjungi Pemandian Alam Umbulan Pasuruan bagi pegowes ibarat paket komplit. Sambil menikmati pemandangan area persawahan, peserta bisa makan sekaligus mandi dan berenang. Di Pasuruan, rute yang dilalui memang kebanyakan area persawahan. Beda lagi dengan Komunitas Sapedahar di Bandung. Kota Kembang ini memiliki banyak perbukitan dan aera menanjak. Bagi Yuda Dwidatama, PR sekaligus peserta Sapedahar, jenis sepeda yang cocok untuk medan ini yaitu mountain bike atau gravel bike. Sedangkan untuk peserta gowes yang ingin menikmati panorama perkotaan Bandung bisa menggunakan road bike.
Semenjak virus Covid-19 melanda, area car free day masih ditutup. Komunitas yang didirikan Teguh Arif Laksono ini pun mencari rute alternatif lain. “Kita bisa gowes ke Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Cimahi atau Dago atas. Kalau ke daerah walaupun capek nanjak tapi kebayar sama pemandangannya dan udara dingin. Pulangnya juga nggak usah di-gowes,” Kata Yuda. Sapedahar biasanya berkumpul setiap Minggu pukul 07.00 WIB di depan Collars Barber.
Komunitas Sapedahar yang mengusung tagline "Low Speed High Calories" ini memang banyak diisi dengan kegiatan kulineran. Apalagi Bandung terkenal dengan berbagai kuliner enak. Waktu sarapan bisa mencoba berbagai kuliner favorit Sapedahar seperti Bubur Ayam PMI, Kupat Tahu Galunggung dan Roti Gempol. Selain itu ada juga Bacang Panas Braga yang baru jualan di sore hari. Bacang yang terkenal dengan ciri khas siraman londo alias tetelan di atas bacang hingga meluber.
“Sekali jalan kita bisa tiga kali makan. Ngumpul cari sarapan dulu, di tengah jalan kalau ada jajanan enak atau unik misalkan sate-satean atau goreng-gorengan kita berhenti dulu. Terus ditutup dengan makan siang. Yang penting kita seru-seruan aja. Hati senang, perut senang,” tawa Yuda.
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Irwan Nugroho