INTERMESO
“Saat kalian melihatnya di jalan, kalian melihat seorang laki-laki sejati.”
Vitaly Kaloyev
Foto: dok. Reuters
Dia pembunuh. Tapi, di daerah asalnya, tak sedikit yang mengelu-elukannya sebagai pahlawan. Dia Vitaly Konstantinovich Kaloyev, kini 61 tahun, warga Vladikavkaz, ibu kota Negara Bagian Ossetia Utara-Alania, Rusia.
“Saat kalian melihatnya di jalan, kalian melihat seorang laki-laki sejati,” Taimuraz Khutiyev, warga Vladikavkaz, dikutip Los Angeles Times, menyanjung Vitaly. Bagi Taimuraz, tak ada yang salah dengan tindakan Vitaly belasan tahun lalu. “Apa yang dia lakukan merupakan kebanggaan bagi negeri ini…. Itu merupakan tindakan yang heroik.”
Istrinya, Svetlana Kaloyeva, dan dua anaknya, Konstantin Kaloyev dan Diana Kaloyeva, menjadi korban tabrakan maut di udara antara pesawat Tupolev Tu-154M milik Bashkirian Airlines dan Boeing 757 milik DHL International pada 1 Juli 2002. Saat meninggal, Konstantin baru berumur 10 tahun, sementara adiknya baru 4 tahun.
Kendati tak menunjuk orang, hasil penelusuran Badan Investigasi Kecelakaan Penerbangan Jerman (Bundesstelle für Flugunfalluntersuchung/BFU) menyebut, selain faktor peralatan, ada andil kesalahan manusia dalam kecelakaan di Kota Uberlingen itu.
Potongan pesawat setelah terjadi tabrakan pesawat Bashkirian Airlines dengan pesawat kargo DHL di atas Kota Uberlingen, Jerman, pada 1 Juli 2002.
Foto: dok. Getty Images
Uberlingen berada di wilayah Jerman, tapi kendali lalu lintas udara di kota itu ada di bawah koordinasi menara kontrol Zurich, Swiss. Pada malam itu, hanya ada satu petugas jaga di menara kontrol Zurich, yakni Peter Nielsen. Seorang temannya tidur di ruang sebelah. Peter sendirian mengatur lalu lintas penerbangan.
Dia sangat sibuk. Selain pesawat Bashkirian Airlines yang dikemudikan Kapten Alexander Gross dan pesawat kargo DHL International yang tengah terbang menuju Brussels, Belgia, ada beberapa pesawat lain yang tengah melintas di wilayah udara Zurich, di antaranya penerbangan THA933 Thai Airways, NMB286 NamibAir, dan pesawat milik MonarchAir.
Lantaran ada penundaan dalam pengiriman data gara-gara ada perawatan berkala sistem peringatan tabrakan di darat, Peter tak sadar bahwa jarak pesawat Boeing 757 milik DHL terbang kelewat dekat dengan posisi pesawat Bashkirian Airlines. Kedua pesawat sama-sama ada pada ketinggian 36 ribu kaki. Ketika dia sadar, jarak kedua pesawat tinggal kurang dari satu menit. Tabrakan tak terhindarkan.
Tapi Vitaly kecewa lantaran tak ada hukuman bagi petugas pengatur lalu lintas udara di Zurich yang dianggap menanggung sebagian kesalahan penyebab tabrakan pesawat tersebut. Bahkan Skyguide, perusahaan swasta yang jadi operator menara kontrol Zurich, tetap mempekerjakan Peter Nielsen.
Bangkai pesawat akibat tabrakan pesawat Bashkirian Airlines dengan pesawat kargo DHL di atas Kota Uberlingen, Jerman, pada 1 Juli 2002.
Foto : dok. Getty Images
Pada akhir Februari 2004, Vitaly terbang ke Swiss dan mendatangi rumah Peter di Kloten, sekitar 10 kilometer dari Kota Zurich. Vitaly, dia mengaku, hanya ingin menuntut permintaan maaf dari Peter Nielsen. Pertemuan itu berakhir buruk. Vitaly gelap mata dan menikam Peter hingga tewas. Pengadilan Zurich menghukumnya 8 tahun penjara.
“Aku sudah lelah menempuh semua jalur hukum untuk mendapatkan keadilan,” kata Vitaly seperti dikutip Daily Mail. Vitaly hanya menjalani separuh masa hukuman. Pada November 2007, Pengadilan Zurich membebaskan Vitaly lantaran dianggap punya masalah kejiwaan. Kisah Vitaly inilah yang diangkat ke layar bioskop lewat film Aftermath, yang dibintangi oleh Arnold Schwarzenegger.
Keluar dari penjara Swiss sebagai pembunuh dan pulang ke kampung halamannya, Rusia, Vitaly malah disambut bak pahlawan. Puluhan orang menyambutnya di ruang VIP di Bandara Domodedovo, Moskow. “Yang terpenting bagiku saat ini adalah aku bisa mengunjungi makam istri dan anak-anakku setiap hari,” kata Vitaly. “Aku tak peduli pada orang-orang yang memanggilku pembunuh…. Orang-orang seperti itu berarti mengkhianati anak-anaknya sendiri. Aku hanya melindungi kehormatan anak-anakku.”
Di media-media Rusia, orang-orang tak hanya memaklumi pembunuhannya, bahkan mengelu-elukan Vitaly. “Bagi kami, Vitaly merupakan seorang pahlawan. Mereka yang menyebabkan kecelakaan di udara sering luput dari hukuman. Hukuman radikal seperti ini adalah satu-satunya cara untuk membuat mereka bertanggung jawab,” kata Vitaly Yusko, warga Rusia, kepada Pravda.
Petugas di antara bangkai pesawat setelah terjadi tabrakan pesawat Bashkirian Airlines dengan pesawat kargo DHL di atas Kota Uberlingen, Jerman, pada 1 Juli 2002.
Foto: dok. Getty Images
Tak kurang Ruslan Aushev, mantan Presiden Ingusethia, salah satu negara bagian Rusia, turut memberikan dukungan kepada Vitaly. “Vendetta, pembalasan seperti itu, merupakan hal biasa di kawasan Kaukasus…. Ribuan orang di daerahnya akan melakukan hal yang sama seperti dia,” ujar Ruslan.
Saudara-saudaranya pun menyokong Vitaly. Bagi mereka, Vitaly dan keluarga korban kecelakaan pesawat itu diperlakukan tak adil. “Aku tak akan menghukum tindakan seperti yang dilakukan Vitaly…. Bukan hanya karena Vitaly, tapi semua orang yang melakukannya,” kata Khazbi Kaloyev kepada Washington Post. Kematian Peter Nielsen, menurut dia, tak bisa dibandingkan dengan 71 orang yang tewas di Uberlingen. “Jika nyawa satu orang dianggap lebih berat dibanding nyawa 71 orang, apa lagi yang bisa kalian katakan?”
Dua bulan setelah bebas dari hukuman, Vitaly malah diangkat jadi Wakil Menteri Konstruksi dan Arsitektur di kampungnya, Negara Bagian Ossetia Utara-Alania. Walaupun tak menyesali perbuatannya, menurut Vitaly, tak berarti dia menikmati pembunuhan Peter Nielsen. “Pembunuhan itu tak membuat hidupku jadi lebih baik,” kata Vitaly.
Redaktur/Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Luthfy Syahban
Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.