INTERMESO
“Es krim kopyor dan durian kami yang paling terkenal. Rasanya enggak ada yang bisa ngalahin, deh.”
Ilustrasi: Edi Wahyono
Jalan Cikini Raya masih gelap gulita, namun Lie Sim Fie sudah beranjak dari tempat tidur. Meski kelopak mata terasa sangat berat, Sim Fie bergegas pergi ke dapur karena toko es krim Tjan Njan miliknya mendapatkan pesanan dari pelanggan istimewa. Presiden Sukarno melalui ajudannya meminta Sim Fie membuatkan es krim untuk jamuan kenegaraan.
Bung Karno ingin menyuguhkan es krim Tjan Njan untuk menjamu peserta Games of the New Emerging Forces atau Ganefo, olimpiade tandingan yang dicanangkan oleh Presiden Sukarno di Jakarta pada 1963. Tak ingin mengecewakan sang presiden, Sim Fie segera mengolah adonan es krim yang terdiri atas gula, telur dan susu.
Setelah dipak di dalam gelas karton, es krim Tjan Njan buru-buru diberangkatkan dari toko di Jalan Cikini, Jakarta Pusat, ke Istana Merdeka. Saat itu belum ada yang namanya alat pendingin. Sim Fie mengakalinya dengan menyimpan es krim di atas wadah berisi es batu dan garam. Entah berapa banyak gelas es krim yang dibuat, bak mobil Opel yang digunakan untuk mengirim es krim ke Istana sampai penuh sesak.
“Aduh, saking banyaknya, saya sampai enggak ingat. Adalah ribuan cup es krim,” Yenie Lie, 64 tahun, generasi kedua pemilik es krim Tjan Njan, mengisahkan masa-masa kejayaan tokonya.
Foto: Dok. Tjan Njan
Foto: Hasan Alhabshy
Foto: Hasan Alhabshy
Tak hanya untuk menjamu tamu, Presiden Sukarno juga sering memesan es krim Tjan Njan untuk dinikmati bersama keluarga. Rasa manis, dingin, dan lembutnya es krim Tjan Njan bahkan begitu membekas di lidah putrinya, Megawati Soekarnoputri. Ketika Megawati menjabat sebagai presiden, ia sempat menanyakan keberadaan es krim favoritnya itu.
“Saudara ipar saya, Ganesja Harimurti, kebetulan dokternya Taufiq Kiemas. Kalau dia ketemu, Bu Mega suka tanya, es krim Tjan Njan sekarang jualnya di mana?” Yenie menirukan pertanyaan Megawati. Rasa Tjan Njan sepertinya memang lengket di lidah, susah dilupakan orang. Bahkan, setelah berganti nama menjadi Tjanang—lantaran “anjuran” pemerintah supaya tak memakai nama berbau Tionghoa—es krim Tjan Njan masih dicari.
Sampai hari ini masih banyak orang tua yang datang ke Cikini khusus mencari es krim Tjan Njan. Selama bertahun-tahun, keluarga Cendana, keluarga Presiden Soeharto, pun masih sering memesan es krim buatan ayah Yenie. Terutama untuk acara ulang tahun anak dan cucunya.
* * *
Ayah Yennie, Lie Sim Fie, pendiri es krim Tjan Njan, meninggal tiga tahun lalu. Sim Fie merantau ke Jakarta dari Daratan Tiongkok pada awal 1940-an. Kakaknya, Lie Tjan An, sudah tinggal di Batavia bertahun-tahun. Tjan An punya toko kelontong yang menjual rupa-rupa barang kebutuhan orang-orang Belanda. Sim Fie datang dari kampung halaman untuk membantu usaha kakaknya.
Foto: Hasan Alhabshy
“Saya sudah tua. Jangankan mengembangkan bisnis, resepnya saja suka lupa, harus lihat catatan dulu.”
Yenie Lie, pengelola es krim Tjan Njan alias Tjanang“Papa memang enggak pernah cerita. Tapi dari dulu Papa suka bereksperimen mencampur Fanta merah dengan susu, terus disiram di atas es serut. Pas dicoba, ternyata enggak begitu enak. Beberapa kali dia buat resep sampai ketemu yang pas,” kata Yenie. Coba-coba resep itulah yang jadi cikal bakal toko es krim Tjan Njan.
Resep coba-coba Sim Fie ternyata cocok dengan lidah orang Jakarta kala itu. Tokonya selalu ramai pembeli. Pelanggannya tak sekadar datang membeli es krim untuk dibawa pulang. Banyak di antara mereka yang menikmati es krim sambil duduk bercakap-cakap di atas bangku dan meja rotan. Semakin sore suasana di toko es krim Tjan Njan tambah semarak. Di depan toko, penjual sate ayam dan martabak ikut menjajakan barang dagangan.
Pada masa itu, toko es krim yang membuka gerainya di Jakarta bisa dihitung dengan jari. Selain Tjan Njan, ada Ragusa, Baltic, dan Sweet Sue. “Saingannya Tjan An kalau tidak es krim Ragusa ya es krim Baltic,” kata Yenie. Sampai sekarang, tiga es krim “tua” ini masih bertahan. Ragusa ada di Jalan Veteran, sementara Baltic, yang juga didirikan oleh pengusaha Tionghoa, Mulya Santosa, pada 1939, punya toko di Jalan Kramat Raya.
Masing-masing toko es krim punya pelanggan setia. Tak mengherankan jika toko es krim Tjan Njan selalu penuh pengunjung. Masalah rasa dan komposisi adonan es krim juga tidak dapat dibohongi. Dari 1 kilogram bahan adonan misalnya hanya bisa menghasilkan 1 liter es krim. Berbeda dengan es krim masa kini, yang menurut Yenie lebih ringan. Mulai pukul 8 pagi sampai 6 sore, ayah Yenie dibantu pegawainya tidak berhenti memproduksi es krim. Waktu istirahat mereka hanya saat es krim masuk ke dalam mesin giling.
“Es krim kopyor dan durian kami paling terkenal. Rasanya enggak ada yang bisa ngalahin, deh. Karena kita benar-benar pakai kelapa dan durian yang kualitasnya nomor satu. Kalau enggak ada bahannya, mending enggak usah buat,” Yenie mempromosikan resep es krim Tjan Njan buatan ayahnya.
Foto: Hasan Alhabshy
Foto: Dok. Tjan Njan
Leni atau Tshu Ing Kue, pemilik rumah makan yang dititipi boks es krim Tjanang
Foto: Hasan Alhabshy
Judi membuat usaha es krim Tjan Njan sempat telantar. Ada seorang kawan Sim Fie menitipkan mesin judi jackpot dan hwa hwe di tokonya. Gubernur Ali Sadikin saat itu memang melegalkan judi di Jakarta. Orang-orang berkerumun di toko Sim Fie tak lagi mencari es krim, tapi untuk pasang taruhan. Sim Fie dan keluarganya pun ikut kewalahan menangani “bisnis” sampingan itu. Walhasil, telantarlah es krim Tjan Njan.
Bahkan Yenie, yang masih sekolah, pun terpaksa ikut membantu di toko. “Urusan sekolah sama toko es krim jadi enggak keurus. Pantas saja mama saya marah,” ujar Yenie. Setelah judi dilarang, mesin judi disingkirkan dari toko Tjan Njan. Lie Sim Fie dan keluarganya mencoba menghidupkan kembali es krim Tjan Njan.
Selama bertahun-tahun es krim Tjan Njan terus berusaha bertahan melawan gempuran es krim buatan pabrik besar. Namun semakin lama toko es krim Tjan Njan makin sepi pembeli. Tak hanya harga es krim Tjan Njan alias Tjanang lebih mahal dari es krim pabrik, tapi juga kalah modal. Pada tahun 1991, Sim Fie memutuskan menutup toko dan menyewakan lahan miliknya. Es krim Tjan Njan buatan keluarga Sim Fie hanya dititipkan di restoran atau warung. Kini lahan tempat pertama kali es krim Tjan Njan membuka toko telah beralih fungsi menjadi Hotel Cikini.
Lie Sim Fie, istrinya, dan tiga saudara perempuan Yenie memutuskan menetap di Amerika Serikat. Namun Yenie ngotot tinggal di Jakarta untuk meneruskan usaha sang ayah setelah sempat kuliah di Jerman. Meskipun kini nama besar Tjan Njan telah pudar--siapa pula anak muda Jakarta yang kenal nama Tjan Njan—Yenie masih enggan melepas es krim Tjanang yang, menurutnya, penuh dengan kenangan.
Menurut Yenie, selama masih ada pelanggan setia yang mencari es krim Tjanang, ia akan tetap membuat es krim. Meski tak bisa meramal sampai kapan kuat mempertahankan usaha warisan ini. “Saya sudah tua. Jangankan mengembangkan bisnis, resepnya saja suka lupa, harus lihat catatan dulu,” kata Yenie. Dia memang tak lagi muda, tapi menolak menyerah. “Selama masih ada yang cari, saya akan terus jalankan usaha ayah saya.”
Reporter/Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Fuad Hasim
Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.