Foto: dok. pribadi via Instagram
Sabtu, 29 Juli 2017Sudah hampir 20 tahun Nicky Tirta Djaja kenal dengan kamera film. Jika masih ada yang ingat, Nicky memerankan Damar, ketua organisasi sekolah, yang menyukai teman sekolahnya, Lala, diperankan Marshanda, di sinetron Bidadari. Saat itu Nicky masih “anak baru gede”, baru berumur belasan tahun.
Sekarang Nicky bukan lagi anak baru gede, umurnya 34 tahun dan punya seorang anak. Belasan tahun berakting dalam film dan sinetron, mestinya Nicky sama sekali tak kikuk, apalagi sampai grogi, disorot kamera. Tapi nyatanya dia malah gugup luar biasa saat mesti “berakting” sebagai seorang chef dalam satu acara memasak yang tayang di salah satu stasiun televisi beberapa tahun lalu.
Bukan artis cantik Laudya Cynthia Bella atau Alyssa Soebandono yang membuat Nicky grogi, melainkan adonan kue, oven, dan mixer. “Aku mencoba sesuatu yang berbeda. Aku sudah dikenal di dunia akting, eh jadi tukang masak…. Jujur saja, perasaan canggung itu ada,” ujar Nicky pekan lalu saat menceritakan pengalaman perdananya jadi juru masak di televisi.
Di studio televisi yang telah disulap menjadi dapur dadakan, Nicky terus memelototi oven berisi adonan kue bolu pisang. Dia menghela napas lega, kue racikannya ternyata tak mengecewakan. Meski kamera tak dapat menangkap aroma harum manis khas kue, warna cokelat keemasan tanda kue matang sempurna terekam jelas. Seolah menggoda iman siapa saja yang menonton untuk segera melahapnya.
Yang namanya merintis usaha masak langsung laku keras.”
Nicky Tirta, pemilik Kytir Premium BrowniesFoto: dok. pribadi via Instagram
Produser program masak pun mengangguk puas atas hasil kerja Nicky. Tapi tetap saja Nicky mendengar bisik-bisik yang meragukan kemampuannya di dapur. Ada saja orang-orang yang nyinyir menuduh Nicky hanya memanfaatkan popularitas sesaat.
“Ada yang komentar, ‘Sudahlah, Nicky, ngapain masak? Apa masih kurang duit dari akting? Udah deh jangan aji mumpung!’” Nicky menuturkan pengalamannya. “Tapi buat aku, aji mumpung nggak ada yang salah. Karena memang minatku memasak dan aku bisa masak, why not? Main sinetron, akting, oke… di saat ramai ya ramai, di saat nggak ramai ya nggak ramai. Terus masak kita cuma nunggu panggilan saja?” ujarnya.
Nicky memang tak hanya modal tampang dan tak asal cuap-cuap saja untuk acara memasak itu. Sejak masih di bangku SMA di Perth, Australia, dia sudah senang main di dapur. Awalnya Nicky memasak hanya untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari keluarga besarnya, yang terdiri atas delapan bersaudara. Lambat laun dia malah menikmati pekerjaan itu. Ia juga menambah “ilmu dapur” lewat tayangan televisi . Jamie Oliver, celebrity chef asal Inggris, adalah salah satu idolanya.
Bagi Nicky, urusan dapur ini bukan urusan main-main, bukan hanya iseng lantaran lagi sepi pekerjaan. Segala jenis resep masakan dia pelajari. Bahkan dia pernah datang ke Kota Pariaman, Sumatera Barat, hanya untuk belajar masakan otentik Minang, salah satunya sala lauak, makanan dari bahan tepung beras dengan tekstur renyah dan rasa gurih-pedas dari potongan ikan asin di dalamnya. Nicky juga sempat mengambil kelas pendek memasak selama satu tahun di Australia.
Keputusannya itu mendapat dukungan penuh dari kedua orang tuanya. “Waktu mau masuk ke dunia masak ini mereka malah dukung karena pamanku ada yang jadi chef di Amerika dan sekarang kerja di Indonesia. Justru awalnya mereka menentang waktu aku masuk bisnis hiburan. Tapi siapa tahu itu yang jadi jembatan aku ke dunia masak,” ujar Nicky.
Foto: dok. pribadi via Instagram
Perlahan Nicky membuktikan bahwa dia tak cuma jago ngomong dalam urusan di dapur. Nicky makin kerap didapuk menjadi chef dari beraneka ragam produk. Dia juga masih mengisi segmen memasak di salah satu televisi swasta. Nicky makin percaya diri. Dia memberanikan diri untuk membuka bisnis toko online brownies. Bisnis kue yang ia beri nama Kytir Premium Brownies ini berjualan lewat media sosial. Nicky terjun langsung mengelola tokonya, mulai pembuatan kue bahkan kadang hingga proses pengantaran ke tangan pelanggan.
Nicky sengaja memilih penganan manis berbahan dasar cokelat itu karena tahan lama. Selama tiga bulan, Nicky mondar-mandir di dapur untuk menemukan resep brownies yang pas. Ritual itu biasanya ia lakukan di pagi hari atau malam hari setelah selesai syuting. Jika sedang libur, Nicky bisa menghabiskan waktu seharian untuk bereksperimen di dapur. Saking seringnya melakukan uji coba resep, petugas satpam di rumahnya sampai menolak brownies buatan Nicky.
Sebelum buka toko sendiri, sebetulnya kala itu sempat ada perusahaan yang menawari Nicky menjadi duta merek sebuah produk makanan. Nicky hanya perlu mengeluarkan sejumlah uang sebagai modal dan menerima keuntungan bagi hasil dari penjualan. Namun Nicky menolak mentah-mentah tawaran itu.
“Mungkin sekarang lagi ngetren yang seperti itu. Cuma, karena aku punya minat besar di situ, aku mau benar tahu apa yang dijual. Aku ingin benar-benar mengenal barang yang aku tawarkan kepada pembeli. Aku mau orang benar suka, pesan lagi, karena tahu kualitas rasa dan bahannya. Aku lebih melihat untuk jangka panjang,” katanya.
Bermula hanya punya satu oven berkapasitas empat loyang sekali panggang, kini Nicky menambah satu oven lagi untuk memenuhi permintaan yang terus bertambah. Bahkan, jika ada waktu senggang, Nicky membuat stok brownies sehingga, jika ia sedang sibuk dengan jadwal pengambilan gambar sinetron atau film, pelanggannya masih bisa memesan brownies buatan Nicky.
Rupanya pelanggan Nicky tak hanya berasal dari Indonesia. Setiap kali ia berkunjung ke keluarganya di Australia, sudah banyak orang mendaftar untuk dibuatkan brownies. Belum lama ini Nicky melayani pembuatan 60 loyang brownies. Pemesannya orang Indonesia, Australia, dan India. Seluruh prosesnya ia lakukan seorang diri dengan menumpang dapur restoran Selera Nusantara milik seorang saudara.
Foto: dok. pribadi via Instagram
Meski Nicky merasa cukup terbantu dengan kapasitas alat pemanggang yang lebih besar, ia baru menyelesaikan pesanannya itu pukul 3 pagi. “Waktu itu suhu udara malam hari di sana 3 derajat. Restorannya jam 9 malam tutup, tapi pesanan brownies masih banyak. Ya, sudah, saya dikasih kunci, meski harus dingin-dingin bikin sendiri. Adonan brownies saja sampai nggak bergerak saking dinginnya…. Walaupun capek, lumayanlah buat nutupin ongkos pulang-pergi tiket pesawat,” ujar Nicky berkelakar. Satu loyang brownies di Australia dia jual dengan harga Aus$ 20 sekitar Rp 210 ribu, sementara di Indonesia ia menjualnya dengan harga Rp 145 ribu.
Nicky tak menyebut berapa angka pasti keuntungan yang ia dapatkan dari brownies. Bagi dia, tak ada masalah jika penghasilan dari berjualan brownies masih berada jauh di bawah honor syuting atau main film dan sinetron. Nicky lebih memikirkan rencana masa depan untuk usaha yang telah ia bangun dari nol.
Sebagai konsekuensi keseriusannya itu, Nicky mulai mengurangi kegiatan di dunia hiburan. “Yang namanya merintis usaha, masak langsung laku keras. Makanya aku sekarang mau fokus di sini. Dua bulan lagi kalau nggak ada halangan aku mau buka toko brownies dan jenis cake lain di Kemang Selatan,” kata Nicky.
Reporter/Redaktur: Melisa Mailoa
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Luthfy Syahban
Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.