INTERMESO

Igauan Khairen dan Mesin Ketik

“Akun anonim banyak yang bikin dengan desain yang bagus-bagus. Kalau gua bikin yang sama apa dong pembedanya"

Foto : dok. pribadi J.S. Khairen

Senin, 27 Mei 2019

Di zaman iPhone dan Android ini, barangkali hanya tinggal Jombang Santani Khairen seorang, penulis yang masih setia menggunakan mesin tik. Tak cukup satu, dia bahkan mengoleksi lima mesin ketik sekaligus. Khairen, begitu disapa oleh pembacanya, membeli mesin tik pertamanya di sebuah toko perkakas lawas di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Mesin ketik itu ia beli dalam kondisi rusak. Beruntung masih bisa ia perbaiki dengan bantuan Google Assistant alias 'mbah' Google.

Ketika hasrat menulisnya tengah bergelora, Khairen memangku tubuh mesin ketiknya yang warnanya sudah mulai menguning. Dia lantas memasukkan selembar kertas kosong melalui rol atau gandaran. Suara bilah-bilah mesin ketik yang khas saat beradu dengan kertas dengan jari jemari bak musik pengiring saat dia mencurahkan isi kepalanya. Sesekali Khairen menggeser dan memutar gandaran untuk memindahkan paragraf.

“Kalau menulis di laptop atau komputer kita sering menghukum diri sendiri dengan backspace. Kita menghakimi tulisan sendiri jelek. Tapi kalau di mesin ketik nggak bisa diedit, terima apa adanya. Draft pertama mau jadinya seperti apa nggak masalah,” kata pria kelahiran 23 Januari 1991 ini.

Meski rutin menggunakan mesin ketik, Khairen tentu masih mengandalkan komputer dan printer untuk karyanya yang dijual di toko buku. Khairen menggunakan mesin ketik untuk membuat konten yang saat ini tengah naik daun di Instagram, yaitu Instapoet atau Quote. Para milenial menggunakan sarana ini untuk mewakili dan mengungkapkan curahan perasaan mereka yang terpendam.

“Akun anonim banyak yang bikin dengan desain yang bagus-bagus. Kalau gua bikin yang sama apa dong pembedanya. Apa yang mereka nggak punya? Di situ gua kepikiran untuk pakai mesin ketik,” tutur Khairen kepada detikX beberapa hari lalu.


Foto :  dok. J.S. Khairen lewat Instagram


Foto :  dok. J.S. Khairen lewat Instagram


Foto :  dok. J.S. Khairen lewat Instagram


Foto :  dok. J.S. Khairen lewat Instagram


Foto :  dok. J.S. Khairen lewat Instagram

Di Instagram penampilan merupakan salah satu jualan utama. Tak cuma kata yang jadi pemikat, tapi foto latar belakangnya juga jadi penarik mata melirik.  Para penikmat karya puisi singkat ini dapat menangkap emosi dari gambar yang menyertai tulisan. Kalimat yang sudah diketik biasanya akan Khairen foto dengan latar belakang sesuai dengan tema tulisan.

Jika sedang membahas tema romansa misalnya, secarik kertas dijepret dengan latar pasangan yang tengah berpacaran. Kala sedang menulis mengenai alam semesta, Khairen memilih latar belakang pemandangan senja di sore hari maupun langit biru di pantai di hari yang amat terik. Konsep semacam ini sukses membuat Instagram Khairen dilirik. Foto unggahan pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, ini tidak kehabisan likes setiap menitnya.

Sosial media kan etalase tempat kita menampilkan karya, dan bisa dimanfaatkan penulis untuk membangun massa'

“Sosial media kan etalase tempat kita menampilkan karya, dan bisa dimanfaatkan penulis untuk membangun massa. Setelah konsisten dengan konsep itu, tulisan gua sering direpost sama akun besar. Belum lama ini postingan gua di-respost oleh selebgram yang followersnya sudah 1 juta,” tuturnya. Khairen yang pernah diundang ke akun YouTube Raditya Dika ini merasakan kenaikan pengikut yang cukup signifikan. Jika tahun lalu akun @js_khairen hanya diikuti 6 ribu pengikut, kini sudah mendekati 100 ribu pengikut.

Di LinkedIn, Khairen punya banyak status : Author, Creative & Content Development, sekaligus Change & Strategic Management Consultant. Mungkin dia memang bukan 'penyair' seperti Joko Pinurbo, Avianti Armand, atau Mario Lawi yang besar di mimbar dan buku. Khairen lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tapi kini dia lebih akrab dengan kertas, mesin ketik, Instagram, dan kata-kata.

Instagram adalah dunia yang turut membesarkannya. Sebagai penulis generasi milenial, Khairen paham betul bahwa Instagram dan sosial media merupakan media promosi ampuh di samping promosi peluncuran buku. Terbukti novel terbaru karya Khairen berjudul 'Kami (Bukan) Sarjana Kertas', laris manis dibeli pengikut setianya. Dalam waktu satu menit saat pre-order dibuka, Khairen telah menjual lebih dari 500 novel. Di berbagai toko buku, buku karangannya ini beberapa kali masuk ke puncak buku terlaris, mengalahkan buku karya Mark Manson yang sangat populer, 'Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat'..

Sebelum sesi pre-order dibuka, Khairen memang rajin mengutip isi novel yang lantas diunggahnya ke Instagram. ''Ijazah bukan jaminan apa-apa. Memang bisa bermanfaat, tapi tak selamanya selembar kertas itu jadi penentu nasib baik,'' Khairen menulis di atas secarik kertas putih. Sesekali Khairen juga menyelipkan tulisan tangannya untuk konten Instagram.

Jombang Santani Khairen
Foto : dok. J.S. Khairen lewat Instagram

Novel yang proses penulisannya memakan waktu selama empat tahun ini disusun dengan proses riset mendalam. Khairen ngobrol mengenai kegelisahan yang dialami mahasiswa, pendidik, orang tua sampai pekerja di segitiga emas Jakarta. Novel fiksi ini memberikan gambaran tentang anak muda Indonesia. Meski mendapatkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna, kenyataannya setelah masuk ke bursa lapangan kerja banyak yang tidak berdaya atau bahkan berakhir menjadi pengangguran.

“Jangan-jangan kita nggak selalu perlu jadi sarjana, seakan-akan jadi sarjana adalah sebuah keharusan. Padahal di luar jalur kuliah, banyak pilihan yang bisa dilakukan anak muda,” Khairen menceritakan tentang novel fiksi humor karyanya yang baru terbit Februari lalu. Dalam proses penulisan novel ini, Khairen juga banyak 'berguru' mengenai penulisan, di antaranya kepada Raditya Dika dan sutradara Riri Riza.

Sambutan pembaca jauh berbeda dengan novel kisah inspiratif yang terbit pada tahun 2013 dan pertama kali ditulis Khairen. Novel berjudul 'Karnoe' ini tak terlalu ramai meski telah masuk ke toko buku besar. Novel ini bercerita tentang seorang office boy yang turun temurun mengabdikan diri di organisasi bernama Economica. Organisasi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini pernah diikuti oleh sejumlah tokoh besar, diantaranya seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani dan penulis kenamaan Tere Liye.

Khairen mulai mendapat perhatian publik setelah menulis buku mengenai mata kuliah Pemasaran Internasional oleh Rhenald Kasali. Mata kuliah ini jadi viral lantaran mengisahkan petualangan mahasiswa-mahasiswa Rhenald yang diwajibkan   mengembara ke luar negeri dan beradaptasi seorang diri. Khairen saat itu tengah menjadi asisten dosen pionir Rumah Perubahan itu. Kisah perjalanan mahasiswa berjas almamater kuning ini ditulis Khairen ke dalam tiga buku yakni buku '30 Paspor di Kelas Sang Profesor 1' , '30 Paspor di Kelas Profesor 2', dan '30 Paspor: The Peacekeepers Journey', yang terbit pada Maret 2017 lalu.

Baru-baru ini, Khairen juga menerbitkan buku berjudul 'Igauan Kita'. Isinya kumpulan puisi yang dibuatnya di Instagram. Buku instapoet ini menjadi satu-satunya karya Khairen yang ditulis menggunakan mesin ketik dan masuk ke toko buku. “Buku ini sebetulnya tidak masuk dalam rencana penerbitan buku, tapi penerbit minta gua nerbitin buku itu. Mereka lihat sedang tren dan ada pasarnya,” kata Khairen yang punya alasan dibalik memilih nama 'Igauan Kita'. “Kami sebut ini igauan, yang artinya mengigau untuk membedakan. Sebetulnya ini senandika, tapi kami bikin tag baru. Kami ajak pembaca mengigau juga tentang segala kerisauan hidup.”


Reporter/Penulis: MELISA MAILOA
Editor: Sapto

[Widget:Baca Juga]
SHARE