INTERMESO

Obsesi Elly pada Galaxy

“Bos, kita main lawan Galaxy. Dia makan nasi, beta makan nasi. Kalau dia makan besi, beta baru takut.”

Ilustrasi: Kiagoos Aulianshah

Jumat, 28 April 2017

Setelah berkeliling Jepang dan Amerika Serikat pada pertengahan 1985, Ellyas Pical bersama pelatihnya, Khairus Sahel, dan manajer Dali Sofari memutuskan pergi ke Bangkok, Thailand, menyaksikan pertarungan Khaosai Galaxy di Rajadamnern Stadium. Galaxy saat itu naik ring mempertahankan gelar juara dunia kelas super terbang versi World Boxing Association (WBA) melawan petinju Venezuela, Rafael Orono.

Sesuai dengan prediksi, Orono tak berkutik. Setelah jual-beli pukulan, pada ronde ke-8 Orono akhirnya takluk. Pukulan kiri Galaxy yang keras membuatnya tiga kali mencium kanvas. Rupanya menyaksikan kehebatan Galaxy di atas ring membuat Elly tertantang. Malam setelah pertandingan tersebut, Elly membangunkan pelatihnya.

"Khairus, kita harus main lawan Galaxy. Dia juara dunia, beta juga juara dunia," ujar Khairus menirukan permintaan Elly. Dua bulan sebelumnya, Elly baru merebut sabuk juara tinju kelas super terbang International Boxing Federation (IBF) dengan memukul KO Ju Do-chun dari Korea Selatan.

Khairus menolak permohonan Elly. Menurut dia, Elly lebih baik berfokus pada badan tinju IBF saja. Tak kehilangan akal, petinju asal Saparua itu berbicara kepada Dali Sofari beberapa hari kemudian saat mereka sarapan di Hotel Hilton, Singapura. "Elly bilang, ‘Bos, kita main lawan Galaxy. Dia makan nasi, beta makan nasi. Kalau dia makan besi, beta baru takut,’" ujar Khairus.

Pagi saya tunggu rupanya dia antar pacar. Malam pun tak pulang sampai lewat tengah malam.”

Khairus Sahel, pelatih Ellyas Pical

Ellyas PIcal
Foto: dok. pribadi

Dali tak langsung mengiyakan. Namun Elly tetap gigih minta pertarungannya dengan Galaxy dijadwalkan. Baru dua tahun kemudian, setelah Elly melewati hadangan tiga penantangnya—Wayne Mulholland dari Australia; petinju Republik Dominika, Cesar Polanco; dan Lee Dong-chun dari Korea Selatan—pertarungan dengan Galaxy baru terlaksana.

Banyak cerita serta kontroversi di balik pengaturan tarung dua jago tinju Asia Tenggara tersebut. Promotor Kurnia Kartamuhari mengaku dialah yang pertama mengajukan proposal untuk mengadu Galaxy dengan Elly. Tawaran itu disampaikan Kurnia saat bertemu dengan Galaxy dan manajernya, Niwat Laosuwanwat, di Sasana All Stanky, Los Angeles, pada Oktober 1986.

Rupanya tawaran itu disambut kubu Galaxy. Pertengahan Desember 1986, Kurnia menerima teleks dari manajer bisnis Galaxy, Pol Tiglao, yang menanyakan kelanjutan tawaran pertarungan. Kurnia membawa teleks tersebut kepada Dali Sofari. Kubu Elly menerima rencana pertarungan tersebut. Kesepakatan akhirnya terjadi pada 5 Januari 1987 di Bangkok dengan jumlah bayaran USD 150 ribu. 

Apesnya, cek yang diserahkan Kurnia kepada kubu Galaxy sebagai uang muka tak dapat diuangkan. Dali pun mengambil alih dengan membuat kontrak baru pada 8 Januari 1987 di Singapura tanpa sepengetahuan Kurnia. Uang kontan USD 50 ribu disodorkan kepada Niwat. Tak mau kalah, pihak Kurnia kembali mendatangi Niwat tiga hari kemudian dengan membawa uang kontan USD 32 ribu. Kericuhan ini berakhir setelah Komisi Tinju Indonesia (KTI) turun tangan dan memutuskan Kurnia sebagai promotor pertarungan.

Ellyas Pical kembali berlaga dalam duel ekshibisi dua ronde melawan mantan petinju nasional lainnya, Feras Taborat, di Balai Sarbini, Jakarta, Jumat (5/2/2016).
Foto: Rachman Haryanto/detikcom

Tapi ada “masalah” lain. Ketua Umum KTI Solihin G.P. mengajukan syarat: sabuk juara IBF milik Elly tak boleh dicopot sekalipun nanti kalah. Solihin, yang saat itu memegang jabatan Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan, bahkan sampai mengutus promotor Anton Sihotang dan Dali Sofari ke Amerika Serikat untuk membujuk Presiden IBF Robert Lee. Tentu saja permintaan KTI ditolak.

Begitu kesepakatan diteken, Khairus segera ngebut mempersiapkan Elly. Rencana latihan pun disusun. Tapi semangat Elly saat itu bukan lagi semangat Elly yang mengalahkan Ju Do-chun. Khairus mengatakan Elly tak punya fokus dan kurang disiplin melahap porsi latihan. "Pagi saya tunggu rupanya dia antar pacar. Malam pun tak pulang sampai lewat tengah malam,” Khairus menuturkan.

Persiapan Elly, kata Khairus, memang tak optimal untuk menghadapi Galaxy. Padahal lawan yang ada di depannya ini punya reputasi bagus. Di kampung halamannya Thailand, media-media memberinya julukan “Thai Tyson”, merujuk pada rekornya. Dari 30 lawannya sebelum bertarung dengan Elly, hanya lima petinju yang selamat hingga ronde terakhir. Sisanya tersungkur di kanvas atau tak sanggup lagi melanjutkan adu jotos dengan Galaxy.

Satu tahun lebih tua dari Elly, Galaxy difavoritkan jadi pemenang di bursa taruhan. Menjelang laga, Khairus sudah mewanti-wanti Elly. Jika mau menang, anak didiknya itu mesti memukul jatuh Galaxy pada ronde-ronde awal. "Saya bilang, ose (kamu) sampai ronde ke-6 harus bisa kasih KO Galaxy," ujar Khairus. 

Khairus Sahel, pelatih Ellyas Pical
Foto: Pasti Liberti/detikX

Dalam pertandingan 28 Februari 1987 di Senayan, Jakarta, pukulan-pukulan kiri Elly berkali-kali menyambar bagian wajah Galaxy. Tapi Galaxy seperti batu, seolah-olah tak merasakan dan terus menggempur Elly. Sama-sama petinju kidal, pada ronde-ronde awal, si Rudal Exocet dari Saparua masih mampu meladeni dan berbalas tinju dengan Thai Tyson.

Namun kekuatan fisik Galaxy yang terasah di arena tarung Muay Thai memang lebih prima ketimbang Elly. Berkali-kali Galaxy membombardir pertahanan Elly dan memojokkannya di sudut ring. Pada ronde ke-14, Galaxy kembali memburu Elly. Pukulan-pukulan kombinasinya menghujani Elly dan membuat juara IBF itu terduduk di pojok ring.

Wasit Ken Morita segera menghentikan pertarungan dan memberikan kemenangan TKO kepada Galaxy. Menurut catatan BoxRec, sebelum wasit Morita menghentikan pertarungan, Galaxy memang sudah unggul angka mutlak dari Elly. Ketiga juri, Larry Rozadilla, Takeshi Shimakawa, dan Chung Yong-soo, mengunggulkan Galaxy. Ribuan penonton yang memadati Senayan terdiam, demikian pula jutaan pasang mata yang menyaksikan pertarungan itu di layar televisi.

Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menjenguk Ellyas Pical.
Foto: Rengga Sancaya/detikcom

Pengamat tinju Jeffrey Pamungkas mengatakan Elly pernah bercerita menolak bertarung melawan Galaxy. Hal itu, kata Jeffrey, disampaikan Elly kepada ahli sejarah tinju dan juga wartawan fightnews.com Bob Newman. "Saya waktu itu menemani Bob ke rumah Elly tahun 2003," ujar Jeffrey kepada detikX.

Menurut Jeffrey, Elly mengatakan pertarungan tersebut terpaksa diterima karena desakan berbagai pihak. "Elly mengaku bertarung tidak sepenuh hati," ujar Jeffrey. Pertarungan itu sendiri, kata Jeffrey, rupanya sangat berkesan bagi Galaxy. "Dalam beberapa kali kesempatan berjumpa dengan legenda Thailand itu, Galaxy selalu menanyakan kabar Elly dan selalu menyampaikan salam," ujar Jeffrey.

Setelah kalah dari Galaxy, Elly sempat beberapa kali bertarung kembali. Bahkan dia sempat merebut kembali sabuk juara IBF sebelum akhirnya benar-benar menggantungkan sarung tinjunya. Tapi, turun dari ring tinju, ronde kehidupan yang dihadapi mantan juara dunia itu malah lebih keras lagi. Elly sempat bekerja sebagai petugas satpam di salah satu diskotek di Jakarta Pusat. Dia juga sempat mencicipi hidup di bui lantaran tersangkut kasus narkoba. Dua bulan lalu, Elly terkapar di rumah sakit setelah "ditinju" serangan jantung.


Reporter/Penulis: Pasti Liberti M.
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.





SHARE