Foto: Hutan akasia di lahan konsesi HTI milik Sukanto Tanoto (Ibad Durohman/detikX)
Minggu, 22 September 2019Ibu kota negara pindah ke Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, mungkin tak lama lagi bakal menjadi kenyataan. Meski belum diumumkan secara resmi oleh pemerintah, areal konsesi HTI (Hutan Taman Industri) PT ITCI Hutani Manunggal (IHM) di Sepaku, yang dikuasai konglomerat Sukanto Tanoto, disebut-sebut sebagai kandidat kuat lokasi ibu kota baru itu.
Pihak perusahaan melalui Corporate Affairs Director APRIL Group, Agung Laksamana, membenarkan informasi itu. “Menurut Informasi yang kami terima, lokasi yang akan dipilih berada di dalam area PT ITCI Hutani Manunggal (IHM) yang merupakan mitra pemasok strategis dengan kontribusinya signifikan bagi PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP),” katanya, Kamis 19 September 2019.
Mas’ud, warga Desa Semoi Dua, Kecamatan Sepaku, yang wilayahnya berbatasan langsung dengan kawasan konsesi PT IHM itu seolah tidak percaya dekat rumahnya nanti bakal dibangun Istana Negara. “Kalau benar di daerah Sepaku apalagi di Desa Semoi Dua ini akan dijadikan lokasi ibu kota, kebahagiaan tersendiri bagi kami. Sedari dulu kami tidak diurus. Tersisihkan dan terabaikan dan tiba-tiba mau dijadikan ibu kota. Ini seperti mimpi,” katanya kepada detikX, Rabu, 11 September 2019.
Camat Sepaku, Risman Abdul
Foto : Ibad Durohman (detikX)
Mas’ud masih berusia 6 tahun ketika diajak bapak dan ibunya transmigrasi ke Semoi Dua (dulu kelurahan Sepaku) pada 1977. Dari Tuban, Jawa Timur, Mas’ud dan keluarganya harus menempuh perjalanan hampir satu bulan menaiki kapal Pelni menuju Pelabuhan Semayang. Dari Semayang dilanjutkan menaiki speed boat hingga Pelabuhan Kelurahan Sepaku Tiga. Menginap tiga malam di penampungan sementara, ia lalu berjalan kaki 20 kilometer menuju Semoi Dua. Di sepanjang perjalanan itu banyak transmigran menangis karena merasa terbuang. “Sambil bopong termos dan ayam kampung yang dibawa dari Jawa saya lihat ibu saya berlinang air mata sambil sesungut, menyesal karena pergi ke pembuangan,” kata Mas’ud.
Di Sepaku, di Hutan Industri yang menanam pohon akasia. Saat ini sedang dilakukan pembabatan lahan di sana."
Bukan perkara mudah menemukan unit rumah yang dijatahkan pemerintah. Selain lokasinya berada di hutan belantara, pembabatan yang dilakukan Jawatan Transmigrasi juga asal-asalan. Sehingga rumah-rumah kembali tertutupi oleh ilalang. “Kami bahkan harus menyiapkan batu untuk melemparkannya ke genteng asbes. Kalau bunyi ‘traang’ berarti itu menandakan ada rumah,” kata Mas’ud.
Bertahan hidup di desa itu juga bukan perkara mudah. Buruknya kondisi jalan menyebabkan hasil pertanian sulit dipasarkan. Sehingga banyak warga transmigran yang memilih menjadi buruh tani di luar desa atau pindah ke Balikpapan. Puncak keterpurukan ekonomi di Desa Semoi Dua terjadi pada 1992. Kala itu kondisi desa hampir kosong karena warga sudah tak tahan dan memutuskan untuk bedol desa kembali ke kampung halaman. Keadaan mulai membaik selepas tahun 1995 ketika pengerasan jalan digalakkan. Mobil pengangkut hasil tani warga sudah bisa keluar masuk desa.
Lahan hutan akasia PT IHM setelah dipanen.
Foto : Ibad Durohman/detikX
Camat Sepaku, Risman Abdul, menyebut hampir 90 persen masyarakatnya adalah transmigran yang berasal dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Mereka mulai datang secara bertahap dari 1977 sampai 1984. Jumlah penduduk Sepaku saat ini 36.300 jiwa, yang mayoritas profesinya sebagai petani. Luas wilayah Sepaku 1.172 Km persegi, atau setara dengan 35 persen dari total wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara. Dan dari luas lahan itu, yang dimanfaatkan untuk areal pemukiman dan pertanian warga sekitar 30.000 hektar. Sepaku diapit oleh lahan-lahan milik negara dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kertanegara.
Mengenai titik persis lokasi ibu kota negara, Risman belum mendapatkan informasi secara resmi dari pemerintah. Namun, menurutnya lokasi Ibukota negara berada di wilayah Sepaku. “Nah, di mana persisnya saya nggak tahu. Belakangan disebut berada di Sepaku. Nah, kalau itu bisa. Karena kan lokasinya berbatasan dengan Kukar (Kutai Kertanegara),” kata Risman kepada detikX, Rabu 11 September 2019.
Keyakinan Risman juga diperkuat dengan adanya program strategis nasional Bendungan Tengin dan pembangunan gardu induk listrik di Sepaku. “Kadang-kadang saya sedikit mulai paham, ‘oh ternyata ada rencana mau bangun ini, mau bangun itu’. Ya, saya kait-kaitkan. Berarti kajian pemindahan ibu kota ini sudah lama ini kan bendungan rencananya sudah 2-3 tahun lalu,” ujarnya.
Total area bendungan diperkirakan seluas 365 hektare dengan bangunan bendung utama seluas 80 hektar. Bendungan ini menurut Risman memiliki daya tampung 11,6 juta meter kubik dengan debit air di aliran sungai mencapai 2,4 meter kubik per detik. “Ini analisa saya. Kalau kita pikir kan bendungan itu untuk apa, ya? (kalau bukan untuk ibu kota). Kan kebutuhan minum kita seberapa sih? Kan itu berjuta juta kubik hasil airnya.”
Kantor PT IHM (Foto: Ibad Durohman/detikX).
Manajer Social Security Licence PT IHM, Mohammad Hatta (Foto: Ibad Durohman/detikX).
Pindahnya Ibu Kota ke wilayah PT IHM juga diperkuat dengan datangnya belasan pegawai Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dari 26 Agustus-11 September ke beberapa desa di Sepaku yang berbatasan langsung dengan PT IHM. Sebagaimana diketahui, selain dengan Desa Semoi Dua, PT IHM berbatasan langsung dengan Kelurahan Pemaluan, Desa Bumi Harapan, dan Desa Bukit Raya.
Kepala Desa Bumi Harapan, Kastijan, menyebut, belasan pegawai Kementerian ATR itu datang ke desanya dalam rangka melakukan pendataan. “Mereka tidak secara detail menyampaikan datangnya dalam rangka apa. Yang jelas mereka minta untuk didampingi bertemu warga untuk melakukan pendataan kepemilikan lahan,” kata Kastijan kepada detikX, Rabu 11 September 2019, di Kantor desa Bumi Harapan.
Selama seminggu pegawai Kementerian ATR itu mendatangi satu persatu rumah warga untuk menanyakan kepemilikan lahan mereka. Pendataan mesti dilakukan door to door kepada 500 Kepala Keluarga karena pihak desa belum memutakhirkan data kepemilikan lahan. “Terakhir yang kami punya pas zaman transmigrasi dulu pada 1984. Saat ini pasti sudah banyak berubah karena pertumbuhan penduduk,” ucap Kastijan.
Menurut Kastijan, Bumi Harapan adalah desa terakhir yang didata rombongan pegawai Kementerian ATR setelah sebelumnya mereka menyambangi Pemaluan dan Bukit Raya. “Saya tidak tahu apakah lokasi ibu kota terindikasi di PT IHM atau bagaimana. Yang jelas yang didatangi pegawai kementerian itu adalah desa-desa yang berbatasan langsung dengan PT IHM. Analisa saya memang di PT IHM selain karena milik negara. Lokasinya juga trategis.”
Sumber detikX di lingkungan pejabat pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara menyebut bahwa titik ibu kota baru itu berada di Kecamatan Sepaku, di kawasan Hutan Industri tanaman akasia. “Di Sepaku, di Hutan Industri yang menanam pohon akasia. Saat ini sedang dilakukan pembabatan lahan di sana,” kata sumber itu.
Kepala Desa Bumi Harapan, Kastijan
Foto : Ibad Durohman/detikX
detikX lantas menelusuri di mana lokasi HTI tanaman akasia itu. Setelah menanyakan ke beberapa pejabat desa, mereka semua menjawab bahwa satu-satunya HTI di Kecamatan Sepaku yang menanam akasia adalah PT IHM. Kami pun mendatangi Main Office PT IHM yang jaraknya kurang lebih 4 Km dari Kantor Desa Bumi Harapan. Dari gerbang masuk perusahaan ke main office jaraknya kurang lebih 2 Km. Dari gerbang masuk sudah tampak kira-kira ratusan hektar lahan pohon akasia sedang dibabat.
Menurut Manager Social Security Licence PT IHM, Mohammad Hatta, pembabatan ratusan hektar pohon akasia di lokasi perkebunan tidak berkaitan dengan masalah titik ibu kota baru. “Ini panen rutin tahunan kami. Tidak berkaitan dengan ibu Kota,” kata Hatta kepada detikX, Rabu 11 September 2019.
Mengenai lokasi ibu kota yang disebut-sebut berada di lokasi perusahaannya, Hatta bilang belum mendapatkan informasi resmi terkait hal tersebut. Namun, memang pernah beberapa waktu yang lalu ada petugas Kementerian ATR mendatanginya dan meminta izin untuk meninjau lahan. “Waktu itu mereka tidak menjelaskan detail keperluannya apa. Mereka hanya meminta izin untuk melakukan pemantauan untuk penanggulangan bencana,” kata Hatta.
Menurut Hatta, areal konsesi perusahaannya seluas 163.000 hektar dan sudah mulai beroperasi sejak tahun 1993 dan masih memiliki izin konsesi hingga 21 tahun mendatang. Namun, Agung Laksamana menegaskan, pihaknya siap mengembalikan lahan konsesi HTI tersebut ke pemerintah. Perusahaan masih menunggu tindak lanjut dari pemerintah. "Kita tunggu arahan pemerintah selanjutnya. Kami optimis pemerintah punya solusi bagi kami," kata Agung.
Reporter/Penulis: Ibad Durohman
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Irwan Nugroho