INTERMESO

Cerita Gangster ala Singapura

Meski Singapura sangat aman, ada sejumlah gang kriminal bertahan. Polisi Singapura bisa menahan mereka tanpa pengadilan.

Ketua Gangster Sah Lak Kau
Foto: BeritaHarian

Minggu, 11 Februari 2018

Hanya tato yang tersebar di tangan dan kakinya yang mengingatkan siapa Muhammad Azerael Azhar di masa lalu. Kini, Azerael, 23 tahun, bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit di Singapura.

Tato-tato itu kadang merepotkannya juga. “Sebagian pasien seperti kurang percaya kepadaku,” kata Azerael pelan, kepada Channel News Asia, beberapa pekan lalu. Untuk menghindari pertanyaan, kadang dia menutup tato di tangannya dengan plester. Tak mau dibikin repot terus oleh tato-tatonya, Azerael berniat menghapus rajah di tangannya dengan laser.

Meski tato tak ada urusannya dengan kejahatan, banyak orang masih berpandangan negatif terhadap orang bertato. Bagi Azerael, menyesal pun tak ada guna, tato itu sudah dirajah di tangan dan kakinya. Tato itu adalah sisa kisah kenakalannya di masa remaja.

Beberapa tahun lalu, Azerael merupakan salah satu anggota geng di Singapura. Padahal, dia bukan anak tak berprestasi di sekolah. Bahkan dia tergolong anak yang cerdas. Sejak sekolah dasar, nilai sekolah Azerael selalu ada di peringkat atas di kelasnya, tak pernah keluar dari lima besar. Tapi hidup Azerael jungkir balik setelah orang tuanya berpisah. Anak yang baru gede itu bak layang-layang yang putus talinya, terbang tanpa arah.

“Biasanya ibukulah yang selalu membantuku belajar. Setelah orang tuaku bercerai, ibuku kerja di dua tempat dan tak lagi punya waktu untukku,” Azerael menuturkan. Masalah di rumah membuat bocah yang masih labil itu kehilangan gairah di sekolah. “Aku tak menaruh perhatian dengan pelajaran di sekolah dan tak pernah mengerjakan tugas dari guru.”

Para anggota geng yang diadili di Singapura
Foto : Shin Min Daily News

Azerael merasa terasing di sekolah. Apalagi dia juga acap dirisak. Lewat kakaknya, dia mulai mengenal geng di luar sekolah. Azerael makin sering melewatkan waktu bersama anak-anak geng hingga larut malam. “Mereka memberikan hiburan, teman sekaligus perlindungan. Ikut geng membuatku makin percaya diri,” kata Azerael. Tak ada lagi yang berani merisaknya di sekolah.

Tapi rasa aman semu itu ongkosnya sangat mahal. Nilai sekolahnya jeblok sehingga dia tak bisa melanjutkan kuliah di politeknik. Azerael sempat depresi dan harus menjalani terapi. Perlahan dia bangkit dan kini mulai menyusun kembali masa depannya. Michael Teoh, mantan anggota geng, memperingatkan, rasa aman seperti yang didapat Azerael hanyalah ilusi yang menipu. “Saat kalian menghadapi masalah, mereka tak akan peduli. Hanya keluargamu yang peduli,” kata Michael kepada The Newpaper.

Dalam setiap survei World Economic Forum (WEF) selama bertahun-tahun, Singapura selalu menempati posisi atas di daftar negara-negara paling aman di dunia, bersama Finlandia, Islandia, Swiss, Selandia Baru, Denmark, dan Norwegia. Angka kriminalitas di Negeri Singa sangat rendah. Tapi bukan berarti Singapura bersih dari geng. Ada beberapa geng yang umurnya sudah tua dan punya anggota lumayan besar di Singapura, seperti 369 alias Sah Lak Kau, 303, dan Omega. Mereka terlibat rupa-rupa kejahatan, dari kelas ecek-ecek, seperti pemerasan dan mengelola prostitusi hingga kejahatan serius sekelas perdagangan narkotika.

Beberapa bulan lalu, Pengadilan Singapura menjatuhkan hukuman penjara kepada lima anggota geng 303: Abdul Rahman bin Abubakar, Alimon Ismail, Ibrahim Jantan, Akmal Ahmad, dan Ashraf Raffiee. Mereka bersalah lantaran membawa senjata tajam dan mengancam keselamatan orang. Kelima anggota gang 303 ditangkap polisi saat mereka memburu anggota geng lawannya, yakni geng Omega, sembari menenteng pedang dan pisau di muka banyak orang.

“Di mana orang-orang Omega?” Abdul Rahman berteriak, dikutip jaksa Joshua Rene dalam dakwaannya, di salah satu kafe di Jalan New Upper Changi. Abdul menggeruduk kafe tempat anggota gang Omega biasa berkumpul bersama belasan temannya. Tak menemukan satu pun anggota Omega, mereka berkeliling dari kafe ke kafe di sepanjang jalan itu, membuat orang-orang ketakutan.

Polisi menggerebek bandar judi di kawasan Geylang
Foto : StraitsTimes

Sebagian besar anggota geng takut menghadapi aturan tersebut. Mereka paham, mereka akan ditahan hingga batas waktu yang tak jelas”

Ben, anggota geng Singapura

Para anggota geng ini tak semuanya ‘anak baru gede’ yang labil seperti Azerael. Abdul Rahman, misalnya, sudah bergabung dengan geng 303 sejak akhir 1980-an dan kini usianya sudah 51 tahun. Demikian pula Alimon, umurnya sudah hampir setengah abad. Bahkan Ibrahim Jantan, usianya sudah mendekati 60 tahun.

* * *

Pada awal Maret setahun lalu, ada satu akun Facebook mengunggah video pemakaman Guni, 55 tahun, karyawan di salah satu kawasan pergudangan Singapura. Pemakaman itu tak ada soal. Yang jadi perkara, ketika beberapa orang yang mengantar jenazah Guni ke pemakaman meneriakkan kata-kata ‘Sah Lak Kau’ alias 369. Hanya dalam tiga hari, video itu ditonton lebih dari 58.000 kali.

Berselang beberapa hari kemudian, ada video lain beredar di media sosial. Video itu juga merekam prosesi pemakaman di Singapura. Di sepanjang jalan, sebagian pengantar jenazah meneriakkan kata-kata ‘Hai Lok San’, salah satu geng besar di Negeri Singa.

Menurut Undang-Undang Kemasyarakatan di Singapura, menjadi anggota gang ilegal, seperti Sah Lak Kau, Hai Lok San, dan Omega, merupakan tindak pidana. Bahkan hanya berdasar video seperti itu pun polisi bisa menangkap mereka. Pada Desember lalu, beberapa orang yang wajahnya tertangkap kamera dalam dua video itu dijatuhi hukuman penjara.

Keempat orang itu adalah Chay Wen Fu, 18 tahun, dan Yu Teck Hoon, 42 tahun, anggota geng Hai Lok San, serta Abdul Ghani Mustaffa, 55 tahun, dan Adam Malik Bahtiar, 50 tahun, anggota gang Sio Kun Tong, bagian dari Sah Lak Kau. Masih ada lagi 10 anggota geng yang menunggu vonis dari hakim terkait dua video tersebut.

Untuk menjaga reputasinya yang nyaris tanpa cela sebagai negara yang sangat aman, Pemerintah Singapura bekerja keras membersihkan negara kecil itu dari segala kejahatan, termasuk menyapu geng-geng seperti Sah Lak Kau dan Hai Lok San. Pekan lalu, parlemen Singapura untuk kesekian kalinya memperpanjang kewenangan polisi untuk menahan pelaku tindak kriminal tanpa melalui pengadilan.

Gang di Singapura
Foto : GoodyFeed

Kewenangan menahan penjahat tanpa lewat pengadilan berdasar Undang-Undang Kriminalitas, menurut Inspektur Eric Toh, merupakan alat kunci polisi untuk menyikat habis geng-geng kriminal. Eric, 40 tahun, polisi senior di Secret Society Branch, biro khusus di Kepolisian Singapura yang menangani geng-geng kriminal, sudah punya pengalaman panjang berurusan dengan kelompok Sah Lak Kau dan sebagainya.

“Kewenangan itu sangat efektif untuk menekan geng-geng kriminal. Jika tak ada kewenangan itu, geng-geng itu bakal bikin lebih banyak masalah dan orang-orang tak takut bergabung dengan mereka,” ujar Eric, dikutip The Straits Times. Tahun lalu saja, ada 86 anggota geng yang dipenjarakan polisi dengan Undang-Undang Kriminalitas. K. Shanmugan, Menteri Hukum dan Urusan Dalam Negeri Singapura, mengatakan mereka memberangus dua geng kriminal dan melindungi para saksi dengan menggunakan kewenangan itu.

Ben, salah satu anggota gang yang ditahan tanpa lewat pengadilan, mengakui teman-temannya pun ngeri berhadapan dengan aturan itu. “Kami tahu undang-undang itu. Sebagian besar anggota geng takut menghadapi aturan tersebut. Mereka paham, mereka akan ditahan hingga batas waktu yang tak jelas,” ujar Ben, bukan nama sebenarnya.


Redaktur: Sapto Pradityo
Desainer: Fuad Hasimr

[Widget:Baca Juga]
SHARE