INTERMESO
"Bayangin aja ada orang gila makan bakmi sampai 1000 lokasi dan dapat rekor MURI. Itu jadi suatu kepuasan batin bagi saya"
Ilustrasi : Edi Wahyono
Foto-foto : dokumentasi Tirta Lie
Minggu, 16 September 2018Jam makan siang telah usai. Pengunjung yang sedari tadi memadati satu warung bakmi di Jakarta Utara itu satu per satu beranjak pergi. Beberapa pelayan bergerak cepat membersihkan belasan meja bekas tumpahan sambal dan kuah bakmie. Namun suasana tenang di restoran bakmi itu sontak berubah ketika seorang laki-laki berperawakan tinggi membuka pintu kaca toko.
Sang pemilik yang kebetulan sedang duduk di belakang meja kasir memandang wajah laki-laki itu dengan ekspresi kaget bukan main. “Bakmi spesialnya satu,” laki-laki itu langsung memesan makanan tanpa basa-basi kepada pelayan yang menyodorkan buku menu.
Sembari menunggu, kedua matanya menatap tajam ke arah ruang kaca, tempat semangkuk bakmi spesial itu diracik. Sesekali pandangannya beralih ke arloji di tangan kiri. Tak sampai sepuluh menit, semua pesanan terhidangkan di atas meja. Dengan sumpit kayu ia menyingkirkan irisan daging serta daun bawang yang tumpah ruah di atasnya dan mulai mengaduk bakminya.
Begitu bakmi masuk ke mulut, pemilik warung bakmi itu makin tegang. Setelah beberapa kali suapan, akhirnya laki-laki misterius itu mulai tersenyum, sumringah. Dia terus mengunyah sambil menganggukkan kepala, tanda ia menikmati santapan di hadapannya. Pemilik warung pun menghela napas. Lega. “Biasa aja, tegang amat sih,” ujar laki-laki itu sembaria menoel pemilik warung bakmi yang duduk di hadapannya.
Laki-laki bernama Tirta Lie ini bukan seorang pejabat tinggi yang bikin orang tegang, bukan pula ahli kuliner yang bisa bikin pemilik restoran 'ngeri'. Tapi dia 'hanya' orang yang mengaku sebagai pecinta bakmi. Pecinta bakmi sejati pasti tak asing dengan namanya. Tirta berkeliling dari satu warung bakmi ke warung bakmi dengan satu misi, yaitu menemukan bakmi terlezat di Jakarta. Kadang ia juga suka melakukan 'inspeksi' dadakan ke kedai, toko maupun restoran bakmi.
Mie Totok, Surabaya
Mie Kepiting Asua 168, Jakarta
Mie Gomak Bang Artos, Jakarta
Jika menurutnya enak, maka toko bakmi akan diberikan 'sertifikat' tanda 'lulus tes' oleh Tirta. 'Sertifikat' ini tak main-main. Tirta mempertaruhkan namanya di situ. Dampaknya, menurut pengalaman Tirta, toko bakmi itu akan menjadi rujukan para penikmat bakmi, terutama oleh pengikut setia perjalanan kuliner Tirta. Oleh karena itu para pedagang bakmi amat menanti datangnya 'sertifikat' dari Tirta.
Sepintas 'inspeksi' yang dilakukan Tirta mengingatkan pada Gordon Ramsay di acara televisi Kitchen Nightmares. Ramsay mengomentari sajian makanan sebuah restoran dengan kritikan super pedas. Tapi Tirta berbeda dengan Ramsay yang mempunyai segudang rekam jejak di bidang kuliner. Tirta hanyalah seorang pecinta bakmi. Yang membuatnya berbeda, ia diganjar rekor MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia) sebagai Pengunjung dan Peresensi Rasa Bakmi Terbanyak.
Saya seperti sedang membuat kamus bakmi. Padahal baru Jakarta loh'
Gelar itu ia dapatkan setelah menikmati 1000 mangkuk bakmi di Jakarta. Saking akrabnya lidah Tirta dengan bakmi, hanya dengan melihat cara memasak dan melihat wujud bakminya, ia sudah bisa menerka apakah bakminya enak atau sebaliknya.
“Bayangin aja ada orang gila makan bakmi sampai 1000 lokasi dan dapat rekor MURI. Itu jadi suatu kepuasan batin bagi saya. Apalagi kalau dalam perjalanan bisa ketemu bakmi yang enak,” ujar Tirta saat ditemui detikX di Mall of Indonesia, Kelapa Gading, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.
Tak salah jika Tirta menyebut dirinya sebagai orang gila. Mana ada orang yang mau bersepeda selama dua jam di bawah panasnya terik matahari Jakarta demi mencari kedai bakmi. Tapi perjuangannya mengayuh sepeda terbayar. Terutama jika ia berhasil menemukan bakmi di sudut gang kecil ibu kota yang rasanya lezat bukan main. Bagi Tirta rasanya sama seperti menemukan harta karun tersembunyi.
Tirta Lie, berbaju biru
Tirta mulai bersepeda dan berburu bakmi sejak tak lagi menjalankan usaha bisnis elektronik keluarganya. Sebelum mulai tekun di dunia berbakmian, Tirta bekerja bersama saudaranya di perusahaan milik keluarga yang bergerak di bidang distributor elektronik dari Jepang. Kuliahnya pun tak ada urusan dengan kuliner. Ia pernah berkuliah Manajemen Bisnis di Nakano School of Business, di Tokyo, Jepang.
Sayang setelah dilanda resesi dan kerusuhan pada Mei 1998, usaha milik keluarganya terus surut hingga akhirnya bangkrut. Sejak punya banyak waktu senggang, Tirta menyibukkan diri dengan berbagai macam aktivitas, salah satunya dengan nggowes sepeda. Dalam seminggu ia bisa bersepeda hingga tiga kali. Jarak yang ditempuh tak tanggung-tanggug. Ia bisa mengayuh sepeda dari rumahnya di Gajah Mada, Jakarta Pusat, hingga ke Tangerang.
“Dari jam 5 pagi bersepeda sampai kadang jam 7 kan capek dan lapar. Pagi-pagi itu kebanyakan warung makan yang buka bakmi. Sejak saat itu setelah bersepeda, saya jadi suka makan bakmi. Ke mana sepeda saya pergi, saya ketemu bakmi, di situ saya akan makan,” kata Tirta.
Sejak tahun 2011, ia selalu mengunggah aktivitasnya bersepeda dan menikmati bakmi di akun Facebook. Makin lama, makin banyak pula unggahan foto dan ulasannya mengenai bakmi. Salah seorang temannya pun mengusulkan agar Tirta memindahkan data bakmi itu ke dalam sebuah blog. Tirta yang tak begitu fasih dengan seluk beluk dunia internet pun meminta keponakannya membuatkan laman blog. Dan jadi lah kegiatan iseng-iseng jadi hal serius. Jika tidak tahu harus makan bakmi enak di mana, orang tinggal membuka blog Tirta yang kini menjelma menjadi situs bernama tirtalie.com .
“Saya seperti sedang membuat kamus bakmi. Padahal baru Jakarta loh. Ada beberapa restoran bakmi yang saya kunjungi di luar kota seperti Bandung dan Yogyakarta tapi itu juga jarang-jarang. Ternyata yang sudah dikumpulin sampai sekarang sudah banyak sekali,” tutur Tirta yang menolak disebut sebagai food blogger ini. “Jadi saya nggak spesifik bahwa saya benar-benar bertujuan piknik kuliner atau hobi makan bakmi, mengalir aja. Bagi saya perjalanan kuliner saya ini seperti the unexpected journey to become expected journey.”
Silakan dicek semua yang pernah saya review, pernah nggak mereka memberikan imbalan sepeser pun kepada saya. Makanannya pun saya bayar sendiri, kecuali mereka sudah maksa sekali
Tirta Lie, pecinta bakmiUrusan lidah, orang tak ada yang sama persis. Bakmi yang menurut Tirta enak, belum tentu terasa sama di lidah orang lain. Tapi entah mengapa ulasan bakmi yang dibuat Tirta begitu dipercaya, setidaknya oleh pengikutnya. Kunci kesuksesannya karena Tirta selalu memberika resensi jujur, apa adanya tanpa embel-embel yang lebay. Ia menyoroti pengulas makanan yang menerima endorsement. Jika membuat sebuah ulasan makanan dengan menerima bayaran, menurut Tirta, pendapatnya jadi tidak terpercaya.
Sejak nama Tirta mulai dikenal, setiap hari banyak pengusaha bakmi yang menawarkannya untuk mencicipi bakmi secara cuma-cuma. Tak jarang diantara mereka yang ingin memberikan imbalan untuk satu ulasan. Tapi Tirta berkomitmen untuk tidak menerima bayaran. Kalau bisa, ia akan mati-matian menolak semangkuk bakmi gratis.
“Saya dikenal sebagai reviewer yang paling murni, saya tidak pernah terima bayaran. Jadi semua riil, sesuai fakta....Silakan dicek semua yang pernah saya review, pernah nggak mereka memberikan imbalan sepeser pun kepada saya. Makanannya pun saya bayar sendiri, kecuali mereka sudah maksa sekali. Meskipun mereka undang saya, saya bayar. Kalau saya dibayar, review saya jadi nggak benar dan jadi terbeban. Itu yang saya tidak pernah mau,” ujar Tirta. Kini dia mencurahkan seluruh waktu untuk mencari dan mengulas bakmi.
Bagaimana Tirta menghasilkan uang untuk membeli semangkuk bakmi setiap hari? Berkah itu datang melalui sebuah percakapan di telepon. Satu kali, ada panggilan telepon dari nomor tak dikenal masuk ke ponsel genggamnya. Tirta tak pernah menyangka, suara pria di ujung telepon itu bos perusahaan pengembang properti besar yaitu Agung Sedayu Group. Rupanya pria itu merupakan salah satu pengikut setia website Tirta.
Ia menawarkan Tirta untuk bekerja sama. Tirta diberikan kewenangan untuk mengelola sebuah area di PasarMOI, Kelapa Gading. Tirta memilih sepuluh pengusaha bakmi yang sudah pernah ia ulas untuk berjualan di sana. Sebagai gantinya, Tirta mendapatkan kontribusi dari pengelola Mall. Area itu bahkan diberi nama Tirta Lie Food Market. Tak hanya itu, Tirta juga beberapa kali mengumpulkan puluhan pengusaha bakmi untuk mengadakan festival bakmi. Dua kali festival bakmi telah sukses ia adakan, yaitu di MOI Kelapa Gading dan Pantai Mutiara Sport Clubs.
“Dalam sejarah sejak MOI dibuka, baru kali itu ada 50 ribu orang datang. Saya sampai diprotes karena bikin macet jalan. Ternyata animo masyarakat besar sekali. Dari situ saya baru sadar kalau ternyata orang Indonesia memang sangat suka dengan bakmi,” katanya. Bulan depan, Tirta juga akan menyelenggarakan festival bakmi ke-3 di Gandaria City Mall pada 3-7 Oktober 2018.
Kini dia tak perlu pusing soal duit di dompet. Tirta juga mendapat jaminan perutnya akan selalu kenyang. “Saya sekarang mau makan dimana saja gratis seumur hidup. Karena hubungan saya baik dengan pengusaha bakmi. Jadi kalau saya mau makan, nggak perlu bayar. Tapi tetap ya kalau awal pertama kali datang saya nggak mau gratis. Setelah tulis review baru boleh deh,” kata dia.
Reporter/Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Sapto Pradityo