Ilustrasi: Edi Wahyono
Sabtu, 14 Oktober 2017Di Zomato, dia hanya menuliskan namanya MJ. Tanpa foto. Meski terus dibujuk, MJ tetap enggan menyebutkan nama sebenarnya. Dia hanya memberi sedikit isyarat identitasnya: perempuan, belum menikah, berusia 30-35 tahun, dan punya hobi jajan.
Dilihat dari ulasan-ulasannya di Zomato, perempuan yang agak misterius ini kelihatannya bukanlah orang yang suka bertele-tele. Misalnya ia tak segan mengutarakan kekecewaannya atas sajian kekinian Mie Terbang. Mi goreng yang seolah-olah melayang karena disangkut garpu. MJ menulis seperti ini:
“Kecewa. Pesen Mie Terbang pedas goreng. Karena takeaway, so I didn’t care about the ‘terbang’ bit, tapi yang datang indomie goreng biasa pake sosis. Nggak pedas pula…… Sosisnya terasa sagu banget, rada asem. Harus ganti merek nih. Sayurnya kurang diseleksi juga, karena agak pahit, biasanya sayur yang kurang segar atau sayur tua. Secara keseluruhan, rasanya hambar banget. Nggak manis, nggak spicy, nggak asin juga.”
Untuk Mie Terbang ini, MJ memberikan skor 2,5 dari skala 5. Tapi dia juga bisa bermurah hati memberikan rating mendekati sempurna kepada sebuah kedai kopi karena secangkir kopi Americano dan roti croissant. Begitu pula dengan camilan bola ubi yang, menurut MJ, layak mendapatkan rating 4 dari skala 5. Sejak sekitar 7 bulan lalu, MJ sudah menulis lebih dari 1.200 ulasan.
“Saya tidak menyangka bisa jadi foodie pertama. Padahal saya juga masih follow foodies lain. Saya tidak berambisi juga jadi nomor satu di leaderboard. Hanya kebetulan saya suka icip-icip makanan dan situasi lingkungan juga mendukung karena di kantor dan di rumah biasanya sering berbagi makanan,” ujar perempuan misterius ini.
Mie Terbang
Foto: dok. pribadi Oppa Kuliner
Mereka nggak bisa beli ulasanku. Kalau mereka membatasi ulasanku, mending mereka nggak usah kasih undangan.”
Salim Moses Konggidinata alias Oppa Kuliner, peringkat ke-7 pengulas di Zomato-JakartaMJ sendiri mengaku bukan orang yang tak bisa terpisahkan dari jejaring media sosial. Jangankan memperbarui jepretan foto makanan di Instagram, akun Facebook pun ia tak punya. Zomato bisa jadi satu-satunya akun yang membuatnya terhubung dengan sesama pencinta kuliner di dunia maya. Sejak menetap di luar negeri sampai kembali ke Indonesia akhir tahun lalu, MJ sudah sering menggunakan situs Zomato. Namun ia hanya mengandalkan Zomato untuk membaca ulasan dan mengintip menu restoran.
Karena merasa amat terbantu oleh ulasan di Zomato, ia pun tertarik menulis serta membagikan pengalaman makannya di Zomato. MJ tak menulis ulasan mendalam selayaknya yang dilakukan oleh pakar kuliner William Wongso. Ia menulis sesederhana mungkin seperti pelanggan pada umumnya yang datang ke restoran karena lapar.
“Saya mencoba membuat ulasan informatif. Jadi biasanya saya tulis apa yang saya pesan, apa yang saya dapat, tekstur dan komponennya bagaimana dan rasanya seperti apa. Kadang saya menulis harganya berapa apabila saya rasa itu akan membantu pembeli lain menilai kepantasan makanan itu. Oleh karena itu, saya usahakan ulasan saya sebaik-baiknya membangun untuk penjual dan jujur bagi pembeli lain,” kata MJ.
Berbeda dengan pencinta kuliner pada umumnya, MJ tidak terlalu suka mengikuti tren makanan dan minuman. Karena tuntutan pekerjaan, ia juga tak punya banyak waktu untuk ‘nongkrong cantik’ di sebuah kafe. Itu sebabnya, MJ lebih banyak menulis ulasan makanan dari restoran yang bisa dipesan melalui aplikasi online. Apalagi ia hampir tak pernah membawa bekal makanan dari rumah.
Apa pun makanan yang MJ santap, kebanyakan pasti ia ulas dalam situs Zomato, bahkan satu kotak donat yang dibagikan teman sekantornya. Dalam sehari rata-rata MJ bisa menulis lebih dari empat ulasan sekaligus. Maka tak aneh bila MJ mendapat predikat sebagai top reviewer. Ia sekaligus mendapat julukan ahli untuk beberapa daerah yang sering dia ulas seperti daerah di Jakarta serta dua daerah di Australia dan Singapura.
Oppa Kuliner
Foto: dok. pribadi
Zomato memang tak memberikan kriteria khusus bagi pengulas yang ingin menuliskan pengalaman bersantapnya. Itu sebabnya, terkadang penilaian yang diberikan kurang obyektif. Salim Moses Konggidinata pernah beberapa kali tertipu. Pemegang peringkat ke-7 top reviewer di Zomato ini beberapa kali mengunjungi restoran dengan rating mendekati sempurna. Di benaknya sudah terbayang akan mencicipi makanan yang sangat sedap dan tempat yang asyik untuk kongko. Tapi yang terjadi malah antiklimaks, berujung pada kekecewaan karena tidak sesuai dengan ulasan yang Moses baca sebelumnya.
“Aku mau ketika orang buka Zomato, dia mendapatkan ulasan yang benar-benar jujur dan bisa dipercaya. Karena aku pernah ngalamin ulasan yang nggak benar,” kata Moses saat ditanya perihal alasannya menjadi pengulas makanan. Menurut Moses, pengguna harus jeli membaca ulasan karena beberapa di antaranya ada yang memberikan ulasan fiktif.
Kadang ada saja orang memberikan ulasan terhadap sebuah restoran tanpa benar-benar mengunjungi dan memesan makanan. Mungkin dia semata-mata mengejar ranking dan popularitas di situs direktori kuliner. Ujung-ujungnya, orang itu berharap bisa mendapatkan banyak undangan makan.
“Sebetulnya aku agak heran pada yang mengejar leaderboard ini. Karena dibayar juga nggak. Rata-rata yang kasih undangan pun nggak melihat review kita atau ranking kita di Zomato. Berdasarkan pengalamanku, pengundang malah lebih lihat jumlah followers dan hasil foto di Instagram. Untuk undangan dari Zomato, yang lihat leaderboard cuma 2-3 restoran. Sisanya semua dari Instagram,” kata Moses. Selain rajin menulis ulasan di Zomato, dia aktif menulis di situs pergikuliner.com.
Pemegang peringkat ke-5 top reviewer di Zomato, Darsehsri Handayani, juga kerap menemukan ulasan yang tak akurat dan berlebihan. Itu sebabnya, kini Sri sangat berhati-hati dalam memberikan rating untuk sebuah restoran, terutama apabila ia menerima undangan dari sebuah restoran. Karyawan swasta berusia 36 tahun ini tak akan memberikan rating sempurna apabila restoran itu tidak memenuhi tiga kriteria utama dalam ulasannya. Yaitu pelayanan sigap, rasa makanan lezat, dan suasana restoran yang membuat pengunjungnya betah berlama-lama.
Darsehsri Handayani, kedua dari kanan
Foto: dok. pribadi
Akibat ulasan yang terlalu jujur itu, Sri pernah kena semprot penjual makanan. Kala itu ia membeli satu bungkus makanan ringan yang sedang jadi tren. Namun tak berapa lama tenggorokannya sakit. Perempuan yang menetap di Bogor ini menduga si penjual makanan menggunakan gula biang sebagai pemanis.
“Padahal bahasanya sudah diperhalus, tapi dia marah. Intinya, dia nggak terima dan ingin membela diri,” tutur Sri. Dia mulai menulis ulasan di Zomato pada 2015. Kadang ada pula yang memprotes ulasannya. Tapi, bagi Sri, hal itu tak jadi soal. “Karena kegiatan ini juga cuma hobi dan tujuannya ingin membantu teman-teman sesama pencinta makanan melalui review yang saya tulis. Di situ letak kepuasannya.”
Berbeda dengan food blogger, yang mengutamakan kecepatan dalam mengikuti arus tren makanan, food reviewer punya kebebasan menentukan makanan apa saja yang ingin diulas. Mau kelas restoran dengan harga per porsi Rp 500 ribu sampai kelas gerobak Rp 10 ribu per porsi. Sebagai pengulas makanan, Moses juga tidak pernah merasa tertekan oleh tuntutan atau pesanan untuk menulis ulasan positif.
“Meskipun itu undangan, dari awal tidak pernah ada yang pesan, 'Kak, tolong dong review yang bagus.’ Nggak ada yang seperti itu. Meski dari undangan, kalau nilainya 3 ya 3. Bahkan dulu pernah ada undangan mengulas makanan yang aku nilai di bawah 3, karena dari awal memang nggak ada kesepakatan apa pun. Mereka nggak bisa beli ulasanku. Kalau mereka membatasi ulasanku, mending mereka nggak usah kasih undangan,” Moses menegaskan sikapnya.
Darsehsri Handayani
Foto: dok. pribadi
Namun pencinta kuliner bakmi ini tak memungkiri manfaat yang ia dapatkan selama menjadi pengulas makanan. Mulai undangan makan di restoran sampai tawaran kampanye produk online. Honornya ia gunakan untuk membantu membeli kamera yang ia andalkan sehari-hari untuk menjepret foto makanan.
“Tapi aku selalu mengingatkan, dari awal orientasiku bukan uang, jadi terkenal, atau berniat bersaing dengan yang lain. Makanya aku nggak berasa saingan. Mau dibayar atau nggak, mau dapat undangan atau nggak, aku akan tetap makan,” kata Moses.
Reporter/Redaktur: Melisa Mailoa
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Fuad Hasim