Foto: Warner Bros
Sabtu, 22 September 2018Jika ada anak yang lahir dengan sendok emas di mulutnya, salah satunya barangkali adalah Cipta Harun, 25 tahun. Cipta, putra pasangan Harun Hajadi dan Juanita Ciputra, merupakan cucu konglomerat Ciputra. Sejak dia muncul di dunia ini, keluarganya sudah kaya raya.
Kini Grup Ciputra merupakan salah satu konglomerasi besar di Indonesia. Bisnisnya membentang dari ujung ke ujung Indonesia hingga ke Vietnam. Dari perumahan, hotel, pusat belanja, apartemen, konstruksi, kelapa sawit, sampai teknologi informasi. Tapi meski cucu Ciputra, Cipta mesti merintis karier dari bawah di perusahaan yang didirikan kakeknya.
“Digaji pun sama dengan staf lain,” Cipta menuturkan kepada detikX beberapa waktu lalu. Sebagai anggota keluarga Ciputra, Cipta juga mesti bekerja keras menunjukkan kemampuan. Jika dipandang tak mampu, menurut Cipta, mereka tak akan ‘dipaksa’ atau ‘memaksa’ menempati posisi kunci di perusahaan.
Di perusahaan keluarganya, yang penting adalah kemampuan, bukan pamer kekuasaan, apalagi pamer kekayaan. Dalam soal kesederhanaan, Cipta menunjuk kakeknya sendiri sebagai contoh. Meski mampu beli semua yang dia mampu, Ciputra bukan orang yang doyan barang mewah. Rumahnya yang sangat lapang memang berada di lingkungan paling elite di kawasan mahal Pondok Indah. Tapi tak banyak barang mewah di rumahnya yang adem.
“Pak Ci nggak pernah mikirin mau pakai baju merek apa atau mobil jenis apa,” kata Cipta soal kakeknya. Mobil Ciputra ‘hanya’ Toyota Alphard lama. Konon, mobil itu sudah beberapa kali mogok di jalan. Soal makan, bagi kakeknya, Cipta bercerita, lebih penting sehat ketimbang mahal semata. Baju pun yang jadi pertimbangan nomor satu, bukan soal mereknya apa, tapi kenyamanan. “Sepatu dia cuma punya satu New Balance warna hitam yang sudah entah berapa tahun. Nggak ganti-ganti.”
Cucu konglomerat Budi Brasali, Ariel Brasali, di Dubai
Foto: dok.pribadi via Instagram
Indra Djokosoetono, cucu pendiri grup Blue Bird, di Yunani
Foto: dok.pribadi via Instagram
Banyak orang kaya di negeri ini, bahkan tak sedikit, seperti kata orang-orang, yang benar-benar tajir melintir. Ada yang hidup sederhana–entah memang tak tertarik kemewahan atau sudah bosan–tak sedikit pula yang doyan foya-foya, hinggap dari pesta ke pesta, belanja ke belanja, tak ada habisnya. Lihat saja foto-foto mereka yang bertebaran di Instagram.
Panggil saja dia Kevin, tentu bukan nama sebenarnya. Menurut Kevin, keluarganya tak ada di daftar orang-orang paling tajir di negeri ini versi Forbes maupun majalah Globe Asia. Tapi ada satu kerabatnya yang masuk daftar salah satu orang paling tajir di Indonesia versi Globe Asia. “Ayahku memang tak masuk di daftar itu, tapi aku tahu, kekayaan keluarga kami lebih besar daripada nilai kekayaan kerabatku itu,” dia menulis di Quora beberapa waktu lalu. Dengan nilai kekayaan ayahnya, dia menaksir, sebenarnya keluarganya bisa masuk daftar salah satu keluarga paling tajir di negeri ini.
Mobil pertama yang aku kendarai adalah Ferrari Berlinetta yang aku tabrakkan ke Mercedes-Benz S500 milik ayahku saat aku belajar menyetir."
Keluarganya punya rumah sangat besar di lingkungan paling elite di Jakarta dan Surabaya. Di masing-masing rumah, paling tidak ada sembilan pembantu yang mengurus rupa-rupa pekerjaan. Dari garis ibunya, dia memang keluarga kaya raya sejak lama. Tapi lain cerita dengan ayahnya, yang tumbuh di keluarga dengan ekonomi pas-pasan. “Ayah membangun bisnis dari nol, tapi kini pendapatan perusahaannya triliunan rupiah setiap tahun,” kata Kevin.
Sejak lahir, Kevin tidak pernah kenal yang namanya tak punya duit, bergaul pun di lingkungan yang punya kekayaan setara dengan keluarganya. “Semuanya serbagampang.... Sejak kecil, aku selalu mendapatkan apa yang aku mau,” kata dia. “Pengin melihat tulang dinosaurus yang sebenarnya? Ibuku membawaku terbang ke Amerika Serikat. Mau melihat singa seperti di film Lion King? Aku piknik ke Afrika Selatan saat umur 7 tahun.” Setelah menginjak remaja, Kevin mulai kenal dengan barang-barang mahal. “Mobil pertama yang aku kendarai adalah Ferrari Berlinetta yang aku tabrakkan ke Mercedes-Benz S500 milik ayahku saat aku belajar menyetir,” ujar Kevin. Dua tahun kemudian, dia mendapat hadiah mobil. “Aku dapat Porsche 911 untuk hadiah ulang tahun ke-16.” Tentu saja itu bukan mobil dia satu-satunya. “Saat SMA, mobil sehari-hariku adalah Range Rover.” Dia minta Range Rover kepada ayahnya lantaran ingin beda dengan teman-temannya yang membawa BMW dan Mercedes-Benz.
Kebut-kebutan dengan semua mobil mahal itu hal yang biasa bagi dia dan teman-temannya. Bila bosan di Jakarta atau Surabaya, kadang mereka menyewa pesawat jet atau helikopter pribadi untuk mengangkut mereka ke Singapura dan Bali. Duit dari orang tua mengucur terus bak air di keran. Gara-gara foya-foya siang-malam, kuliah Kevin berantakan.
Beruntung, dia akhirnya bisa ‘bertobat’. “Teman-temanku masih banyak yang hidupnya gila-gilaan,” kata dia. Setelah lulus kuliah di luar negeri, Kevin pulang ke Indonesia dan mulai merintis rupa-rupa bisnis. Dia juga mulai hidup ‘sederhana’, menjauhi foya-foya. “No ridiculous luxury stuffs…. Sekarang aku berusaha hidup senormal mungkin,” kata Kevin. Porche, Lamborghini, dan sebagainya dia jual. Dia ganti dengan Mercedes bekas. Semua dia beli dengan uang tabungan sendiri. Bahkan kadang dia memilih menyetir Toyota Innova. Sekarang semua duitnya dia salurkan untuk dua hal, investasi dan donasi kegiatan sosial.
Ezra William, putra pengusaha properti, saat di Paris
Foto: dok. pribadi via Instagram
Tak semua anak orang kaya melewatkan muda dengan hidup gila-gilaan seperti Kevin. Namanya Marcus, juga bukan nama sebenarnya. Keluarganya, menurut dia, memang tak sekaya keluarga Martin Hartono, generasi ketiga Grup Djarum.
Tapi, diukur dari standar mana pun, keluarganya pasti masuk daftar salah satu keluarga paling tajir di Nusantara. Salah satu pamannya ada di daftar keluarga tajir melintir versi Globe Asia. Ayahnya, menurut Marcus, meski tak masuk daftar, sebenarnya juga tak kalah tajirnya.
Entah bosan pada kemewahan, entah tak suka pamer kekayaan,bukan Mercedes, BMW atau Lexus, yang jadi kendaraan ayahnya sehari-hari. Mobil sehari-hari ayahnya 'hanya' Honda City. Dan percaya atau tidak, sehari-hari Marcus naik sepeda motor Honda Supra Fit ke kantornya. Bagi Marcus, keuntungan bagi orang kaya seperti dia adalah tak pusing soal nasib pekerjaan. "Aku tak peduli bakal dipecat atau nggak jika bikin masalah di kantor."
Aku tak peduli bakal dipecat atau nggak jika bikin masalah di kantor."
Menurut Kevin dan Marcus, punya duit Rp 500 miliar dengan Rp 5 triliun rasanya sudah tak banyak lagi bedanya. "Aku yakin, rasa nasi gorengku pasti sama saja, atau bahkan mungkin lebih enak, ketimbang nasi goreng di mulut Putera Sampoerna, Budi Hartono, atau Anthoni Salim," kata Kevin. Pada akhirnya, kata Marcus, punya selera mahal tak mesti harus punya harta ratusan miliar atau triliunan rupiah dulu.
Simak saja cerita May Dita Ginting, 28 tahun. Dia sudah tiga tahun bekerja sebagai personal shopper, tukang belanja yang membantu orang-orang yang ingin menghamburkan duit membeli barang-barang mewah. Rata-rata kliennya bukanlah anggota keluarga tajir melintir seperti keluarga Sampoerna, Bakrie, Panigoro, Hartono, atau Ciputra.
"Bahkan ada juga yang pegawai negeri," kata May kepada detikX. Biasanya, sekali belanja, kliennya ini hanya habis belasan juta rupiah. Tapi lain cerita jika dia mendapat pembayaran gaji ke-13 atau ke-14. "Sekali belanja bisa habis seratusan juta rupiah."
Belanja mungkin memang mirip 'candu'. Beberapa kliennya, menurut May, bisa kalap saat belanja barang-barang mewah. "Pernah dalam sehari dia beli berlian Rp 200 juta. Dan habis beli berlian, dia masih mau beli tas lagi.... Aku sampai bilang, 'Kak, setop, jangan lagi. Kalau minggu depan, masih bolehlah'," May menuturkan. Padahal masih ada beberapa barang lain yang masih dalam pesanan kliennya itu.
Reporter/Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Sapto Pradityo