Ilustrasi: Poster para caleg (Rifkianto Nugroho)
Rabu, 15 Mei 2019Bisa lolos menjadi anggota dewan dengan perolehan suara dukungan sebanyak 2.605 bukan perkara mudah bagi Rara Agustin. Apalagi mojang guelis berusia 28 tahun asal Ciamis, Jawa Barat, ini bertempur di ‘zona setan’.
Caleg DPRD Kabupaten Pangandaran dari PDI Perjuangan ini harus berebut suara dukungan dengan 80 caleg lainnya dari berbagai partai politik di daerah pemilihan (Dapil) 2, yaitu Kecamatan Padaherang dan Mangunjaya.
Di Dapil 2, kuota kursi yang diperebutkan ada 10 kursi. Dan beratnya lagi, ada 10 caleg incumbent alias petahana juga yang tentu ingin menang lagi. Rara sendiri harus bertarung dengan dua caleg senior petahana dari 20 caleg asal PDI Perjuangan.
Akhirnya, dari Dapil 2, tiga caleg asal PDI Perjuangan lolos, termasuk dirinya. Dan Rara sendiri memperoleh suara terbanyak kedua setelah caleg dari Partai Golkar.
“Saya rasakan Dapil 2 itu paling ya ‘zona setan’ lah ibaratnya ha-ha-ha. Karena untuk Dapil 2 itu kuota kursinya ada 10 dan petahana dari semua partai ada 10 juga,” kata Rara kepada detikX, Rabu, 8 Mei 2019.
Rara Agustin (kiri)
Foto : Dok Pribadi.
Kalau mau mendapatkan hati masyarakat ya door to door. Saya jalani selama delapan bulan. Saya jauh dari money politics selama mulai delapan bulan di tahun 2018.”
Rara mengaku menggunakan strategi kampanye dengan cara door to door atau ketuk pintu dengan bersilaturahmi mendatangi RT dan RW. Ia hanya berusaha memberikan pencerahan kepada warga bahwa pemerintah tidak bisa lepas dari politik atau identik dengan politik.
Ia juga banyak menjelaskan bahwa wakil rakyat dari partai politik yang berkoalisi dengan pemerintah sangat penting agar masyarakat bisa dipermudah dalam segala urusannya.
“Saya usahakan maksimal, saya silaturahim ke warga, saya datangi warga. Dan hasilnya, saya serahkan kepada Allah SWT. Karena memang melihat peta politiknya yang sangat padat dan sulit sekali di Dapil 2,” jelas Rara.
Rara mengaku tak mengumbar janji yang muluk-muluk ketika bertemu warga. Ia berharap dengan tatap muka dengan warga setidaknya bisa mengetahui aspirasi dari masyarakat.
Terkait kebutuhan infrastruktur, kesejahteraan, dan lain-lainnya, sudah ada dalam program pemerintah. Tinggal bagaimana para caleg dan wakil rakyat bisa membawa program itu masuk ke desa-desa dan mengawalnya.
Pertarungan di ‘zona setan’ juga dirasakan caleg termuda DPRD Kota Prabumulih dari PDI Perjuangan, Alfa Sujatmiko. Pria berusia 23 tahun ini mengaku mendapatkan tantangan berat di Dapil 3, yaitu di Kecamatan Prabumulih Timur, dalam bersaing dengan caleg-caleg parpol lainnya.
Dapil 3 adalah tempatnya berjuang merebut suara. “Luar biasa. Perang bintang. Di sana itu incumbent banyak. Rata-rata pengusaha sukses semua. Ada banyak putra daerah. Kalau saya bukan putra daerah, aku nggak bisa ngomong, karena terlalu sulit,” kata Alfa yang juga putra Ketua Komisi III DPRD Kota Palembang, HM Ali Sya’ban.
Sama seperti rekan satu partainya Rara, Alfa juga menggunakan pendekatan kampanye door to door mendatangi rumah-rumah warga. Dengan moto-nya ‘Menangis dan Tertawa Bersama Rakyat’, Alfa bicara dari hati ke hati dengan warga.
Alfa Sujatmiko saat mendatangi masyarakat di Prabumulih
Foto : Dok Pribadi
Ia juga sering menonton rekaman pidato Bung Karno dan gaya blusukan Presiden Joko Widodo di Youtube. “Kalau mau mendapatkan hati masyarakat ya door to door. Saya jalani selama delapan bulan. Saya jauh dari money politics selama mulai delapan bulan di tahun 2018,” ucapnya.
Alfa sendiri lebih banyak mendengarkan keluhan dari masyarakat, menceritakan, dan memperkenalkan siapa dirinya. Selain itu melakukan kegiatan gotong royong, setiap hari Jum’at mendatangi masjid-masjid dan mengobrol dengan tokoh masyarakat dan warga.
Lalu apa respon masyarakat yang dikunjunginya? “Luar biasa, apalagi status aku masih jomblo. Walaupun nggak ganteng, karena brewok. Saya dipanggil Mas Brewok. Saya panggil emak-emak itu dengan sebutan bunda-bunda,” jawab Alfa tertawa.
Berbeda dengan caleg DPRD Sulawesi Selatan dari PKS, Ismail Bachtiar. Ia memang tak membuat spanduk atau baliho dalam kampanyenya. Ia lebih banyak memanfaatkan media sosial.
Tapi ia tak lupa turun langsung menemui masyarakat atau titik-titik tempat komunitas. Kepada masyarakat yang ditemuinya, Ismail membagi-bagikan program pemberdayaan seperti paket belajar untuk anak SMA.
“Jadi kita buat konten pembelajaran melalui video dan ada isi kampanye kami. Tim kami totalnya seluruhnya ada 1.800 orang. Selama tiga bulan dibentuk semuanya anak-anak muda. Nama tim saya ‘Komunitas Agen Kebaikan’,” kata Ismail kepada detikX.
Semua peralatan yang digunakan milik yayasannya di bidang pemberdayaan dan pendidikan. Banyak tantangan yang dihadapi Ismail, terkait ketidakpercayaan dan banyaknya yang masih meragukan caleg milenial seperti dirinya.
“Kamu anaknya siapa? Dari mana? Karena orang melihatnya, tiba-tiba baru masuk. Bahkan yang kita kepilih ini banyak yang tidak tahu. Kok, tiba-tiba langsung mencari tahu siapa saya,” terang lulusan Fakutas Kesehatan Unhas ini.
Ismail berjuang merebut suara sebanyak-banyaknya di Dapil Sulsel 7, yaitu daerah kelahirannya Kabupaten Bone. Di daerah itu ia satu dapil dengan tiga caleg incumbent dari Golkar, Demokrat dan Gerindra. Karena itu, ia lebih banyak membidik anak muda.
Ismail Bachtiar (kiri)
Foto : Dok Pribadi
“Anak SMA kami kumpulkan. Ajak jogging track hari Minggu, tidak ada identitas partai dengan nama Komunitas Agen Kebaikan,” imbuhnya.
Untuk modal kampanye, Ismail bersama timnya menjual berbagai merchandise seperti kaos. Ia belum bisa mengkalkulasi berapa biaya yang dikeluarkan. Tapi ia menaksir antara Rp 500 jutaan yang diambil dari koceknya sendiri dan hasil penjualan merchandise timnya itu.
Ismail bersama kawan-kawannya membangun sebuah yayasan di bidang pemberdayaan dan pendidikan yang memiliki cabang di Makassar, Bone, Kalimantan dan Papua. Yayasannya itu melatih para perawat ke luar negeri seperti Jepang, Cina dan Rusia.
“Dari partai tidak ada, dan kita juga tidak ada ngasih ke partai. Dana ini dari pribadi,” jelas Ismail.
Rara Agustin juga tak sempat menghitung dana untuk kampanyenya. Alasannya, dana yang dikeluarkannya tak terlalu besar. Apalagi strategi kampanye lebih ke door to door, sehingga tak memberikan uang transport.
“Saya itu merasanya itu harus strong dan kuat mental untuk siap kerja. Karena ketika menjadi publik figur harus terbiasa dengan haters dan sebagainya. Saya mempersiapkan diri untuk lebih kuat mental dan harus belajar lebih keras lagi karena saya baru di politik,” kata Rara yang baru tiga pekan lalu ditinggal ibunya, Hajjah Eti Hayati, untuk selama-lamanya.
Reporter/Penulis: Gresnia F Arela
Redaktur: M. Rizal
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban