INTERMESO

Lawan Hantu
dengan Jarimu

"Hantu-hantu Indonesia mendunia lewat game horor yang dikembangkan pengembang lokal."

Ilustrasi: Edi Wahyono

Senin, 15 Juli 2019

"Daddy... Daddy...," Rudy mendengar lamat-lamat suara anak perempuannya memanggil. Dia menjelajahi semua kamar di rumah mewahnya untuk mencari anaknya itu. Ternyata bukan Nisa si anak yang ditemuinya. Sosok mengerikan berwajah perempuan rambut panjang dengan jubah panjang terbang menghampiri.

Untungnya ini bukan kisah nyata. Adegan menyeramkan itu masuk dalam sebuah game berjudul Pulang Insanity, yang diproduksi Ozysoft. "Game ini bercerita soal pesugihan yang dilakukan Rudy untuk mendapatkan kekayaan namun harus mengorbankan keluarganya," kata Fahrurrozy Yasin, Chief Operating Officer Ozysoft, kepada detikX di sela-sela pergelaran Game Prime 2019 di Jakarta, Sabtu, 13 Juli 2019.

Perjalanan pengembangan game Pulang Insanity dimulai hampir tujuh tahun yang lalu. Waktu itu, Fahrurrozy atau Ozy sudah merancang beberapa ide cerita yang diimpikannya jadi sebuah game. Ozy kecil memang maniak bermain game. Beruntung, orang tuanya mendukung hobi itu dengan membelikan konsol game terbaru. "Saya belajar membaca pun dengan bantuan game. Saya punya cita-cita, karena suka game, mengapa tidak bikin game," ujarnya.

Game pertamanya baru terwujud menjelang memasuki sekolah menengah atas (SMA). Libur panjang seusai Ujian Nasional dimanfaatkan Ozy untuk membuat game 3D yang diberi judul Pulang. Dia menggunakan Unity sebagai mesin untuk menjalankan game ini. Game sederhana dengan cerita soal buruknya halusinasi narkotika tersebut berhasil dituntaskannya dalam waktu dua minggu.

Antusiasme pengunjung Game Prime 2019 mencoba Pulang Insanity
Foto: Pasti Liberti/detikX


Berbulan-bulan kami lakukan itu agar tempat yang ada di Insanity benar-benar mirip dengan dunia nyata."

Pulang versi pertama itu dirilisnya secara gratis. Dia membagikan file melalui Google Drive yang bebas diakses. "Saya lihat ada sekitar 5.000 kali download. "Dengan ukuran remaja seusia saya waktu itu angka tersebut sudah bikin bahagia dan menambah semangat baru untuk bikin yang lebih baik," kata Ozy. "Waktu itu nama Ozysoft mulai saya pakai."

Ozy mengaku ilmu mengembangkan game dipelajarinya secara otodidak. Saat usianya menginjak 10 tahun, Ozy mulai belajar bahasa pemograman sederhana. Belakangan, abangnya, yang kemudian berkuliah di jurusan teknik informatika, membantunya dengan menyediakan buku-buku. "Kalau dia pulang dari kampus, saya baca-baca bukunya, karena saya suka yang berhubungan dengan komputer," ujarnya.

Pemuda yang kini berusia 22 tahun itu lahir dan besar di Tanah Grogot, Kabupaten Paser. Sebuah kota di bagian selatan Kalimantan Timur yang waktu tempuhnya hampir setengah hari perjalanan dari ibu kota provinsi. Tinggal jauh dari kota besar dan terbatasnya akses internet tak memupuskan semangat Ozy untuk menyempurnakan game ciptaannya.

Masuk SMA, dia mulai mengembangkan game keduanya yang diberi judul Pulang Insanity. Dua artis komik lokal pun digandengnya untuk menyempurnakan. Prototipenya lantas dibawa ke ajang Indonesia Game Show 2014 di Jakarta. Tanpa diduganya, game itu menyabet gelar Best Favourite Game pada ajang tahunan tersebut. "Tahun berikutnya saya coba masukkan ke Steam Greenlight," kata Ozy.

Steam Greenlight merupakan sistem kurasi konten berdasarkan dukungan komunitas untuk menentukan apakah game tersebut layak diperjualbelikan melalui Steam. "Pulang menempati urutan 55 hasil voting komunitas game. Sebenarnya sudah bisa masuk Steam," katanya. "Sayang, waktu itu saya belum mampu menyelesaikan proyeknya. Jadi masih prototipe."

Fahrurrozy Yasin (kiri) bersama YouTuber game MiawAug alias Reggy Prabowo (tengah) 
Foto: dok. pribadi Ozy

Lepas dari SMA, Ozy mulai menseriusi pengembangan game. Dia memilih tidak melanjutkan ke bangku kuliah. Bersama timnya, Ozy mencari proyek yang berhubungan dengan industri digital, seperti pembuatan aplikasi dan animasi 3D. Hampir dua tahun lamanya game Pulang Insanity yang baru setengah jadi itu tak tergarap.

Baru ketika bertemu dengan Lisun Chang, seorang pengusaha dan pimpinan Sinar Terang Mulia Group di Kalimantan Timur dalam sebuah forum startup, semangat melanjutkan game itu kembali menggelora. Lisun, yang kemudian membantu kegiatan operasional studio itu, memberi semangat dengan menyebut pengembangan game merupakan industri yang batasnya adalah langit alias nyaris tak berbatas.

Sejumlah riset mereka lakukan, terutama setting beberapa tempat yang akan dimasukkan dalam game tersebut. "Kami keluar-masuk ke kampung dan pedalaman. Selain cari narsum, juga setting tempat," kata Ozy. "Berbulan-bulan kami lakukan itu agar tempat yang ada di Insanity benar-benar mirip dengan dunia nyata." 

Garapan game juga memasukkan unsur-unsur tradisional Indonesia, khususnya karakter cerita-cerita horor dari Kalimantan. Mereka memasang Kariyau, hantu bersayap yang lompat dan terbang dari pohon ke pohon. "Kalau menurut cerita lokal, Kariyau ini bisa membuat manusia yang masuk ke hutan tersesat," kata Ozy.  

Setelah melewati proses pematangan selama lebih dari setahun, Pulang Insanity akhirnya dirilis dalam versi demo pada akhir Juni 2019 melalui Steam. Dalam seminggu pertama, game ini diunduh dari 36 negara. "Mereka kasih feedback positif. Mereka suka game-nya. Termasuk saran memperbaiki beberapa flow. Tapi saya rasa itu wajar untuk membuat game ini lebih baik," ujar Ozy.

DreadOut di ajang Game Prime 2019
Foto: Pasti Liberti/detikX

Hantunya masih berdasarkan folklore Indonesia, seperti pocong, genderuwo, kuntilanak, palasik."

Ozy mengaku sebagai seorang penggemar game horor kelas berat. Dia mencoba hampir semua game horor di beberapa generasi konsol. Sebagai pengembang game, memproduksi game genre tersebut juga menguntungkan. "Market-nya ada dan ekosistem game horor ini hidup, meski memang lebih didominasi pasar di luar Indonesia," katanya.

Karena mengincar pasar luar negeri, terutama di Amerika, Eropa, dan China, Ozy membuat percakapan dalam game Pulang Insanity memakai bahasa Inggris. Tak tanggung-tanggung, sejumlah artis alih suara asal Amerika Serikat direkrut. "Perekamannya dilakukan di sebuah studio di Texas. Mereka berpengalaman sebagai dubber di film animasi," kata Ozy.  

September mendatang, game dengan genre psychological survival horror untuk dimainkan pada platform personal computer (PC) itu direncanakan rilis secara utuh. Namun, sebelumnya, Ozy akan mengenalkan game ini kepada publik Eropa dalam perhelatan Gamescom 2019 di Koln, Jerman pada akhir Agustus. "Di sana kami akan bawa sesuatu yang spesial dan eksklusif dari Pulang Insanity," kata Ozy.

Game horor produksi pengembang lokal Indonesia memang mencuri perhatian di sejumlah kawasan. Sekuel game DreadOut, misalnya, termasuk game horor veteran yang diproduksi pengembang game lokal Indonesia Digital Happiness di Bandung. Ide ceritanya seorang siswi SMA terkurung di gedung sekolahnya yang angker. "Awalnya bernama Jurig Escape. Ketika masuk forum Kaskus, sambutannya luar biasa," ujar Community Manager Digital Happiness Andre Agam Pamukas.

Pengembangan DreadOut sempat terbentur sangat rampingnya ketersediaan anggaran. Rachmad Imron, pendiri Digital Happiness, memutuskan mengikuti kampanye penggalangan dana lewat layanan urun dana (crowdfunding) Indiegogo. Mereka menargetkan mendapatkan USD 25 ribu dalam waktu sebulan. Ternyata hasilnya melampaui ekspektasi. Lebih dari 500 orang jadi donatur dengan jumlah sumbangan USD 29 ribu.

Berkat sumbangan itu, DreadOut resmi dirilis pada Mei 2014. Sebagai bentuk imbalan, para donatur besar diberi berbagai pernak-pernik tokoh utama DreadOut bernama Linda. Ratusan penyumbang lainnya wajahnya diabadikan dalam karakter hantu bernama Sewu Rupo. "Kami realisasikan mimpi mereka (penyumbang) punya hantu," ujar Andre.

Studio Digital Happiness di Bandung
Foto: Pasti Liberti/detikX

DreadOut sukses merebut hati penggemar game horor di Eropa, Asia Timur, dan Amerika bagian utara. Game ini diunduh lebih dari sejuta kali. Mengikuti kesuksesan itu Digital Happiness meluncurkan DreadOut: Keepers of the Dark pada Maret 2016. Kemudian dilanjutkan DreadEye Virtual Reality pada November 2017.

Tahun ini Digital Happiness menyempurnakan DreadOut untuk dirilis akhir tahun ini atau awal tahun 2020. Andre menyebut akan ada perbaikan kualitas grafis dan penambahan karakter hantu pada game yang diberi judul DreadOut 2 itu. "Musuh yang baru pasti lebih seram karena gambar lebih bagus," katanya. "Hantunya masih berdasarkan folklore Indonesia, seperti pocong, genderuwo, kuntilanak, dan palasik."     

Digital Happiness tampaknya masih akan setia bermain di game genre horor untuk tahun-tahun mendatang. Menurut Andre, masih cukup banyak cerita dan karakter yang bisa dieksplorasi pada DreadOut Universe. "Selama ini kami cukup sukses menyampaikan mitos-mitos horor Indonesia ke luar."


Reporter/Editor: Pasti Liberti
Desainer: Luthfy Syahban

[Widget:Baca Juga]
SHARE