Ilustrasi : Edi Wahyono
Sabtu, 21 September 2019Sudarto mengambil telepon selular warna perak yang bergelantung di tas selempang miliknya. Warna yang sudah kusam menandakan ponsel itu tak lagi muda. Buramnya kaca layar dengan baret-baret tipis semakin menegaskan usia ponsel jenis Samsung GT-C3350 itu. "Ini handphone outdoor jadi sengaja saya taruh di luar tas," ujar Sudarto sambil menyodorkan ponsel itu pada detikX di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (17/9) lalu.
Ponsel jadul produksi pabrikan dari "negeri ginseng" itu salah satu koleksi utama Sudarto yang lebih dikenal dengan panggilan Masato. Tak sekedar buat koleksi, ponsel tersebut jadi andalan lelaki berusia 42 tahun itu dalam menunjang aktivitasnya saat bekerja di sebuah perusahaan biro jasa, terutama saat melakukan atau menerima panggilan suara.
Memang dia juga punya smartphone atau telepon pintar di dalam tasnya. Namun dibandingkan dengan telepon pintar yang sudah terhubung ke internet itu, menurut Masato, ponsel jadul punya kelebihan yang membuat penggemar fanatiknya sulit membuangnya. Terutama soal daya tahan baterai. Ponsel jadul bisa bertahan dua hari dengan penggunaan normal. "Bahkan kalau buat standby saja bisa hampir seminggu," ujarnya. "Nah kalau HP kekinian yang satu ini buat online saja, cek Facebook atau Whatsapp."
Merawat ponsel jenis ini juga cukup mudah karena suku cadang hingga baterainya masih melimpah.
Tak hanya memakai Samsung outdoor seri jadul, Masato juga sangat fanatik dengan ponsel Nokia 5110. Pada masa jayanya ponsel yang pertama kali dirilis tahun 1998 tersebut dikenal dengan julukan "HP Sejuta Umat". "Pengoperasian HP ini memang sangat mudah dan casingnya gampang diganti-ganti," ujar Ketua Komunitas Handphone Jadul Jakarta atau Hajaka itu sambil memperlihatkan ponsel 5110 dengan casing berwarna kuning miliknya.
Ponsel 5110 andalannya itu pun pernah dimodifikasi. Masaro membuat antena tambahan sepanjang 1 meter, lampu layarnya dibuat beraneka warna, bahkan casing atau sarungnya pun dibuat lebih kuat dan tahan air. Ia menyebut kadang-kadang ponsel itu masih tetap dipakainya pada waktu-waktu tertentu. "Merawat ponsel jenis ini juga cukup mudah karena suku cadang hingga baterainya masih melimpah," ujarnya.
Msato (topi biru) bersama anggota komunitas HP jadul
Foto : Dok. Pribadi Masato
Namun ada juga ponsel jadul yang suku cadangnya tak lagi banyak tersedia. Karena itu, mau tidak mau para pecintanya akhirnya bergabung dalam komunitas. Dalam wadah itu, selain tukar menukar informasi soal suku cadang, mereka juga berdiskusi soal solusi "penyakit" ponsel seperti misalnya tangkapan sinyal yang mulai melemah. "Kalau ternyata tidak ada sparepart lagi terpaksa di-kanibal," ujarnya. "Baterai pun bisa diakali, cangkang pakai yang lama isinya ditukar dengan isi baterai ponsel jenis lain yang masih bagus."
Tak hanya Masato yang bergabung dalam komunitas masih memakai ponsel jadul. Dicky Octaviyanto, asal Semarang sehari-hari membawa "ponsel bodoh" keluaran Nokia berwarna biru tua yang dibeli hampir satu dasawarsa lalu. "Masih dipakai buat nerima telpon kerjaan meski sekarang agak tergusur dengan Whatsaap," ujar lelaki yang bekerja di salah satu perusahaan telekomunikasi itu. "Sekarang fungsinya tambah satu buat dengar radio ha-ha-ha.."
Pengamat teknologi ponsel, Herry Setiadi Wibowo menyebut bagi para pecintanya ponsel yang dikategorikan jadul itu biasanya tak diproduksi lagi sejak satu dasawarsa lalu. Umumnya masih menggunakan layar monokrom dengan teknologi jaringan 2G. "Ya meski teknologinya sudah ketinggalan alasan ponsel itu masih bertahan karena ada nostalgia di situ, bisa membangkitkan kenangan lama," ujar lelaki asal Surabaya itu pada detikX.
Ponsel jadul pun punya kelebihan khas terutama bagi konsumen yang membutuhkan dan mementingkan panggilan suara dalam jangka waktu lama. Bentuknya yang relatif kecil lebih pas di genggaman dibanding telepon pintar. "Dalam genggaman lebih enak," ujar Herry SW. "Baterainya juga jauh lebih awet. Misalnya smartphone mereka kehabisan baterai jadi tak bisa dihubungi lewat email atau chat tetap bisa dikontak lewat voice call."
Ada alasan lain lagi mengapa ponsel lawas masih tetap diminati di tengah semakin membanjirnya pilihan ponsel pintar. Herry SW yang juga dikenal sebagai pengulas gadget menuturkan ada kelompok masyarakat yang mulai khawatir akan kecanduan telepon pintar. Konsumen jenis ini kemudian akhirnya memilih ponsel jadul atau ponsel dengan teknologi terbatas. "Namun kalau di Indonesia konsumen tipe ini sepertinya tidak ada atau mungkin ada tapi sangat kecil," ujar Herry SW.
Aku buka medsos di tablet yang kutaruh di rumah. HP (jadul) ini khusus buat hal-hal pribadiku.
Awal bulan September lalu, Vice UK melansir artikel berjudul The Remarkable Return of the Burner Phone yang menyebut muncul tren anak-anak muda di Inggris menggunakan ponsel berteknologi lawas dan terbatas. Tren ini muncul atas kesadaran pada ancaman keamanan data-data pribadi saat menggunakan ponsel pintar. Salah satu anak muda bernama Alice meninggalkan iPhone dan beralih menggunakan Nokia 8110. Ponsel 8110 pernah dikenal dengan "HP Pisang".
Ponsel legendaris ini dirilis kembali oleh Nokia dengan tambahan fasilitas kamera sederhana dan layar berwarna. Alasan utamanya yaitu karena persoalan keamanan data pribadi. "Smartphone itu bagaikan buku harian yang diunggah ke cloud dan dijual ke pengiklan," ujar perempuan yang tinggal di London itu. Ia juga mengaku merasa lebih bebas setelah memakai ponsel jadul. “Rasanya lebih aman karena gadget ini enggak mengumpulkan dataku,” ujarnya. “Aku buka medsos di tablet yang kutaruh di rumah. HP (jadul) ini khusus buat hal-hal pribadiku."
Anak muda lainnya bernama Remi memilih memberikan ponsel pintarnya pada temannya. Ponsel pintar menyebabkan dirinya kecanduan membuka Instagram dan berbagai aplikasi lainnya. "Puasa smartphone ternyata enak juga," ujar mahasiswi yang tinggal di Machester itu. "Daripada main HP terus, mending juga melakukan sesuatu yang bermanfaat."
Khawatir kecanduannya semakin menjadi-jadi, Remi pun memutuskan menggunakan ponsel jadul. "Saat punya iPhone aku selalu merasa bersalah setiap lupa balas chat atau berulang kali ngecek notifikasi," ujar pemudi berusia 25 tahun itu. "Otakku kayak penuh. Aku enggak bisa konsentrasi dan menyelesaikan pekerjaanku. Kalau pakai lagi, kebiasaan lamaku bakalan kumat."
* * *
Kini tak hanya soal suku cadang yang kerap jadi masalah, penggemar ponsel jadul di Indonesia terutama ponsel yang dirilis di era 90-an dan 2000-an menghadapi masalah baru. Ponsel yang mereka punyai hanya bisa dipakai pada jaringan 2G. "Sinyalnya tidak seperti dulu. Sinyalnya seperti diacak timbul tenggelam terutama HP yang single band 900 Mhz," ujar Masato.
Sejumlah operator seluler memang sudah mematikan dan merencanakan menonaktifkan jaringan 2G. Alasan mereka jumlah pelanggan yang menggunakan 2G semakin menurun. Direktur Teknologi XL Axiata Yessie D Yosetya menyebut pengguna 2G tinggal 10 persen dari total pengguna. "Penutupannya sudah dari 2018 per cluster, di 2018 kita melakukan akselerasi depresiasi untuk 2G dan itu adalah dengan melakukan shut down jaringan 2G," ujar Yessie eberapa waktu lalu seperti yang dikutip CNN Indonesia
Jaringan 2G milik XL diperkirakan akan mati secara total dalam kurun dua tahun sampai tiga tahun ke depan dan penutupan jaringan 2G nantinya akan dimodernisasi ke jaringan 4G. Namun strategi berbeda diterapkan operator lainnya Telkomsel. Operator ini justru lebih memilih mematikan jaringan 3G ketimbang menutup jaringan 2G. Kebutuhan akan jaringan 2G dilihat masih ada.
"Diberbagai kesempatan kami sering berteriak Save 2G," ujar Masato. Seolah enggan beranjak dari kenangan masa lalu, para pecintanya masih berharap ponsel jadul masih bisa melekat erat dalam genggaman. "Tapi kalau ternyata semua operator memutuskan dihilangkan, ya terpaksa HP ini jadi pajangan saja."
Penulis: Pasti Liberti Mappapa