Ilustrasi : Edi Wahyono
Sabtu, 23 Maret 2019Ketika Saifa El Faruqi Setiawan sedang pulang kampung ke Karawang, Jawa Barat, beberapa waktu lalu, neneknya tiba-tiba menariknya dan mengajaknya diskusi empat mata. Raut muka sang nenek yang dari tadi sumringah karena menyambut kedatangan Saifa dan kedua orang tuanya mendadak tampak serius. Saifa menduga kali ini neneknya akan menanyakan perihal calon pacar yang tidak kunjung tampak. Tapi ternyata nenek Saifa malah membahas soal Calon Presiden dan Wakil Presiden yang akan dipilih dalam Pemilihan Umum pada 17 April nanti.
“Kamu jangan pilih Jokowi karena dia orang China,” begitu kata Saifa menirukan ucapan sang nenek saat kunjungan silaturahmi beberapa waktu lalu. Saifa yang memang berniat mencoblos pasangan Calon Presiden nomor urut satu itu pun dibuat kaget. Ia terheran-heran bagaimana bisa neneknya mendapatkan informasi yang ngawur itu. Usut punya usut, ternyata kabar bohong ini sudah menyebar di kampungnya, dari telinga ke telinga, dari mulut ke mulut.
“Saat itu nenek saya percaya banget dan akhirnya Ayah saya membantu menjelaskan bahwa informasi itu tidak benar," kata laki-laki berusia 21 tahun ini. Informasi menyesatkan seperti itu ternyata begitu mudah meracuni pikiran orang. "Wah bahaya banget nih, ibaratnya orang kampung yang mengkonsumsi informasi nggak seluas kita jadi sangat mudah terpengaruh dengan hal seperti itu.”
Sebetulnya bukan sekali dua kali ini saja keluarga, kerabat dan teman-teman Saifa termakan berita bohong. Bahkan dua orang temannya pernah sampai terlibat adu jotos karena tertipu berita terkait Pemilihan Presiden. Terus menerus mendengar dan mendapat kiriman kabar-kabar menyesatkan itu, lama-lama dia jengkel juga. Ia risih menyimak narasi dan orasi-orasi yang memecah belah. Terutama akibat ulah buzzer maupun oknum dari masing-masing pasangan Capres dan Cawapres yang sibuk menyebarkan hoax dan kebencian.
Keresahan ini sering ia utarakan saat berdiskusi dengan teman-teman sebayanya di Kopi Politik, Kebayoran, Jakarta Selatan. Sesuai dengan namanya, tempat nongkrong itu menjadi satu-satunya wadah buat Saifa untuk berdiskusi dan mengutarakan pandangan politiknya, terutama terkait isu panas seputar Pilpres. Sejak mengambil jurusan Broadcasting di Universitas Pembangunan Jaya, Saifa memang mulai rajin mengikuti perkembangan politik melalui media massa.
Teman-teman diskusi dan berdebat ini rata-rata anak-anak milenial dari berbagai macam latar belakang. Ada mahasiswa dari macam-macam, ada pula pembawa acara radio streaming. Setiap minggu mereka rutin diskusi sambil menyeruput latte atau cappucino. Mereka punya pilihan Capres dan Cawapres berbeda, namun ternyata punya keresahan yang sama.
“Kok kami ngerasa buzzer dan tim sukses pasangan nomor 1 dan 2 bukannya bahas soal visi misi mereka, tapi malah sibuk saling menjatuhkan, bikin iklim politik jadi tidak enak,” kata laki-laki asal Tangerang ini. Bersama teman-temannya, Saifa terpikir membuat satu gerakan untuk menyentil kelakuan para buzzer dan oknum-oknum. “Kalau makin banyak hate speech dan black campaign, kami para milenial ini bikin deklarasi milenial golput aja, dari pada situasi makin nggak jelas.”
Baca Juga : Ketika Milenial Gemas Kepada Prabowo
Jokowi berbicara di depan anak-anak muda
Foto : Andhika/Detik.com
Kelompok anak-anak kuliahan ini mendeklarasikan gerakan Milenial Golput beberapa waktu lalu. Saifa sengaja menggunakan nama dan kata kunci yang saat ini sedang ngetren sehingga gerakannya semakin mudah terangkat ke permukaan. Saat deklarasi pada pertengahan tahun 2018 lalu, kegiatan ini sukses diliput banyak media massa. Saifa sempat khawatir orang akan salah sangka dengan nama yang mereka gunakan.
“Walaupun isi pesan-pesannya sama sekali tidak bermaksud mengajak golput. Nama itu cuma strategi. kami tidak mengajak golput, itu bukan pilihan kami. Golput bukan pilihan anak-anak milenial. Tapi kami akan cenderung golput kalau kampanye ini tidak berubah menjadi lebih baik,” Saifa menuturkan sikap dia dan teman-temannya.
Melalui gerakan ini Saifa juga ingin mengajak teman-teman milenial agar lebih peka terhadap politik. Apalagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghitung, terdapat 42 juta pemilih milenial di pemilu 2019. “Karena jujur aja selain di tempat kopi itu, diskusi politik sangat jarang. Jadi sekalian aja buat nyentil mahasiswa yang apatis. Mereka masih tinggal di rumah sama orang tua, mungkin belum merasakan langsung dampak dari kebijakan pemerintah. Buat mereka yang penting kebutuhan terpenuhi,” tuturnya.
Di tengah persiapan Ujian Tengah Semester, Saifa masih rutin memantau debat Capres dan Cawapres. Meski telah menjatuhkan pilihan pada pasangan Joko Widodo dan Ma'aruf Amin, Saifa masih ingin memfilter informasi mengenai pasangan ini. “Yang pasti, yang paling banyak blunder nggak akan saya pilih, walaupun dari paslon satu dan dua juga banyak, saya masih saring informasi,” kata Saifa. Ia pernah terlibat dalam aksi Kamisan di depan Istana Merdeka berharap dapat memilih presiden yang berani mengungkap kasus pelanggaran hak asasi manusia seperti yang terjadi pada kerusuhan 1998.
Belakangan gerakan Milenial Golput terpaksa dibubarkan oleh Saifa dan teman-temannya. Setelah diliput media massa, ternyata banyak oknum yang memanfaatkan deklarasi itu untuk menyerang Saifa. Terbukti dari banyaknya komentar pedas yang menghujani sosial medianya. “Tapi makin lama situasi nggak kondusif. Kami takut isu yang kami angkat malah digoreng oleh oknum-oknum itu...Ya udah, kami putuskan untuk dikelarkan dari pada makin berbahaya,” kata dia.
Yang pasti, yang paling banyak blunder nggak akan saya pilih.
Saifa El Faruqi, mahasiswa Universitas Pembangunan JayaIni lah suara milenial untuk Jokowi:
1. Roy Morgan:
54,5 persen (Maret 2019)
2. Populi :
50 persen (Februari 2019)
3. LSI Denny JA:
56,5 persen (Maret 2019)
4. Kompas:
48,9 persen (Maret 2019)
Bagi milenial seperti Ericko Pandu Sumbogo, Pemilih Umum pertama ini akan menjadi Pemilu yang amat berkesan baginya. Selain karena ini merupakan pertama kalinya Ericko bakal ikutan nyoblos, ia juga sudah bertekat untuk membantu pasangan Calon Presiden-Wajil Presiden pilihannya sebisa mungkin, yaitu Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.
Ericko tak puas jika hanya sekadar mendukung lewat mencoblos di bilik suara, ia juga ingin ambil bagian dalam kampanye duet Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Beberapa bulan belakangan ini, Ericko mewujudkan keinginannya itu dengan bergabung menjadi relawan KitaSatu, kelompok anak-anak muda yang kompak mendukung pasangan Capres Cawapres nomor urut satu.
“Pak Jokowi malam ini mungkin nggak tidur, karena selain mengurus negara, beliau juga harus kampanye. Aku yakin Pak Jokowi pasti butuh bantuan dan dukungan kami,” kata Ericko. Dia resmi bergabung dengan KitaSatu saat mengikuti Konvensi Rakyat di Sentul. Konvensi ini dihadiri langsung oleh Joko Widodo.
Bagaimana Ericko menjatuhkan pilihan kepada Jokowi dan Kiai Ma'ruf bukan proses yang dalam semalam langsung selesai. Justru Ericko sudah mengenal Jokowi saat ia masih menjabat sebagai Walikota Solo. Mahasiswa jurusan hukum di salah satu universitas swasta di Jakarta ini memang tidak mengenal Jokowi secara personal. Ericko yang kala SMA lebih doyan main game online ketimbang nonton berita heran dengan sosok bernama Jokowi.
“Setiap buka sosial media, kok sering banget muncul nama Jokowi. Aku yang awalnya cuek nggak pernah ngikutin berita akhirnya makin penasaran. Siapa sih Jokowi ini kok kayaknya eksis banget? Baru cari tahu oh beliau Walikota Solo. Dan baru tahu ternyata nama kepanjangannya Joko Widodo,” kata Ericko yang saat ini tinggal di daerah Cibubur.
Relawan KitaSatu, pendukung Jokowi-Kiai Ma'ruf
Foto : dok. pribadi
Ia tidak menyangka, sosok yang dikenalnya lewat media sosial itu belakangan ternyata maju dalam Pemilihan Gubernur di kota asalnya DKI Jakarta. Saat itu Ericko tidak ikut memberikan suara karena usianya belum mencapai 17 tahun. Melihat kegiatan blusukan yang dilakukan Jokowi, Ericko makin terkesima. Selama ini ia pikir, pejabat politik yang duduk di kursi parlemen itu sama sekali tak terjangkau.
Ditambah lagi, sebagai milenial, Ericko menganggap Jokowi bisa mendengarkan aspirasi anak muda. Ericko melihat Jokowi terlibat dalam kegiatan anak muda, seperti dalam dunia perusahaan rintisan alias start-up dan aktif di Youtube. Jokowi juga tak segan memakai atribut Hypebeast yang digemari kaum muda. Belum lama ini Jokowi terlihat berpose bersama Atta Halilintar, youtuber fenomenal yang punya lebih dari 11 juta subscriber. Beberapa waktu lalu, Jokowi menunggang chopper hasil modifikasi, mengenakan jaket jins dan sneakers ala anak muda, menyusuri jalan-jalan di Sukabumi.
Pas jadi presiden aku lihat banyak program dia yang pro milenial. Mulai dari atribut sampai safari politiknya, cocok nih. Gua banget lah
“Kok yang digandeng anak-anak muda, kreativitasnya anak muda. Awalnya aku pikir cuma kebutuhan politik, pas menjabat terus udah. Tapi ternyata pas jadi presiden aku lihat banyak program dia yang pro milenial. Mulai dari atribut sampai safari politiknya, cocok nih. Gua banget lah,” tutur Ericko. Ia justru mengkritisi paslon nomor 2 Prabowo Subianto kelihatan gagap saat ditanya mengenai perusahaan rintisan unicorn pada debat Capres kedua. “Ada yang mengatas namakan milenial tapi mungkin sebetulnya tidak benar-benar paham.”
Dibanding Pemilihan Presiden sebelumnya, Ericko justru menilai anak muda kini lebih partisipatif dalam kegiatan Pemilu. Salah satu alasannya karena kampanye dilakukan dengan cara yang kreatif dan anak muda banget. Seperti di KitaSatu, Ericko bersama milenial lainnya juga akan ikut serta dalam kegiatan Milenial Ketuk Pintu, secara door to door mensosialisasikan visi misi Jokowi-Kiai Ma'ruf. Mereka juga sering mengadakan kegiatan mabar alias main bareng bersama team e-sport Mobile Legends.
Ericko pun harus siap sedia jika ditanya oleh anak milenial yang masih bingung menentukan pilihan. Seperti ketika salah seorang temannya yang sempat meragukan Jokowi karena menganggap Cawapres yang dipilihnya terpaut usia jauh lebih tua. “Jokowi ini kan perwakilan anak muda, suara kita ada di beliau. Jadi apa pun yang beliau pilih itu pilihan kita juga. Menurut aku pilihan Pak Jokowi adalah pilihan yang paling tepat. Aku percaya sama Pak Jokowi pasti pilihan beliau yang terbaik. Lagian menurutku, umur itu cuma angka, muda itu pilihan,” katanya.
Reporter/Penulis: MELISA MAILOA
Editor: Sapto Pradityo