INTERMESO

Jatuh-Bangun Jadi Idol

Ada yang sukses jadi penyanyi, ada pula yang berhenti di tengah jalan. Bahkan ada yang banting setir jadi TKI.

Acara Indonesian Idol di salah satu stasiun televisi
Foto: dok. Indonesian Idol

Sabtu, 10 Maret 2018

Suatu hari pada pertengahan Oktober 2013, tak biasanya Muhammad Rafshanjani menelepon sang ibu, yang berada nun jauh di Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Di ujung telepon, sambil tergopoh-gopoh, Rafshanjani, atau lebih dikenal sebagai Sanjay Miralby alias Sanjay ‘AFI’, berpesan kepada sang ibunda agar segera menonton tayangan televisi di Indosiar.

Obrolan di telepon itu sangat singkat. Di rumahnya di Samarinda, sang ibu sebenarnya tak begitu paham apa yang diomongkan anak keduanya itu. Di pikirannya kala itu, hanya bumbu masakan yang sudah dipanaskan di atas penggorengan. Selepas magrib, ibu Sanjay memang jarang menonton televisi. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di dapur untuk mempersiapkan makan malam.

Tapi dia penasaran juga terhadap omongan anaknya. Ibu Sanjay bergegas menyalakan televisi dan menyetel siaran Indosiar. Di layar gelas, Indosiar tengah menayangkan tayangan ajang pencarian bakat yang sangat kondang, Akademi Fantasi Indosiar atau AFI. Sejurus kemudian, lampu panggung menyorot satu sosok yang sangat ia kenal.

Alangkah terkejutnya sang ibu mendapati anaknya tampil di layar kaca. Sanjay mengenakan setelan jas rapi sambil memegang mikrofon di tangan kirinya. Sanjay membawakan lagu Cari Pacar Lagi karya Charly van Houten. Di atas panggung, anaknya bernyanyi sepenuh hati, menghayati lagu yang biasa dibawakan kelompok ST12 tersebut.

Cintaku cintaku padamu
Tak besar seperti dulu
Kamu kok begitu menilai cintaku
Begitu rendah di matamu

Sanjay Miralby
Foto: dok. pribadi via Instagram

Maia Estianty, yang kala itu menjadi salah satu juri AFI, memberikan pujian selangit. Maia memuji cara bernyanyi Sanjay yang meliuk-liuk bak ular dan sangat bergaya India. “Itu momen pertama kali Ibu lihat saya masuk AFI. Sangat terkejut karena saya bohong. Saya izin ke Jakarta untuk cari kerja dan kuliah. Padahal di Jakarta untuk cari peruntungan dan mewujudkan cita-cita menjadi penyanyi,” Sanjay, kini 28 tahun, menuturkan kepada detikX. Orang tuanya sempat marah lantaran dia berbohong. Tapi akhirnya bisa juga menerima jalan yang ditempuh anaknya. “Akhirnya mereka senang juga dan saya bisa membanggakan orang tua.”

Sanjay memang gagal jadi juara AFI 2013, tapi dia sudah menempuh jalan panjang hingga sampai studio Indosiar di Jakarta. Dia lahir di Malang, Jawa Timur, tapi besar di Samarinda. Lulus dari SMA, orang tuanya memberinya uang untuk kuliah, tapi dia memilih merantau ke Jawa. Sanjay bilang akan kuliah sambil bekerja di Jakarta. Padahal dia ingin seperti ayahnya, menjadi bintang tarik suara di atas panggung. Ayahnya biasa membawakan lagu-lagu India.

Barangkali Stasiun Pasar Senen adalah saksi pertama perjuangan Sanjay menjadi bintang di Ibu kota Jakarta. Dia datang ke Jakarta dengan kereta hanya berbekal uang Rp 6 juta, yang seharusnya ia pakai untuk kuliah, dan sebuah gitar. Tak ada kerabat, tak punya kenalan di Jakarta, Sanjay sempat ‘terdampar’ di Pasar Senen. Bermalam-malam dia menginap di stasiun.

Setiap malam ia tidak bisa tidur tenang. Matanya menatap langit-langit peron. Sesekali ia melirik dengan siaga ke arah satu-satunya tas yang ia jadikan sandaran. Sanjay banyak mendengar berita tak sedap mengenai ulah pencopet di stasiun kereta. Beruntung, ia tak perlu berlama-lama tidur tanpa alas di stasiun kereta. Sanjay berkenalan dengan seorang pengamen. Teman barunya mengizinkan Sanjay tinggal di rumahnya.

“Setelah kenal teman, kami ngamen bareng. Dari kampung ke kampung, terus dari satu bus ke bus lain. Deg-degan sih karena katanya kalau ngamen, premannya bahaya. Tapi mau bagaimana lagi, aku sudah bertekad cari peluang di sini,” ujar Sanjay. Tak lama ‘jual suara’ dari bus ke bus, Sanjay bertemu dengan seorang pemilik kafe yang menawarinya pekerjaan. “Saya akhirnya naik tingkat menjadi penyanyi kafe di daerah Tangerang. Di sana saya nyanyi sekitar empat tahun. Di Jakarta saya nggak pernah nyanyi dangdut dan lagu India lagi. Saya ikuti kesukaan pasar saja, nyanyi lagu pop.”

Sanjay Miralby
Foto: dok.pribadi via Instagram

Saya masih ingat psikolog itu bilang bahwa saya masih ada di sini karena masih banyak orang di luar sana yang senang dengan apa yang saya lakukan.”

Dirly Sompie, ‘alumnus’ Indonesian Idol 2006

Bukan Sanjay yang mendaftar untuk mengikuti audisi AFI. Justru mantan kekasihnyalah yang mendaftarkan namanya melalui internet. Setelah melalui proses audisi yang panjang dan sangat melelahkan, tak disangka Sanjay menjadi finalis dan lolos ke babak 12 besar.

Setelah 'lulus' dari AFI, Sanjay tidak mendapatkan kontrak seperti finalis sebelumnya. Namun berkat aksi panggungnya yang menghibur, banyak event organizer yang menawarkan pekerjaan off-air. Pemuda Samarinda itu sempat merilis beberapa single lagu, antara lain Itu Hati atau HP Cina dan Kutunggu Jandamu. Bersama Kiky ‘The Potters’, Sanjay membentuk duo Potter Plant dan sempat menerbitkan lagu Harus Tuntas.

“Setelah keluar dari AFI, saya justru baru bisa merasakan menjadi penyanyi sesungguhnya. Saya jadi bisa merasakan konser di Belitung, Kendari, sampai Makassar,“ ujar Sanjay. Nama AFI memang bukan jaminan masa depan, bukan kartu ajaib untuk membuka jalan tol jadi bintang. “Menurut saya, untuk bertahan sebagai jebolan ajang pencarian bakat, itu tergantung usaha masing-masing, bukan karena nama idol di belakangnya.”

Jalan hidup siapa yang bisa menebak. Sekian lama berpeluh untuk jadi penyanyi, kini Sanjay malah meninggalkannya. Tak lama setelah menikah, Sanjay menyusul istrinya, Thalia, yang bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia di Hong Kong. Tak betah menjalani hubungan jarak jauh setelah menikah tahun lalu, Sanjay meninggalkan kariernya sebagai penyanyi dan bekerja sebagai buruh migran di Makau.

Sanjay juga meninggalkan penghasilan sebagai penyanyi, yang menurutnya jauh lebih besar ketimbang bekerja sebagai TKI. Belum lagi Sanjay harus menghadapi cemoohan kerabat lantaran pekerjaannya saat ini yang dianggap turun kelas.

“Saya pikir, sudah punya istri, masak jauh-jauhan. Lagi pula sukses itu bukan materi, tetapi yang penting impian saya menjadi penyanyi tercapai. Saya nggak mengejar popularitas. Setidaknya di Makau saya masih bisa berkarya di musik dengan peralatan seadanya. Yang penting saya senang dan ikhlas menjalani pekerjaan sekarang,” kata Sanjay.

Dirly Sompie
Foto: dok.pribadi via Instagram

Semua orang boleh bermimpi jadi bintang, tapi hanya segelintir yang akan jadi bintang.

* * *

Tahun 2006 menjadi tahun yang tak terlupakan bagi Dearly Dave Sompie atau lebih dikenal dengan sebutan Dirly ‘Idol’. Meski tak berhasil mengalahkan Ihsan Tarore dalam ajang Indonesian Idol, Dirly berhasil menempati posisi runner-up.

Saat itu ajang pencarian bakat tengah menjamur di Indonesia. Sejumlah stasiun televisi berebut menampilkan program yang nyaris serupa. Ribuan orang rela antre seharian demi mengejar mimpi jadi idol, jadi bintang di atas panggung. Dirly, kini 28 tahun, salah satunya.

Bakat tarik suara Dirly tampak sejak ia duduk di bangku SD di kota kelahirannya, Manado, Sulawesi Utara. Ia bahkan pernah menjadi pemenang lomba Bintang Vokalia Se-Sulawesi Utara. Jauh di lubuk hati, Dirly sebenarnya sering kali merasa tidak nyaman ketika harus tampil di depan publik.

“Aku memang senang nyanyi, tapi nggak suka tampil di depan orang. Selain pemalu, aku tidak suka jadi pusat perhatian,” ujar Dirly. Makanya dia tak punya pikiran ikut segala macam ajang pencarian bakat di televisi. Diam-diam kakak perempuan Dirly mendaftarkannya ke audisi Indonesian Idol. “Kebetulan dia saat itu lagi hamil tujuh bulan dan ngidam untuk lihat aku ikut ajang seperti itu. Dan dia nyogok aku pakai uang Rp 150 ribu. Jadi ya itu sebetulnya iseng saja buat aku.”

Dari sekadar iseng, tak dikira, Dirly, yang merasa sebagai ‘orang kampung’, malah berhasil melaju hingga babak grand final. Ajang grand final yang diadakan di Istora Senayan kala itu penuh sesak. Dirly tak menyangka penggemar yang datang dari luar kota rela menunggu idola pujaannya itu hingga ke bahu jalan. Padahal jauh hari sebelum ikut malam grand final, Dirly sempat setengah hati mengikuti audisi di Manado.

Pada babak-babak awal grand final Indonesian Idol, penampilan Dirly sempat menuai banyak kritik dari juri. Penampilannya dinilai di bawah standar. Tak sedikit pula yang berkomentar Dirly bertahan hanya karena modal tampang. Saat itu hanya juri Titi Dj yang masih melihat potensi dalam diri Dirly.

Dirly Sompie
Foto: dok.pribadi via Instagram

Dirly, yang baru 17 tahun, bukannya tutup telinga terhadap semua cercaan itu. Saking frustrasinya, Dirly bahkan pernah meminta kepada kru Indonesian Idol untuk memulangkannya. Ia tidak tahan terhadap kritik yang tak hanya datang dari juri tapi juga teman seangkatannya, terutama ketika ada peserta lain yang gugur. Dirly merasa mereka lebih layak berada di atas panggung.

“Di Spekta 6, aku merasa down banget. Teman sesama kompetisi sering bilang kalau ada teman yang pulang, 'Harusnya kamu yang pulang, Dirly,’” dia menuturkan pengalamannya. Semangatnya bangkit setelah dia sempat curhat kepada psikolog yang mendampingi peserta Indonesian Idol. “Saya masih ingat psikolog itu bilang bahwa saya masih ada di sini karena masih banyak orang di luar sana yang senang terhadap apa yang saya lakukan. Jadi setidaknya saya harus menghargai perasaan mereka. Saya harus membalas mereka dengan penampilan terbaik.”

Setelah berakhirnya ajang Indonesian Idol, Dirly baru sadar bahwa kompetisi yang sesungguhnya baru saja dimulai. Inilah dunia nyata. Ia memang sempat mendapatkan kontrak kerja dari pihak RCTI selama dua tahun. Namun, setelah kontrak itu selesai, dia mesti mencari pekerjaan sendiri. Dia tak mau terus di awang-awang, terlena dengan popularitas sebagai idol.

Dirly pernah mengeluarkan single berjudul Tak Ingin Dilupakan serta album perdana bertajuk Menggapai Mimpi. Setiap ada peluang dia sabet. Tak hanya manggung sebagai penyanyi, Dirly juga main sinetron. Dia sempat mendapat peran utama di sinetron Mak Comblang. Ia juga pernah main di film layar lebar dengan tampil sebagai cameo di film The Shamar.

“Ketika nyanyi mulai turun, kita harus pintar memilih karier selanjutnya. Oke, saya coba untuk syuting, saya belajar lagi, nih. Tapi syuting pun kadang bosan, karena nyanyi adalah passion-ku. Syuting aku lakukan supaya bisa bertahan hidup,” ujar Dirly. Kini Dirly sudah jarang tampil di layar kaca. Ia lebih banyak menerima panggilan off-air. Dirly juga berencana membuka bisnis kuliner restoran di Manado. “Aku ingin menikmati hidup ini tanpa beban.”


Reporter/Redaktur: Melisa Mailoa
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Fuad Hasim

[Widget:Baca Juga]
SHARE