Foto: Tri Aljumanto
Kamis, 27 Juli 2017Hampir sebagian besar petugas di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), aktivis lingkungan hidup, juga warga sekitar kawasan mengenal sosok Iwan “Podol”. Oleh sejumlah komunitas dan aktivis lingkungan dan pemerhati binatang, ia dijuluki sebagai Abah Badak Indonesia. Namun nyaris sebagian besar dari mereka malah tidak tahu nama asli Iwan “Podol”.
Dalam perjalanan menuju kawasan hutan TNUK di wilayah selatan Ujung Kulon, tim detikXpedition ditemani oleh Iwan. Dialah yang ditunjuk oleh World Wildlife Foundation (WWF) Indonesia dan Balai TNUK untuk mencari jejak dua badak jantan dewasa yang keluar dari habitatnya di Kampung Cegog, Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Pandeglang pada 29 Mei hingga 2 Juni 2017.
Selama perjalanan, Iwan sering melontarkan joke segar. Ia memang sangat ahli soal mamalia raksasa langka ini, yaitu badak Jawa bercula satu (Rhinoceros sondaicus). Ia hafal betul dengan seluruh kawasan hutan TNUK, habitat, karakteristik, perilaku, dan jejak badak Jawa. Dengan keahliannya itu, Iwan kerap ditugasi keluar-masuk hutan kawasan taman nasional di sejumlah daerah, khususnya di Sumatera dan Kalimantan.
“Nama asli saya pada nggak tahu. Kalau ada yang nanya Ridwan Setiawan, mereka nggak kenal, nggak tahu. Tapi, kalau nama Iwan Podol, mereka langsung tahu semua, ha-ha-ha…,” kata pria yang saat ini menjabat Species Coordinator WWF Ujung Kulon Project ini dalam obrolan dengan tim detikXpedition.
Iwan awalnya tak nyaman dengan julukan Podol. Maklum, sebagai putra Banten, ia tahu arti kata podol, yang dalam bahasa Indonesia berarti tahi atau kotoran makhluk hidup. Tapi dengan nama itulah ia menjadi dikenal semua petugas TNUK, WWF, peneliti, bahkan semua pencinta alam dan lingkungan.
Iwan Podol sedang memeriksa jejak badak Jawa.
Foto : Tri Aljumanto/detikX
Bahkan komunitas pencinta lingkungan di Aceh membuat kaus bergambar wajah Iwan Podol yang berkumis baplang dengan tulisan “Abah Badak Indonesia”. “Itu yang bikin bukan saya atau WWF, tapi teman-teman kita dari Aceh. Saya juga dikasih,” ujar Iwan diiringi tawa.
Iwan menjelaskan sebutan Podol pada namanya itu merupakan pemberian Tri Wibowo, Kepala Balai TNUK pada 2000-an. Ketika itu Iwan bergabung dengan Rhino Monitoring and Protection Unit, bagian dari Program Konservasi Badak Indonesia yang dibentuk Balai TNUK. Saat itulah, karena selalu menemukan jejak badak dan meneliti kotoran badak, Iwan diberi julukan Podol.
Lulus Sekolah Teknik Menengah Negeri Serang, Banten, pada 1987, Iwan mengaku berusaha mencari pekerjaan. Ia sempat menjadi kondektur bus PO Asli pada 1990-1992. Saat itulah ia berkenalan dengan teman-temannya yang menjadi relawan dan pemandu di Ujung Kulon. Praktis, selain menjadi kondektur bus, ia menyambi jadi relawan selama dua tahun.
“Sewaktu jadi volunter, itu keinginan sendiri dan saya bicara sama Pak Ameng (Priono) dan Pak Agus Priambudi agar bisa jadi relawan. Kedua orang itulah yang memperkenalkan saya dengan Taman Nasional Ujung Kulon,” ujar Iwan menceritakan awal bekerja seperti saat ini.
Ameng Priono dan Agus Priambudi, mantan Kepala Balai TNUK, saat itu masih sebagai petugas biasa. Hampir tiga tahun menjadi relawan di Balai TNUK, Iwan juga menyambi jadi pemandu di kelompok pemandu Black Rhino. Iwan tak lagi memikirkan honor atau gaji. Ia kadung suka pada alam terbuka.
“Saat jadi volunter mah nggak jelas penghasilannya. Pokoknya mah madesu (masa depan suram), ha-ha-ha…. Tapi, karena sudah jadi hobi dan saya ingin berbuat untuk alam, ini tak menyurutkan tekad saya,” ucap Iwan, yang kini memiliki seorang putra dan seorang putri ini.
Iwan Podol memimpin perjalanan ekspedisi ke hutan Ujung Kulon untuk melacak jejak badak Jawa.
Foto : Tri Aljumanto/detikX
Soal pengetahuan tentang badak Jawa, Iwan banyak belajar kepada sejumlah orang, yang kebanyakan petugas TNUK. Mereka di antaranya Saridja, Mirkani, Ali Rahman, dan Sakmin (dua nama terakhir sudah meninggal dunia). Iwan juga belajar kepada rekan seperjalanan komunitas pencinta badak, yaitu Sumardi dan Mita. Selebihnya, Iwan belajar soal badak secara otodidak alias belajar sendiri.
“Guru saya Pak Saridja soal badak. Pak Mirkani untuk pakan badaknya. Pak Ameng dan Pak Agus yang memperkenalkan dengan Taman Nasional Ujung Kulon,” Iwan menambahkan.
Setelah tiga tahun berada di bawah bendera Balai TNUK, Iwan diajak bergabung dengan WWF Indonesia oleh Project Manager WWF Ujung Kulon Nazir Fuad pada 1996. Nazir Fuad sendiri saat ini ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Badan Restorasi Gambut. Sejak itulah Iwan mengikuti semua kegiatan di WWF Indonesia.
Namun, pada 1999 hingga 2000, Iwan diperbantukan ke tim Rhino Monitoring and Protection Unit di bawah bendera Balai TNUK. Baru pada 2000 ia kembali ke WWF Indonesia hingga sekarang. Ketika kembali ke WWF Indonesia, Iwan juga menjadi ketua tim yang dinamai Tim Tai, yang secara khusus meneliti kotoran badak untuk diteliti DNA-nya. Iwan juga kerap mendampingi sejumlah peneliti, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, masuk ke kawasan TNUK, termasuk sejumlah mahasiswa pencinta alam.
Pengalaman menariknya antara lain ketika dia bekerja sama dengan Mike Griffith, yang saat itu dipekerjakan WWF melakukan pemotretan dan penelitian badak Jawa di Ujung Kulon. Termasuk awal ketika kamera jebak (camera/video trap) mulai digunakan untuk menghitung populasi badak Jawa.
Foto lawas saat Iwan Podol melakukan monitoring terhadap badak Jawa.
Foto : Dok Pribadi
Pengalaman menarik lainnya adalah ketika ia melakukan survei soal jejak badak Jawa di kawasan Kanekes, Lebak, Banten. Ia sempat ditangkap patroli orang Baduy selama beberapa hari bersama temannya. Ia sempat diinterogasi pasukan khusus suku Baduy itu karena dicurigai sebagai perambah hutan atau hendak merusak alam di hutan yang masih merupakan kawasan suku Baduy itu.
Selama bekerja sebagai relawan, pemandu, hingga bekerja di WWF Indonesia, Iwan mengaku sering meninggalkan keluarganya. Mingguan hingga bulanan ia tak pulang ke rumah di Bayah, Lebak, Banten. Ia kerap masuk hutan untuk waktu yang lama ke kawasan Gunung Leuser di Aceh, pegunungan selatan Bukit Barisan, Lampung, hingga Kalimantan untuk mencari jejak badak.
Iwan mengaku keluarganya sangat mendukung apa yang dikerjakannya selama ini. Namun anak-anaknya pernah memprotes hal tersebut karena saat itu masih kecil dan belum paham apa yang ayahnya lakukan selama ini. Tapi, setelah kedua anaknya menginjak dewasa, justru mereka saat ini bangga sang ayah punya julukan baru: Abah Iwan Podol.
Ketika ditanya apakah ada anaknya yang tertarik mengikuti jejaknya bekerja sebagai pakar badak, ia menjawab, “Nggak ada, ha-ha-ha…. Anak saya yang perempuan justru mau jadi fotografer.”
Reporter: Ibad Durohman
Redaktur: M. Rizal
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim
Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.