INTERMESO

Kisah Para
‘Penggoreng’ Kandidat

“Dia seorang pemberontak dan bandar judi. Kurang jelek apa? Tapi nyatanya bisa menang.”

Ilustrator: Edi Wahyono

Jumat, 17 Februari 2017

Ibarat permainan truf, Yusak Yaluwo adalah kartu mati. Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan orang nomor satu di Kabupaten Boven Digoel, Papua, itu sebagai tersangka dugaan korupsi pada Maret 2010. Padahal saat itu Yusak sedang berjuang agar terpilih kembali sebagai bupati untuk periode kedua.

Yusak, menurut KPK, terlibat korupsi dana otonomi khusus sebesar Rp 49 miliar. Sebulan setelah stempel itu turun, petugas komisi antikorupsi datang menjemput dia dan menjebloskannya ke sel tahanan. Kendati sudah diberi stempel tersangka korupsi, dia tak mau menyerah begitu saja. Yusak menunjuk Lingkaran Survei Indonesia (LSI), lembaga konsultan politik milik Denny Januar Aly, untuk membantunya menggelembungkan kembali peluangnya yang kempis.

Direktur Citra Publik Adv-LSI Network Ade Mulyana mengatakan LSI menerima permintaan tersebut karena belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap atas Yusak. "Dia punya hak dan ruang untuk ikut pilkada. Kami hanya bekerja sebagai profesional," ujar Ade kepada detikX pekan lalu di kantornya di Jakarta.

Bersama tim kampanye pasangan Yusak Yaluwo-Yesaya Merasi, konsultan LSI merancang program bagaimana mengembalikan Yusak ke kursi nomor satu Boven Digoel tanpa kehadiran Yusak, yang meringkuk dalam sel tahanan KPK. Status Yusak sebagai tersangka korupsi ternyata tak mematikan peluangnya.

Dari balik jeruji Rumah Tahanan Cipinang empat bulan setelah ditahan, dia akhirnya memenangi pertarungan memperebutkan kursi bupati di daerah yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini itu. Bahkan kemudian dilantik saat statusnya sudah terpidana.

Pilkada di Papua
Foto : detikcom

Yusak Yaluwo
Foto : Antara

Denny Januar Aly
Foto : Antara

“Jadi jangan bayangkan kami ini seperti suami-istri yang selalu nempel terus.”

Hendri Satrio, konsultan politik dari Kedai Kopi

"Itu pemilihan yang fenomenal dari sudut pandang kami," kata Ade. Jasa konsultan politik, menurut dia, makin dibutuhkan di era kontes pemilihan kepala daerah secara langsung. "Untuk memenangi pilkada, di tangan kiri kandidat harus ada survei, di tangan kanan harus ada konsultan politik."

Mereka tak hanya membantu merancang strategi kampanye dan menangkis berita-berita negatif, tapi juga memetakan kekuatan dan dukungan. "Akan terlihat kekuatan tiap kandidat ada di daerah mana. Misalnya zona hijau kandidat kita unggul di sana, merah lawan yang unggul, atau abu-abu di mana suara mengambang masih tinggi," ujar Ade.

Tanpa pemetaan tersebut, menurut Ade, ibaratnya masuk ke medan perang dalam kondisi mata tertutup. Bahkan kekuatan diri sendiri pun tak diketahui. Dari hasil pemetaan itu, baru bisa diracik kegiatan-kegiatan untuk program pemenangan. "Tiap daerah akan beda perlakuannya. Jangan sampai program lebih fokus ke daerah hijau. Itu sama saja menggarami air laut," ujar Ade. Untuk kegiatan pemenangan klien, menurut Ade, biasanya dibentuk tim yang beranggotakan 20-25 orang. Tim ini lalu dibagi lagi dalam beberapa unit. "Ada yang khusus mengemas isu, merancang program, dan tim untuk media sosial."

Ketua tim sukses Agus Harimurti Yudhoyono untuk pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017, Nachrowi Ramli, mengakui pentingnya peran konsultan politik. Agus sendiri merekrut pengajar filsafat Universitas Indonesia, Rocky Gerung, sebagai konsultannya. Menurut Nachrowi, Rocky bertugas mengarahkan Agus dalam aktivitas politiknya. "Rocky membentuk Agus untuk posisi yang ideal. Menentukan cara bersosialisasi dengan baik. Karena ada orang pintar, skill baik, tapi belum tentu pas kalau datang di tempat tertentu," ujar Nachrowi.

Rocky juga bertugas mengevaluasi proses komunikasi politik Agus ketika turun ke masyarakat. "Setelah pendekatan, biasanya digelar survei, ada perubahan atau tidak. Kalau ada perubahan positif, berarti cara itu benar. Jika tidak, artinya ada kekeliruan," kata Nachrowi. Termasuk soal penggunaan istilah-istilah asing yang acap kali digunakan Agus pun tak lepas dari pertimbangan sang konsultan. "Kalau dengan high level atau middle level, pasti pakai bahasa teknis dalam bidang tertentu. Supaya tidak multi-interpretasi, ketika bertemu dengan grass root, ya pakai bahasa sehari-hari."

Debat calon Gubernur DKI Jakarta di salah satu stasiun televisi
Foto: detikcom


Mengapa Rocky yang ditunjuk sebagai konsultan bagi Agus? Nachrowi mengaku tidak punya jawaban yang tepat. "Mungkin saja karena Mas Agus cocok dengan metode Rocky yang seorang intelektual," kata Nachrowi.

* * *

Di tangan konsultan politik, “kartu mati” sekalipun bisa disulap supaya hidup dan dipoles hingga jadi kinclong. Hendri Satrio, konsultan politik dari Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi), pernah punya pengalaman bagaimana menghidupkan “kartu mati”.

Gua pernah nanganin salah satu kandidat dari Sulawesi Selatan. Dia seorang pemberontak dan bandar judi. Kurang jelek apa? Tapi nyatanya bisa menang,” kata Hendri. Reputasi buruk, menurut Hendri, tak selamanya jadi “kartu mati”. “Buat gua, mendingan diperbincangkan walaupun negatif daripada nggak dikenal sama sekali.”

Terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat jadi bukti bahwa kandidat yang jadi sumber banyak omongan buruk pun bisa menang. Yang penting bagi kandidat, kata Hendri, dia jadi sumber omongan banyak orang. Tak jadi masalah jika yang diperbincangkan itu hal-hal buruk.

Kampanye calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
Foto : detikcom

“Masalah nanti kita spin dari negatif menjadi positif, itu urusan belakang,” kata Hendri. Tugas konsultan politik seperti dia adalah merancang strategi menonjolkan hal-hal baik dan menutupi cerita-cerita buruk. Memoles yang kelihatan kusam menjadi lebih kinclong dan menawan.

“Pembelaan” orang terdekat seperti itu kadang mangkus untuk mengikis cerita negatif. Kasus perselingkuhan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton misalnya. Dia hampir terjungkal dari Gedung Putih gara-gara kasus itu. Maaf dari istrinya, Hillary Clinton, kata Hendri, jadi salah satu yang menyelamatkannya.

Kadang dia menemui calon pemimpin daerah yang punya potensi tapi tak bisa omong. Seorang kliennya di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, harus bersenam muka setiap kali hendak berkampanye. “Gua ajak teman gua yang jadi penyiar di Jakarta buat ngajarin senam muka,” kata Hendri. Si kandidat ini sebenarnya bisa bicara di depan orang banyak, tapi kemampuannya bercerita payah. “Suka ngelantur ke mana-mana.” Untuk calon semacam ini, Hendri biasanya hanya memberi waktu berpidato singkat saja. “Biarkan wakilnya yang bicara lebih banyak.”

Lain lagi cerita soal persiapan debat. Biasanya, kata Hendri, ada banyak sekali orang yang terlibat, bukan cuma konsultan politik. Selain orang partai, kadang keluarga dan teman-teman sang calon juga ikut bikin riuh. Yang bikin repot para konsultan, skenario yang sudah dilatih, di atas panggung debat bisa berubah 180 derajat lantaran si calon lebih mendengarkan pertimbangan teman atau keluarga.

“Sebagai konsultan, kami tidak bisa memaksa ‘harus seperti ini’,” kata Hendri. “Jadi jangan bayangkan kami ini seperti suami-istri yang selalu nempel terus.”


Reporter: Pasti Liberti Mappapa, Melisa Mailoa
Penulis: Pasti Liberti Mappapa
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Fuad Hasim

Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.

SHARE