INTERMESO

‘Adolfina’ dengan Senyum Berbahaya

“Mereka hanya menjadikan krisis imigran untuk menyebarkan ketakutan dan fobia Islam.”

Foto: Getty Images

Rabu, 21, Desember 2016

Frauke Petry tak pernah mau disebut sebagai orang “kanan”, apalagi ekstrem kanan. Frauke, 41 tahun, selalu menyebut diri sebagai seorang yang berhaluan politik konservatif liberal, demikian pula partainya, Partai Alternatif untuk Jerman (AfD).

Tapi apalah arti sebuah pelabelan? Lawan-lawan politiknya yang tak suka dengan sikapnya yang anti-imigran dan retorika-retorikanya yang negatif soal Islam menjuluki Ketua Umum Partai AfD ini Adolfina dan die Fuhrerin, merujuk pada Adolf Hitler. Simak saja orasinya di Kota Landau, di wilayah Bavaria, beberapa bulan lalu, yang membakar.

“Kami bukan orang yang suka menyembunyikan suara kami…. Kalian punya homofobia, xenophobia, dan kecenderungan ekstrem kanan? Maka kalian datang ke tempat yang benar,” Frauke berpidato, seperti dikutip majalah The New Yorker. Dia dan teman-temannya di AfD terus mengulang-ulang tema penolakan hijab di sekolah, pembatasan minaret masjid, dan “Islam bukanlah bagian dari Jerman”.

Resep kampanye seperti itulah yang menjadikan AfD, walaupun baru berumur tiga tahun, sebagai partai sayap kanan paling sukses di Jerman sejak Perang Dunia II. Sekarang AfD sudah duduk di sembilan dari 16 parlemen negara bagian. AfD menjadi ancaman serius bagi partai-partai mapan dan koalisi penyokong Kanselir Angela Merkel, Uni Kristen Demokratik-Partai Sosial Demokrat-Uni Kristen Sosial.

Massa pendukung partai sayap kanan Partai Alternatif untuk Jerman (AfD) di Kota Halle pada Oktober 2015
Foto: Getty Images

Orang pantas bertanya apakah Mezut Ozil berniat membuat pernyataan politiknya dengan menunjukkan keyakinannya?”

Frauke Petry, Ketua Umum Partai Alternatif untuk Jerman (AfD)

“Kesuksesan mereka sangat mengejutkan…. Dan hal itu mengkhawatirkan kita semua,” kata Eva Hoegl, politikus dari Partai Sosial Demokrat, kepada Vice. Di antara mereka yang menolak kedatangan imigran dan pengungsi korban perang di negara-negara Timur Tengah, Frauke adalah bintang mereka. Tapi, bagi warga Jerman lain, orasi-orasi Frauke yang membakar sentimen anti-imigran mengingatkan mereka kepada Hitler dan Partai Nazi.

“Kita harus menghentikan arus imigran gelap yang menyeberang dari Austria,” Frauke menunjuk para pengungsi yang masuk ke Jerman lewat Austria. Dan ini dia pernyataan perempuan itu yang membuat gerah banyak orang. “Dan kalau perlu, hentikan mereka dengan senjata.”

* * *

Seperti halnya Kanselir Angela Merkel, Frauke tumbuh besar di negara komunis Jerman Timur dan punya gelar doktor sains. Tapi AfD menjadi pengkritik yang sengit kebijakan-kebijakan Kanselir Merkel, terutama soal kebijakan membuka pintu bagi imigran Timur Tengah. Bahkan AfD terus-menerus menyebut Kanselir Merkel sebagai “pengkhianat rakyat”.

Dia menikah dengan seorang pendeta Gereja Lutheran, Sven Petry, tapi beberapa bulan lalu berpisah. Pasangan ini punya empat orang anak. Kendati jadi pemimpin partai yang tengah jadi “bintang” di Jerman dan melompat dari satu kota ke kota lain, Frauke menekankan bahwa anak-anaknyalah prioritasnya nomor satu. “Tak ada masalah menjadi seorang perempuan di dunia politik, justru malah memudahkan untuk naik karena perempuan merupakan minoritas,” kata Frauke kepada Guardian.

Frauke Petry, pemimpin partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD), saat kongres partai di Stuttgart pada Mei 2016.
Foto: Getty Images


Dengan potongan tubuh langsing, rambut cepak, plus modal gelar doktor ilmu kimia, Frauke jadi wajah gerakan kanan yang tak biasa. Gayanya yang murah senyum menyembunyikan sikap keras partainya. Senyum yang berbahaya. “Kami harus memakai kata-kata yang provokatif supaya argumen kami didengar,” Frauke berkilah.

Beberapa bulan lalu, Frauke mengkritik Mezut Ozil, bintang tim nasional sepak bola Jerman yang memajang foto tengah melawat ke Mekah, Arab Saudi, di laman Facebook. “Apakah perlu menunjukkan hal itu kepada dunia? Orang pantas bertanya apakah Mezut Ozil berniat membuat pernyataan politiknya dengan menunjukkan keyakinannya?” kata Frauke.

Frauke memang tak pernah sungkan mengkritik. Dia tanpa basa-basi mengatakan bahwa Islam tak akan bisa hidup bersama dengan budaya Jerman. Bahkan, menurut dia, Islam bisa jadi ancaman bagi “nilai-nilai Jerman”, seperti pemisahan antara otoritas agama dan negara. Frauke mengaku pernah mengunjungi satu kamp pengungsi asal Timur Tengah di Jerman. “Aku tahu bagaimana sikap mereka…. Aku pikir ini tak akan berhasil,” kata Frauke.

Pada April lalu, Ayman Mayzek, Direktur Dewan Pusat Muslim Jerman, mengundang Frauke bertemu di Hotel Regent, Berlin. Tapi pertemuan itu segera jadi ajang debat panas. Frauke menuding Ayman berniat menerapkan hukum Islam di Jerman. Perempuan itu berdiri dan angkat kaki dari dialog itu. Di lobi hotel, Frauke menggelar jumpa pers.

“Aku bertanya kepada Ayman apakah dia setuju seorang Kristen atau ateis menikah dengan muslim…. Dia tak bisa memberikan jaminan bahwa seorang muslim tak akan mendominasi dalam hubungan seperti itu,” kata Frauke. Di tempat yang hanya berjarak puluhan meter, Ayman juga dirubung wartawan, walaupun jumlahnya kalah dari wartawan yang mengelilingi Frauke.

Warga Jerman turun ke jalan mengkampanyekan toleransi dan antirasisme di Berlin pada Juni 2016.
Foto: Getty Images

Menurut Ayman, dia memang tak banyak berharap dari pertemuan itu selain memberikan pemahaman kepada Frauke soal Islam. “Tapi terbukti AfD memang tak siap untuk satu diskusi yang demokratis…. Mereka hanya menjadikan krisis imigran untuk menyebarkan ketakutan dan fobia Islam,” kata Ayman dikutip The New Yorker.

Frauke blak-blakan mengakui bahwa mereka “menunggang” isu krisis imigran untuk merebut perhatian media. “Kami adalah anak-anak Angela Merkel,” kata Frauke. Berkat kebijakan imigran Kanselir Merkel, kini AfD terbang tinggi. Belum tuntas urusan imigran, sekarang datang teror.

Pada Senin malam lalu, satu truk besar menghajar Pasar Natal di Berlin dan membunuh 12 orang. Polisi masih memburu pelaku penabrakan itu. Seorang imigran dari Pakistan sempat ditahan, tapi beberapa jam kemudian dilepaskan. Negara Islam alias ISIS mengklaim ada di balik serangan maut tersebut.

“Jerman tak lagi aman,” kata Frauke Petry. Dia menyalahkan kebijakan Kanselir Merkel membuka pintu lebar-lebar bagi para imigran dan pengungsi . “Angela Merkel sudah tamat.”


Penulis/Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Fuad Hasim

Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.

SHARE