INTERMESO

Semua Boleh Bermimpi di Akademi Fantasi

“Aku sadar banyak penyanyi pendatang yang lebih bagus dan oke dari segi karya dan musikalitas…. Jadi salah satu cara survive ya seperti ini.”

Putu Sutha
Foto: dok. pribadi

Minggu, 11 Maret 2018

Sudah hampir lewat 13 tahun ingar-bingar itu. Setelah lewat persaingan sengit, tentu saja dengan banyak bumbu drama, Jisindo Beaugeste alias Bojes dinobatkan sebagai juara ketiga dalam final Akademi Fantasi Indosiar (AFI) IV pada 2005. Selama beberapa waktu, Bojes sempat menikmati buah AFI: kondang, banyak duit, dan acap kali diundang ke mana-mana.

Di atas panggung, Bojes dikenal dengan gaya rock dan rambut gondrongnya, yang berbeda dibanding peserta lain. Ciri khasnya ini membuat banyak kaum Hawa tergila-gila dan menjadikan Bojes sebagai idola. Karakter dan penampilan Bojes yang unik mungkin membuat orang masih mengenal sosok Bojes.

Tapi tak ada pesta yang tak usai. Pelan-pelan popularitasnya redup, disusul dan digantikan oleh bintang-bintang baru. Setelah lepas dari AFI, Bojes bergabung dengan Sony Music dan Nagaswara. Dia juga sempat membentuk band. Tapi semua tak bertahan. “Mungkin aku kurang konsisten dan nggak ada karya juga,” Bojes menuturkan kepada detikX beberapa pekan lalu.

Toh, hingga kini Bojes tak banyak berubah. Masih dengan gaya nge-rock dan rambut gondrongnya—sekarang ditambah tato di lengan—Bojes masih bernyanyi. Jika kangen dengan suara Bojes, datang saja ke Rockstar Coffee, warung kopi milik Bojes di daerah Duren Sawit, Jakarta Timur.

Di kafenya itu, dia sering melepas kangen dengan dunia tarik suara. “Alhamdulillah, itulah dampak dari ajang pencarian bakat. Walaupun perhatiannya sudah tidak seheboh zaman dulu, tapi masih ada saja yang inget sama Bojes. Apalagi nama gua unik kan, mungkin jadi lebih gampang diingat orang,” kata Bojes. Sebelum buka warung kopi, dia pernah pula berjualan sushi. Dia sadar betul seorang penyanyi ada kalanya di atas, ada masanya di bawah, bahkan harus terima bila perlahan dilupakan orang. “Aku sadar banyak penyanyi pendatang yang lebih bagus dan oke dari segi karya dan musikalitas…. Jadi salah satu cara survive ya seperti ini.”

Bojes
Foto: dok pribadi

Siapa orang yang tak punya fantasi jadi bintang, terkenal, banyak duit, dipuja-puji di mana-mana, dikejar-kejar perempuan atau dikagumi mata laki-laki? Tak aneh jika ribuan orang rela berpayah-payah, antre seharian demi mengejar mimpi lewat AFI, Indonesian Idol, The Voice Indonesia, dan sebagainya.

Selama bertahun-tahun, AFI pernah menyihir penonton televisi di Indonesia sejak tayang perdana pada akhir 2003. Setiap akhir pekan, jutaan mata tak teralihkan dari televisi menyaksikan peserta AFI favoritnya adu tarik suara. Mereka diharubiru menyaksikan drama di balik panggung AFI.

Bahkan Susilo Bambang Yudhoyono dan Wiranto sempat menghadiri acara grand final AFI II, yang digelar di Jakarta Convention Center pada Juni 2004. Melihat animo masyarakat terhadap AFI, tak salah bila kedua pejabat publik yang kala itu berstatus sebagai calon presiden pada 2004 memanfaatkan AFI untuk menarik dukungan. Popularitas program ini masih bertahan hingga mencapai enam musim dan terakhir tayang pada 2013. Seiring dengan berjalannya waktu, banyak stasiun televisi yang menelurkan ajang pencarian bakat serupa.

* * *

Semua orang boleh bermimpi jadi bintang, tapi hanya segelintir yang akan jadi bintang. Ada jebolan AFI yang konsisten dan melanjutkan karier di dunia hiburan, tapi banyak pula yang banting setir, melepas mimpinya dan beralih profesi. Di antara yang lumayan sukses di angkatan Bojes adalah duo gadis asal Bandung, Tika dan Tiwi, yang sempat terkenal lewat grup duet T2.

Berbeda dengan angkatan Putu Sutha Natha Wijaya di AFI III, banyak di antara mereka yang pindah jalur ke bidang usaha lain, seperti bekerja kantoran atau berwirausaha. Sutha dan teman-teman seangkatannya masih berkomunikasi lewat sebuah grup WhatsApp.

Putu Sutha Nata Wijaya
Foto: dok. pribadi

Passion gua di musik nggak bisa hilang. Karena kangen, makanya masih suka ngamen seminggu sekali."

Putu Sutha Natha Wijaya, juara AFI III

Sutha, yang merupakan juara pertama di AFI III, masih aktif bernyanyi. Setiap malam Minggu dia ngamen di salah satu bistro di Jakarta. Tapi menyanyi bukan lagi pekerjaan utamanya. Sehari-hari Sutha lebih banyak berkecimpung di balik layar. Saat ini Sutha bekerja sebagai music video director di usaha yang ia rintis sendiri sejak beberapa tahun silam.

Bersama timnya, Sutha membuat klip video untuk penyanyi jebolan idol dan beberapa penyanyi ternama, seperti Isyana Sarasvati, Gita Gutawa, maupun band Hivi. Ia juga sedang merampungkan proyek klip video untuk grup musik jazz asal Inggris, Incognito.

“Karena waktu lihat klip video gua sendiri kok jelek. Kayaknya gua bisa bikin sendiri. Akhirnya saya mulai sekolah film. Sekarang kami nggak hanya bikin klip video, tapi juga iklan komersial di televisi, video kampanye, video di balik layar film, bahkan video pernikahan juga kami kerjakan,” kata pria asal Bali ini. “Tapi passion gua di musik nggak bisa hilang. Karena kangen, makanya masih suka ngamen seminggu sekali untuk kepuasan pribadi dan melepas stres.”

Salah satu hal yang paling Sutha rindukan di AFI adalah masa karantina di sebuah rumah megah di Cibubur, Jawa Barat. Peserta yang berhasil lolos audisi dikumpulkan di dalam sebuah asrama. Di sana, ada mentor yang mengajarkan olah vokal, menari, juga akting. Kehidupan di luar panggung juga ditampilkan dalam segmen Diary AFI. Melalui kamera yang disembunyikan di sudut-sudut rumah, tayangan ini terkadang juga menceritakan soal konflik yang terjadi di antara sesama peserta. Meski sebagian adegan memang betul terjadi, Sutha tak menampik bila ada pula kejadian yang sengaja dibuat-buat.

“Beruntung ada Diary AFI. Itu ibarat web series dan vlog kita. Jadi rating dan jumlah dukungan bisa bertambah melalui tayangan itu. Dan nggak mungkin nggak ada drama karena supaya ada bumbunya. Selama masih menjadi acara televisi yang dikonsumsi masyarakat, nggak mungkin datar saja, pasti ada dramanya,” ujar Sutha. “Karena gua orangnya datar saja, akhirnya dibikin konflik dengan Alvin. Adegan berantemnya di kelas almarhum Didi Petet. Sampai bokap gua marah karena gua berantem. Padahal itu cuma setting-an.”

Peserta ajang pencarian bakat antre menungggu giliran untuk megnikuti audisi.
Foto: dok pribadi Baity Fatika

Meski cuma ‘drama’, ada pula yang kisahnya terus berlanjut seusai AFI. Sama-sama berasal dari Surabaya, saat AFI II masih berlangsung, sudah banyak yang menggosipkan ada ‘apa-apa’ antara Nia Kartika Putri dan Aditya Putra Wijaya. Di layar kaca, keduanya membantah.

“Pas AFI II nggak ada setting-an. Namanya kamera ada di mana-mana, kecuali di kamar mandi dan kamar tidur, semua terekam. Curhat di ruang tamu dengan Adit sampai malam soal pacar masing-masing itu memang benar,” ujar Nia. Lepas dari AFI, hubungan mereka berlanjut, bahkan makin dekat. Setelah tujuh tahun pacaran, mereka meresmikan hubungan pada 2011.

‘Tamat’ dari Akademi Fantasi, Nia dan Adit malah memutuskan tak akan melanjutkan karier di dunia tarik suara. “Kalau sekadar bernyanyi, kami masih sering dapat undangan off-air launching produk dan sebagainya. Karena nyanyi sudah mendarah daging, nggak akan berhenti. Cuma kalau masuk ke industri musik dan harus rekaman, bikin album, dan sebagainya, nggak terpikir,” kata Nia. Adit menekuni usaha di bidang pemasaran, sementara Nia berbisnis produk kecantikan lewat internet.


Reporter/Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Fuad Hasim

[Widget:Baca Juga]
SHARE