INTERMESO

Kisah Nyata di Balik
Film Aftermath

Dua pesawat, Tupolev Tu-154M milik Bashkirian Airlines dan Boeing 757 milik DHL International, bertabrakan di udara. Salah siapa?

Ilustrasi: dok. Aftermath

Jumat, 5 Mei 2017

Menjelang tengah malam pada 1 Juli 2002, api besar menyala di langit Uberlingen, kota tua di pesisir utara Danau Constance, Jerman. Seorang perempuan yang kebetulan berada di jalan dan melihat nyala besar di angkasa buru-buru menginjak pedal gas mobilnya mendekati posisi jatuhnya api itu.

“Aku pikir benda itu UFO,” kata perempuan itu kepada wartawan Guardian. Dia tak mau melewatkan kesempatan melihat langsung UFO, unidentified flying object. “Aku ingin jadi yang pertama mengucapkan salam kepada para alien.” Tapi bukan UFO yang jatuh di Uberlingen.

Hanya beberapa detik setelah api besar itu hilang, ada benda jatuh dari langit berdebam di atap Panti Brachenreute, rumah perawatan bagi anak-anak difabel. Anke Schumann, yang tengah melamun sembari mengisap rokok di beranda, terperanjat. Dia tak menyangka benda yang mengejutkannya itu ternyata sesosok mayat. Belakangan dia tahu, mayat itu adalah Alexander Gross, pilot penerbangan 2937 Bashkirian Airlines.

Beberapa jam sebelum “jatuh” di Uberlingen, Alexander, kala itu 52 tahun, bersama kopilot, Oleg Grigoriev, lepas landas dari Bandara Internasional Domodedovo, Moskow, Rusia, dengan tujuan Barcelona, Spanyol. Di dalam pesawat, ada 45 remaja asal kota Ufa, Negara Bagian Bashkortostan, Rusia, yang tengah bersukaria. Anak-anak dari keluarga kaya di Ufa itu berencana menghabiskan liburan di Pantai Costa Dorada, Kota La Pineda.

Keluarga korban tabrakan pesawat Bashkirian Airlines dengan pesawat kargo DHL di atas Kota Uberlingen, Jerman, pada 1 Juli 2002.
Foto: dok. Getty Images


Seandainya mereka datang ke bandara tepat waktu, tak akan ada kejadian seperti ini.”

“Aku bertemu mereka semua tadi malam…. Mereka anak-anak yang masih muda, cantik-cantik, dan hebat,” kata Tatiana Ostapenko, Direktur Soglasiye, perusahaan yang mengatur semua perjalanan anak-anak dari Ufa itu, dikutip Los Angeles Times. Mestinya anak-anak itu tak naik pesawat Bashkirian. Tapi, karena salah datang ke bandara lain di Kota Moskow sehari sebelumnya, mereka ketinggalan pesawat. 

Selain para “ABG” dari Ufa, ada Svetlana Kaloyeva bersama dua anaknya, Konstantin Kaloyev, 10 tahun, dan adiknya, Diana, yang baru berumur 4 tahun. Sama seperti anak-anak dari Ufa, suasana hati Svetlana dan anak-anaknya lagi penuh sukacita. Sudah berbulan-bulan anak-anak itu tak bertemu ayahnya, Vitaly Kaloyev, yang bekerja sebagai arsitek di Barcelona. 

Kontrak kerja Vitaly sebenarnya sudah habis, tapi dia sengaja mengajukan perpanjangan visa supaya bisa berlibur bersama keluarganya. Selama Vitaly merantau di Spanyol, Svetlana dan anak-anaknya tinggal di Vladikavkaz, ibu kota Negara Bagian Ossetia Utara-Alania, Rusia.

Petugas Hotel Estival Park di Pantai Costa Dorada sudah bersiap menyambut tamunya, namun anak-anak dari Kota Ufa yang ditunggu-tunggu itu tak kunjung tiba. Demikian pula Svetlana bersama kedua anaknya, juga tak pernah berlibur di Spanyol bersama suami dan ayah mereka. 

* * *

Vitaly Kaloyev
Foto: dok. Berlingske

Menjelang tengah malam, Kapten Alexander Gross membawa 60 penumpangnya melintas di wilayah udara Jerman, di atas Kota Uberlingen, tak jauh dari perbatasan Swiss. Selain 60 penumpang, ada 9 awak dalam pesawat Tupolev Tu-154M itu.

Kendati berada di wilayah Jerman, kendali lalu lintas udara di Uberlingen ada di bawah koordinasi menara kontrol Zurich, Swiss. Operator menara kontrol Zurich ini adalah perusahaan swasta, Skyguide. Pada malam itu, petugas jaga di menara kontrol Zurich hanya satu orang, yakni Peter Nielsen. Seorang temannya tidur di ruang sebelah.

Nielsen lumayan sibuk. Selain pesawat Bashkirian Airlines yang dikemudikan Alexander, ada beberapa pesawat lain yang tengah melintas di wilayah udara Zurich, di antaranya pesawat kargo DHL International yang tengah terbang menuju Brussels, Belgia, penerbangan THA-933 Thai Airways, NMB-286 NamibAir, dan pesawat yang dioperasikan MonarchAir.

Lantaran ada penundaan dalam pengiriman data, Peter tak sadar jarak antara pesawat Boeing 757 milik DHL terbang kelewat dekat dengan posisi pesawat Bashkirian Airlines. Kedua pesawat sama-sama ada pada ketinggian 36 ribu kaki. Ketika dia sadar, jarak kedua pesawat tinggal kurang dari satu menit.


Potongan pesawat setelah terjadi tabrakan pesawat Bashkirian Airlines dengan pesawat kargo DHL di atas Kota Uberlingen, Jerman, pada 1 Juli 2002.
Foto: dok. Getty Images

Pada pukul 23.34.42, sistem penghindar tabrakan (traffic collision avoidance system/TCAS) pada pesawat Bashkirian menyala, menyampaikan peringatan kepada pilot bahwa ada pesawat di dekatnya. Tujuh detik kemudian, Peter mengirimkan perintah kepada Kapten Alexander.

Descend flight level 350, expedite,” Peter meminta Kapten Alexander menurunkan ketinggian pesawat ke posisi 35 ribu kaki. Pada pukul 23.42.56, TCAS di pesawat Bashkirian maupun di pesawat DHL sama-sama menyala dan menyampaikan perintah untuk menghindar. TCAS di pesawat DHL meminta pilot menurunkan ketinggian.

Sedangkan TCAS di kokpit Kapten Alexander menyuruhnya menambah ketinggian terbang pesawat. Yang jadi soal, Peter, yang ada di menara kontrol Zurich, menyuruh Kapten Alexander mengurangi ketinggian. Kapten Alexander memutuskan mengikuti perintah menara pengatur lalu lintas udara di Zurich. Saat kedua pilot pesawat sadar ada masalah, kedua pesawat hanya terpisah delapan detik. Kedua pilot sama-sama bermanuver untuk menghindari tabrakan.

Tapi terlambat sudah. Di ketinggian 34.890 kaki atau 10.630 meter, sirip ekor pesawat Boeing DHL yang dipiloti Kapten Paul Phillips menghajar sisi kiri badan Tupolev milik Bashkirian Airlines dan membelahnya menjadi empat bagian. Kehilangan penyeimbang, pesawat DHL masih bisa terbang belasan kilometer sebelum menghunjam ke tanah. Seluruh penumpang beserta awak pesawat Bashkirian Airlines, juga pilot dan kopilot pesawat DHL, tewas.

Petugas mengumpulkan serpihan pesawat setelah terjadi tabrakan pesawat Bashkirian Airlines dengan pesawat kargo DHL di atas Kota Uberlingen, Jerman, pada 1 Juli 2002.
Foto: dok. Getty Images

Sebagian orang tua dari anak-anak Ufa baru tahu kabar itu dua hari kemudian. “Kami pikir anak-anak itu sudah menikmati hangat matahari di Pantai Costa Dorada,” kata Svetlana Beglova, salah seorang ibu korban. “Seandainya mereka datang ke bandara tepat waktu, tak akan ada kejadian seperti ini.”

Nikolai Odegov, Direktur Bashkirian Airlines, menuding kecelakaan itu merupakan buah dari keteledoran petugas menara kontrol Zurich. “Mereka mengarahkan dua pesawat itu dalam satu lintasan…. Tak ada alasan untuk menunjuk bahwa ada kesalahan pilot dalam membawa pesawat,” kata Nikolai kepada CBSNews kala itu.  

Mestinya, menurut Peter Schlegel, Kepala Badan Investigasi Kecelakaan Udara Jerman, paling tidak butuh jarak 90 detik bagi pilot untuk menghindari tabrakan di udara seperti yang terjadi pada pesawat Bashkirian dan DHL. Namun peringatan itu diberikan petugas menara Zurich saat kedua pesawat hanya terpisah 50 detik.

Kesalahan-kesalahan itulah yang harus ditebus dengan nyawa Peter Nielsen, satu setengah tahun kemudian. Kisah duka setelah tabrakan di atas Kota Uberlingen inilah yang jadi sumber cerita film Aftermath yang dibintangi oleh Arnold Schwarzenegger. Film ini sedang tayang di layar bioskop-bioskop Tanah Air.


Redaktur/Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.





SHARE