Foto : Salah satu kegiatan Kelas Cinta (Dok Kelas Cinta)
Jumat, 21 Juni 2019Cuaca cerah tak mampu menutupi muramnya hati tiga lelaki muda yang sedang meriung di sebuah kafe. Tak tampak sedikit pun semburat senyum di bibir mereka. Kei Savourie, Lex dePraxis dan Jet Veetlev, serius saling curhat masalah percintaan mereka. Saat itu usia ketiga pria ini masih berkisar di 20an awal. Masa di mana mereka sedang semangat-semangatnya mencari pasangan.
Sayangnya, langkah mereka selalu bertemu dengan momok yang paling ditakuti para jomlo sedunia. Pemuda-pemuda ini rupanya "berjodoh" dengan lingkaran setan bernama friendzone alias zona teman. “Kisah percintaan kami bertiga sedih, nggak ada yang mau pokoknya, ditolak terus, masuk friendzone terus. Boro-boro diselingkuhin, pacar aja nggak punya,” seloroh Kei saat ditemui detikX beberapa hari lalu.
Kei menyebut segala upaya sudah dilakukan untuk mendapatkan si dia. Mereka rela jadi bucin alias budak cinta. Cewek yang ditaksir pun hanya menjadikan mereka tempat curhat saja. "Saya alami jadi dukun curhat kalau saya bilang, curhat masalah cowoknya, mantannya lah atau cowok yang dia taksir atau memang cowoknya," kata lulusan Universitas Trisakti jurusan Desain Komunikasi Visual ini. Diam-diam Kei dan Lex berharap, sang gebetan itu menyadari mereka yang selama ini selalu ada di sampingnya.
Dalam pergaulan, mereka ini sebetulnya bukanlah antisosial. Kei misalnya, merupakan mantan anak band. Prestasinya dalam bidang pelajaran pun selalu mentereng. Saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), Kei pernah berpacaran dengan seorang perempuan yang sudah lebih dulu naksir dengan dirinya. Layaknya cinta monyet, hubungan asmara dua anak remaja ini tak berlangsung lama.
Setelah itu, kisah cinta Kei hanya diisi penolakan dan kesialan. Bantuan berupa aplikasi percakapan dan media sosial yang populer pada zaman itu seperti mIRC dan Friendster, tak membuahkan hasil. “Something is wrong. Kami ini cowok baik-baik semua. Tapi wanita kok nggak suka sama kami," kata Kei. "Mereka malah suka sama cowok berandalan yang suka berantem di sekolah, kasar, suka ngomel, dan nilai jeblok. Cewek mikirnya apa sih? Kita bingung dan kesel banget.”
Coach Kei Savouire mengarahkan puluhan peserta di Loveable Lady Studios.
Foto : Dok. Kelas Cinta
Menghadapi problem yang sama, Kei, Lex, dan Jet yang berkenal di sebuah forum online akhirnya sepakat kopi darat. Dari hasil curhat dari kafe ke kafe mereka sepakat mulai mencari jalan keluar masalah percintaan yang membelit. Karena semua memiliki hobi membaca, mereka memulai dengan riset. Segala macam bahan bacaan dilahap baik yang didapatkan dari internet maupun dari berbagai buku referensi dari luar negeri.
Dari hasil riset, menurut Kei, mereka menemukan kesalahan mendasar terkait pola pikir pria ketika mendekati perempuan. Selama ini kaum pria menyangka perempuan itu lebih memilih pasangan yang memiliki paras ganteng, punya kelakuan baik, dan rela berkorban. "Ternyata ketika wanita melihat seorang pria, maka ia akan melihat sosok pria yang jantan bukan ketulusan," kata Kei. "Ia (wanita) akan melihat cowok yang percaya diri, tegas, manly. Bukan berarti harus punya body yang besar dan berotot, tapi kelihatan-lah dari cara duduknya, cara jalannya, ada percaya diri."
Setelah merasa ilmu yang didapatkan sudah memadai, mereka pun mulai mempraktekan teori-teori itu untuk diri sendiri. Tak butuh lama bagi Kei untuk mendapatkan pasangan yang diidamkannya. Begitu pula dengan dua kawan yang kemudian jadi sahabatnya. “Jadi yang selama ini kami omongin dan lakukan dikira cuma opini belaka atau asbun. Padahal ada bahan risetnya. Makanya kami bisa bilang bahwa ternyata cinta itu logis, ada pattern yang bisa diamati dan dipelajari,” ujar Lex dePraxis.
Keberhasilan mengatasi permasalahan asmara dengan teori yang dipelajari sendiri, membuat ketiganya melihat sebuah peluang bisnis. "Kalau di luar negeri, terutama di negara barat konsultan semacam ini sudah banyak. Kami banyak belajar dari mereka. Mereka training tapi bukan biro jodoh loh, ya," ujar Kei. Mereka pun menyepakati membuat sebuah lokakarya tentang asmara.
Pengumuman soal acara itu mereka sebar lewat milis-milis dan di kolom komentar sejumlah blog. Ternyata acara pertama mereka di Februari 2006 itu hanya dihadiri satu orang peserta. "Uang kontribusi Rp 200 ribu buat makan. Tapi senang banget pertama bisa dapet," ujar Kei. Memang waktu itu mereka masih bergelut dengan pekerjaan masing-masing dan pelatihan itu dijadikan sambilan saja. Namun mereka berkomitmen pelatihan harus digelar tiap bulan.
Coach Lex dePraxis mempraktekan cara mendekati perempuan.
Foto : Dok Kelas Cinta
Bulan berikutnya jumlah peserta yang mendaftar lokakarya cinta itu bertambah dan semakin bertambah. Akhirnya mereka mencoba membuat acara lebih besar yang rupanya dihadiri sampai 40 peserta. "Kami ngerti cowok-cowok yang stres karena jomlo ini banyak banget," ujar Kei. Mereka menamakan pusat edukasi percintaan khusus pria itu dengan sebutan Hitman System. "Jadi kita ngajarin cowok buat nggak takut kenalan. Misalnya kalau ada ketemu (cewek) yang lucu di cafe ajak kenalan dengan cara yang fun."
Kami ngerti cowok-cowok yang stres karena jomlo ini banyak banget
Saat itu sangat sulit bagi mereka untuk memperkenalkan Hitman System. Masih banyak orang yang menganggap aneh tentang konsep bahwa cinta bisa dipelajari. “Kita dari kecil sudah sering dengar dan baca atau nonton kisah percintaan. Bahwa oh cinta itu pengorbanan, harus saling mengerti. Jadi merasa lucu kalau orang harus sekolah, konsultasi, ikut kelas soal cinta,” kata Kei.
Bahkan saat itu ada orang tua yang mengirimkan email protes kepada mereka. “Dulu kan kita suka kirim milis melalui email. Lalu ada orang tua yang membalas, 'Tolong berhenti kirimkan email sesat ini pada anak saya, karena yang diajarkan kalian itu pembodohan, cinta itu tidak bisa dimengerti jangan coba dibuat teorinya',” ujar Lex dePraxis menirukan isi email itu.
Semakin lama jumlah penggemar seminar cinta ala Kei dan dua kawannya itu bertambah. Tak terbatas pada lelaki saja. Kaum hawa pun meminta pelatihan sejenis. Akhirnya kelas untuk perempuan digelar pertama kali pada 2012. "Awalnya juga cuma gathering, sharing," kata Kei. Belakangan kelas perempuan juga dibuat seminar berbayar bernama Lovable Lady yang diadakan dalam format tiga kali dalam setahun.
Program Lovable Lady kata Kei punya target membenahi pola pikir kaum perempuan dalam membangun relasi. "Perempuan harus sayang sama diri sendiri, percaya diri tinggi dan nggak ngarep sama cowok," kata Kei. Selama ini dalam pandangan konvensional perempuan enggan memulai perkenalan dengan lawan jenisnya. "Gengsi buat ngajak ngobrol duluan. Akibatnya ya lama banget ketemu pasangan yang paling terbaik. Cuma karena pikiran bahwa cewek nggak boleh maju duluan itu berakibat panjang sampai seluruh hidup."
Kegiatan seminar Kelas Cinta.
Foto : Dok Kelas Cinta
Kegiatan Hitman System dan Lovable Lady ini kemudian dipayungi dalam satu pusat edukasi bernama Kelas Cinta. "Kami sebutnya kelas karena ini bukan opini kita, kita based on science," ujar Lex. Lex pernah berguru pada John Gotmann, seorang peneliti dan klinisi psikologi Amerika yang ahli dalam hubungan rumah tangga. "Gottman itu scientific banget. Dari semua researcher (psikologi) dia godfather-nya. Saya banyak ambil model dari dia yang juga saya ajarkan ke orang-orang."
Kei mengklaim Kelas Cinta merupakan pusat edukasi percintaan pertama di Indonesia. Produk utamanya khusus kaum pria berlangganan kelas online selama setahun. Kelas online diberi fasilitas materi yang bisa ditonton di mana saja, kurikulum, serta podcast. Kelas Cinta juga membuka kelas privat berdasarkan permintaan. "Selama 3 hari digembleng langsung founder. Kita ajak praktik langsung ke mall atau kafe, online atau offline," ujar Kei. Sementara untuk perempuan, Kelas Cinta tetap mempertahankan seminar.
Belakangan para "dokter cinta" di Kelas Cinta juga sudah merambah masalah hubungan saat pacaran dan pernikahan. Biasanya mereka yang punya masalah akan mengikuti sesi konsultasi pribadi dengan pasangan. Layaknya berkunjung ke dokter, setiap pasangan yang datang akan dilengkapi dengan 'kartu pasien' berisi riwayat masalah mereka. “Selain pasangan, impian kita bisa approach pemerintah," kata Lex. "Untuk membantu orang Indonesia supaya nggak sembarang pacaran atau nikah, karena akan berefek ke kehidupan selanjutnya.”
Lex menuturkan Kelas Cinta mengajarkan soal kesetaraan dalam membangun relasi pria dan perempuan. Ia mencontohkan rumah bukan hanya domain perempuan. "Rumah itu domain keduanya. Saat laki-laki pulang kerja, dia harus punya willing dan niat untuk tanya 'how can I help?' itu wajib. Kalau ada suami yang menolak ikut campur, di sini nih yang kontroversi. Kalau ada cowok kayak gitu namanya nggak bertanggung jawab, kalau masih pacaran buang aja. Maksud kita keras bukan cari gara-gara. Karena kita lihat ini tidak sehat."
Reporter & Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Pasti Liberti Mappapa
Desainer: Fuad Hasim