Ilustrasi : Luthfy Syahban
“I always knew I was going to be rich. I don't think I ever doubted it for a minute.”
Warren Buffet
Suatu hari Andika Sutoro Putra iseng berselancar di Google. Ia penasaran terhadap sosok orang-orang terkaya di dunia. Sederet nama kondang muncul di layar tampil ponselnya: Bill Gates, Warren Buffett, Jeff Bezos, Carlos Slim Helu, dan Larry Ellison. Putra, begitu ia akrab disapa, menemukan satu kesamaan cara orang-orang supertajir ini melipatgandakan kekayaan.
Mereka mengeruk banyak duit lewat bursa saham, entah itu dengan mengusung perusahaan besutannya menjadi perusahaan publik atau murni berinvestasi saham, seperti Buffett. Putra makin penasaran terhadap ‘kesaktian’ pasar saham. Dalam hati ia berujar, dia tak ingin ketinggalan melipatgandakan uangnya di sana.
Pada usia yang masih sangat muda, masih ‘anak baru gede’, 15 tahun, Putra bisa dibilang lumayan kaya. Bahkan lebih makmur ketimbang orang yang lebih tua ketimbang dirinya. Saat itu Putra sudah mengantongi uang Rp 100 juta. Bukan dari hasil ‘memalak’ orang tua atau menabung uang jajan, melainkan dari beraneka ragam bisnis online yang ia jalankan sejak usia 14 tahun.
Putra, kini 23 tahun, dilahirkan dari keluarga yang biasa-biasa saja. Di Singkawang, Kalimantan Barat, ayahnya bekerja di bengkel kecil. Di sekolah pun, Putra bukan siswa menonjol. Saat pembagian rapor tahunan, orang tua Putra bahkan selalu dipanggil karena nilai anaknya itu banyak yang merah. Namun siapa sangka Putra bisa menjadi pengusaha sukses sejak berkenalan dengan pemasok CD Suara Walet.
Meski berhasil meraih kesuksesan pada usia yang amat muda, Putra tak ingin berpuas diri. Terutama karena ia ingat pesan Buffett agar segera berinvestasi sejak masih muda. “Bahkan Buffett, yang sejak umur 11 sudah mulai membeli saham, saja masih merasa terlalu tua. Makanya saya nggak mau buang waktu, langsung belajar saham,” kata Putra kepada detikX. Putra juga merasa pekerjaan di dunia saham sangat fleksibel karena bisa dilakukan tanpa harus mengganggu kegiatannya di sekolah.
“Saya menemukan bahwa mereka yang rugi ini terjun langsung ke pasar saham tanpa belajar terlebih dahulu. Sama saja kan kayak menyetir mobil tapi nggak belajar dan akhirnya nabrak.”
Andika Sutoro Putra, investor saham Andika Sutoro Putra
Foto : dok.pribadi via Instagram
Putra memutuskan meninggalkan usaha dagang online dan berfokus mempelajari pasar saham. Kala itu orang tuanya sempat menentang keputusan Putra. Ayahnya khawatir anaknya rugi besar. Sebab, ada seorang temannya yang merugi hingga miliaran rupiah di bursa saham. Bukan Putra namanya jika ia menyerah di tengah jalan.
Dia terus membujuk ayahnya hingga akhirnya diizinkan membuka akun di perusahaan sekuritas. Karena syarat pendaftaran akun diwajibkan berusia 17 tahun, Putra meminjam nama ayahnya. Belakangan, Putra baru membuat akunnya sendiri. Ia menyetor uang Rp 10 juta sebagai modal minimal yang ditetapkan oleh perusahaan sekuritas.
“Saya kaget, kok orang tua meminta saya menjauhi saham, padahal banyak orang kaya raya dari bursa saham. Setelah saya pelajari, memang banyak orang yang rugi di pasar saham. Tapi saya menemukan bahwa mereka yang rugi ini terjun langsung ke pasar saham tanpa belajar terlebih dahulu. Sama saja kan kayak menyetir mobil tapi nggak belajar dan akhirnya nabrak,” ujar Putra.
Putra memborong banyak buku soal investasi di bursa saham dan mengikuti beraneka ragam kelas untuk memahami pasar saham. Salah satunya mengikuti kelas yang diadakan oleh Tung Desem Waringin, motivator bisnis dan investasi. “Jangan langsung loncat ke dalam kolam yang kita tidak tahu kedalamannya berapa. Kebanyakan yang saya temukan, terutama pemula, memang pelit keluar biaya pendidikan,” kata Putra.
Meski telah belajar banyak soal saham, pada satu tahun pertama Putra langsung menelan rugi lumayan besar. Saat itu Putra menjalankan skema trading, jual-beli saham dalam jangka pendek. Setiap saat dia harus selalu memantau pergerakan harga saham. Meski ada pelaku saham yang bisa meraup keuntungan dari trading, Putra merasa tidak cocok. Setelah kembali membaca buku Buffett, Putra baru menyadari Buffett tidak pernah melakukan trading, melainkan berinvestasi dalam jangka panjang.
Andika Sutoro Putra
Foto : dok.pribadi via Instagram
“Karena saya tidak punya mentor, saya kira apa yang saya lakukan sudah betul. Setelah satu tahun salah jalur saya bertobat dan menjadi investor. Saya menjauhi trading karena menguras pikiran. Makanya, kalau secara fundamental ada yang bagus, saya investasikan dan saya biarkan bertahun-tahun. Saya paling cepat jual satu saham dalam waktu enam bulan. Paling lama sejauh ini dua tahun,” tutur Putra.
Selain dana pribadi, Putra dipercaya mengelola dana kerabat dan keluarganya. Selama empat tahun Putra berhasil menggelembungkan nilai portofolionya hingga empat kali lipat atau 400 persen. Pada usia 18 tahun, Putra telah menghasilkan miliaran rupiah dari saham. Dari hasil memutar duit di bursa saham, dia membeli empat apartemen dan sebuah mobil.
Selain ‘membiakkan’ duit di lantai bursa saham, dia berinvestasi di bisnis properti. Di bawah payung Magenta Development, Putra mengembangkan dan mengelola 22 rumah-toko di Kalimantan Barat. Proyek ruko ini setidaknya bernilai lebih dari Rp 30 miliar. Putra juga membiayai sendiri kuliahnya di Universitas Pelita Harapan Business School.
Meski telah menjajal beraneka ragam jenis investasi di sektor lain, termasuk mendirikan empat usaha kuliner, Putra tidak dapat berpindah hati dari saham. “Sampai hari ini keuntungan terbesar saya tetap di pasar saham. Kalau properti, yang penting ada investasi lain. Tapi termasuk kecil kalau dibandingkan dengan saham. Properti juga saya anggap sebagai pendapatan pasif,” ujarnya.
Kini Jumlah portofolio saham Putra telah berada di angka jutaan dolar AS. Di sela waktu senggang, Putra selalu berupaya memperbarui ilmunya. “Saya setiap hari bisa dikatakan tidak ada kerja kantoran. Saya setiap hari baca buku investasi. Saya masih suka ikut seminar. Prinsip saya, never ending improvement, saya selalu belajar dan harus selalu merasa bodoh.”
* * *
Komunitas Investor Muda
Foto : dok.pribadi via Instragram
Geliat anak muda ‘zaman now’ di pasar saham memang sudah mulai terlihat. Setidaknya, menurut data dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) akhir tahun lalu, investor muda dengan usia 30 tahun ke bawah mendominasi jumlah investor Tanah Air. Investor muda dari usia 17 tahun hingga 30 tahun menguasai 30,06 persen dari total seluruh investor pasar modal Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah kemudahan mengakses informasi mengenai investasi di pasar saham.
Tak jarang, di antara para investor saham, ada yang membuat komunitas untuk melakukan edukasi mengenai dunia pasar saham. Seperti Komunitas Investor Muda, yang berjalan sejak 2015. Komunitas Investor Muda didirikan oleh empat pemuda, yaitu Jason Gozali, William Prasetyo, Robert Djufri, dan Romario Djaya Sentosa. Sebagai pelaku pasar modal, mereka berniat menggaet lebih banyak anak muda belajar pasar modal.
“Memang latar belakang kami sama-sama pemain saham. Seperti saya yang mulai berinvestasi di saham waktu masih kuliah,” kata Robert Djufri, Chief Marketing Officer Komunitas Investor Muda. “Kami aktif memberikan edukasi di kampus-kampus. Juga rutin mengadakan workshop tatap muka dengan tujuan agar yang sebelumnya nggak tahu sama sekali soal saham jadi paham seluk-beluknya.”
Komunitas Investor Muda
Foto : dok.pribadi via Instragram
Silvia Loren Budiyanto pernah mengikuti kelas yang diadakan oleh Komunitas Investor Muda. Mahasiswi Trisakti School of Management ini sudah tertarik pada saham sejak Galeri Investasi Bursa Efek Indonesia masuk ke kampusnya. Melalui sarana Galeri Investasi, Silvia, yang baru 19 tahun, dapat membuka rekening efek dengan portofolio pertama Rp 100 ribu.
“Sekarang mudah banget. Bahkan kita bisa buka akun untuk bertransaksi saham cuma dengan modal Rp 100 ribu. Waktu itu saya cuma coba-coba beli saham, ternyata malah dapat keuntungan 50 persen dari modal. Sejak saat itu saya jadi rajin berinvestasi ke saham,” ujar Silvia. Dari hasil pekerjaan sampingannya sebagai guru les, uangnya ia sisihkan untuk membeli saham. Dari modal Rp 5 juta yang dicicilnya, kini portofolio saham Silvia berkembang hingga hampir menyentuh angka Rp 50 juta. Ia bahkan turut mengelola dana kakaknya sebesar Rp 15 juta. Kurang dari tiga bulan, ia sudah dapat menghasilkan dana Rp 2 juta dari berinvestasi saham.
Reporter/Redaktur: Melisa Mailoa
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Luthfy Syahban