Ilustrasi: Edi Wahyono
Kamis, 23 Februari 2023delapan orang digiring sejumlah petugas ke luar dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu, 29 April 2015, pukul 00.00 WIB. Kedelapan orang itu merupakan narapidana penyelundupan narkoba jaringan internasional.
Mereka adalah Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Rodrigo Gularte (Brazil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana) dan Okwudili Oyatanze (Nigeria). Mereka terjerat kasus narkoba yang berbeda, namun sama-sama divonis pidana mati.
Dengan kawalan ketat sipir dan polisi, mereka digiring menuju Lapangan Tunggul Panaluan di Pulau Nusakambangan. Di tempat itu, mereka dihadapkan kepada sejumlah regu tembak dari Brimob Polda Jawa Tengah. Dor! Mereka pun dieksekusi mati tepat ketika hari berganti, pukul 00.25 WIB.
Sebenarnya, malam itu bukan hanya para terpidana itu yang dieksekusi mati. Ada orang kesembilan yang seharusnya juga dieksekusi, yaitu Mary Jane Fiesta Veloso, asal Filipina. Ketika terpidana mati akan dibawa ke tempat eksekusi, tiba-tiba ada perintah agar Mary Jane tetap berada di ruang isolasi LP Nusakambangan.
Wajah pucat dan hati gelisah terpidana kasus penyelundupan heroin seberat 2,611 kilogram seharga Rp 5,2 miliar itu berubah. Ia menangis haru. Hatinya lega setelah dikabari sipir bahwa eksekusi matinya ditunda. Beberapa hari kemudian, Mary Jane dibawa kembali ke LP Perempuan Kelas IIA Wirogunan, Yogyakarta, yang sudah dihuninya hampir 5 tahun.
Penundaan eksekusi terhadap perempuan berusia 30 tahun asal Desa Esguerra, Distrik Talavera, Provinsi Nueva Ecija, itu berkat permintaan Presiden Filipina Benigno Aquaino III ketika bertemu Presiden RI Joko Widodo di sela-sela penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-26 di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin, 27 April 2015.
Benigno beralasan Mary adalah korban mafia perdagangan manusia. Bahkan, sehari kemudian, atau sehari sebelum Mary dieksekusi, otoritas keamanan Filipina telah menahan Maria Cristina Sergio, pelaku perdagangan manusia. Wanita berusia 44 tahun inilah yang dituduh menjebak Mary Jane. Ia menyerahkan diri di Kota Cabanatuan, Nueva Ecija pada Kamis, 28 April 2015 pukul 10.00 waktu setempat.
“Jadi ada surat pemerintah Filipina. Ada kasus human trafficking. Ada penundaan, bukan pembatalan,” kata Jokowi di Jakarta pada Rabu, 29 April 2015.
Mary Jane Fiesta Veloso di sel tahanan setelah ditangkap
Foto: AFP/Suryo Wibowo
Mary Jane, ibu dua orang anak itu, ditangkap tak lama setelah menjejakkan kaki di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta, pada Minggu, 25 April 2010, pukul 08.35 WIB. Ia tiba dengan menumpang pesawat Air Asia dengan nomor penerbangan AK-594 dari Kuala Lumpur, Malaysia. Langkah Mary Jane terhenti ketika dua petugas Bea Cukai bandara mendeteksi koper merk Polo Paite warna hitam yang dibawanya mencurigakan.
Saat koper dimasukkan X-Ray, terlihat pencitraan bintik-bintik hijau kecokelatan. Akhirnya, Mary digiring menuju ruang khusus untuk diperiksa secara fisik. Dua petugas bea cukai meminta Mary membuka koper dan mengeluarkan isinya. Satu persatu barang bawaan Mary diperiksa. Mata petugas beralih ke kulit luar bagian dalam koper yang mencurigakan.
Kulit bagian luar koper itu seperti bekas disayat dan direkatkan kembali dengan lakban warna hitam. Petugas pun merobeknya. Terlihat beberapa bungkusan yang dilapisi alumunium foil yang disimpan di sela-sela dinding koper. Salah satu bungkusan lalu dibuka. Ternyata isinya serbuk berwarna coklat muda kekuningan. Setelah dicek memakai alat Narko Test, serbuk itu adalah narkotika golongan 1 jenis heroin.
Serbuk heroin itu dibagi menjadi empat bagian bungkusan plastik berwarna putih. Plastik pertama seberat 559 gram, plastik kedua seberat 695 gram, plastik ketiga seberat 581 gram, dan plastik keempat seberat 776 gram. Total serbuk itu berjumlah 2.611 gram (2,611 kg).
Mary Jane terkejut isi kopernya ternyata heroin. Kepada petugas bea cukai, ia mengaku bahwa koper itu miliknya, tapi ia sama sekali tak tahu ada barang haram tersebut. Apapun alasannya saat itu, Mary dan barang bukti langsung diserahkan kepada polisi dari Direktorat Reserse Narkoba Polda Daerah Istimewa Yogyakarta untuk diselidiki.
Kepada polisi, Mary Jane menceritakan tengah mencari pekerjaan. Ia bertemu dengan seorang perempuan tetangga di kampungnya yang menjanjikan pekerjaan di luar negeri, yaitu Maria Cristina Sergio. Temannya itu mengajaknya pergi ke Malaysia untuk mencari kerja pada 21 April 2010 pukul 20.55 waktu setempat. Cristina mengajak Mary Jane menginap di Hotel Sun Inn Langgon, tak jauh dari pusat perbelanjaan Sunway Pyramid.
Pada 24 April 2010, Cristina mendapat telepon dari seseorang bernama Ibon alias Prince Fatu yang mengatakan seseorang berinisial IK akan menemui mereka. Setelah itu, Mary Jane diberitahu Cristina bahwa, sebelum dicarikan pekerjaan, ia disuruh berlibur ke Yogyakarta. Mary Jane juga diberitahu saat di Kota Gudeg itu akan bertemu dengan Ibon.
Lalu, Mary Jane diajak Cristina menuju parkiran hotel untuk bertemu seseorang. Mary Jane yang tak kenal orang itu memberikan koper kosong merk Polo Paite warna hitam kepada Cristina. Selanjutnya, Cristina mengajak Mary Jane belanja baju baru di Sunway Pyramid. Baju itu untuk keperluan Mary Jane di Yogyakarta, begitu alasan Cristina.
Perekrut Mary Jane, Maria Cristine Sergio ditahan pihak berwenang di Manila
Foto: Reuters
Begitu kembali ke kamar hotel, Mary pun membereskan pakaian baru ke dalam koper. Alis mata Mary Jane sempat terangkat begitu melihat sisi dalam koper seperti sudah ada sayatan dan direkatkan kembali lakban hitam. Tanpa curiga, Mary Jane tetap memasukkan pakaiannya. Setelah beres, Cristina diberikan tiket pesawat tujuan Yogyakarta dan uang bekal sebesar US$ 500.
Tak lupa, Cristina berpesan kepada Mary Jane, bahwa setiba di kota tujuan, harus segera menghubungi seseorang yang bernama Ibon dan menyerahkan koper tersebut. Esoknya pada 25 April 2010 pukul 07.00 waktu Kuala Lumpur, Mary Jane terbang tanpa pemeriksaan yang ketat oleh petugas bandara di negeri jiran tersebut.
Namun, rencana liburannya berubah 360 derajat. Setibanya di Yogyakarta, Mary Jane malah ditangkap petugas bandara dan berurusan dengan hukum. Badannya lemas ketika koper yang dibawanya ternyata berisi 2,611 kg heroin. Bagaimana tidak lemas dan kalut, berurusan dengan barang haram itu akan menyebabkannya dijebloskan penjara, bahkan hukuman berat.
Kepada para penyidik Ditresnarkoba Polda DIY, Mary Jane mengaku tak kenal dengan Ibon sebelumnya. Nomor telepon Ibon sendiri baru tahu setelah diberikan oleh Cristine. Setelah disidik polisi, berkas Mary Jane langsung diserahkan ke Kejaksaan Negeri Sleman pada 23 Juni 2010. Mary Jane mulai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Sleman sejak 30 Juni 2010.
Selama disidik polisi, Kejaksaan hingga Pengadilan, Mary Jane didampingi oleh pengacara M. Syafei, Edy Haryanto dan Wahyu Puspita. Hingga akhirnya majelis hakim yang diketuai Dahlan dengan hakim anggota Kadarisman Al Riskandar dan Suratno memberikan putusan vonis pidana mati kepada Mary Jane pada 11 Oktober 2010.
Dalam putusan vonis bernomor 385/PID.B/2010/PN.SLMN, perempuan kelahiran 10 Januari 1985 itu dinyatakan bersalah melanggar Pasal 114 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selain itu tidak ada hal yang bisa dijadikan sebagai peringan hukuman.
Mary Jane sebenarnya sempat mengajukan permohonan grasi, namon ditolak Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2014. Lalu tim kuasa hukum Mary Jane mengajukan peninjauan kembali (PK) kedua ke PN Sleman pada 27 April 2015. Tapi sehari berikutnya atau sehari sebelum pelaksanaan eksekusi, PK tersebut ditolak PN Sleman.
Mary Jane, saat di LP Perempuan kelas IIA, Yogyakarta pada 2015
Foto: Bagus Kurniawan/detikcom
Terakhir pemerintah Filipina terus berupaya menyelamatkan nyawa Mary dari pelaksanaan eksekusi mati yang tertunda pada 2015. Permintaan grasi itu sempat diutarakan oleh Menteri Luar Negeri Filipina, Enrique saat bertemu Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi pada September 2022 lalu. Hingga kini, nasib Mary masih menunggu hasil keputusan di Mahkamah Agung Filipina yang juga menangani perkara kasus Mary Jane di Filipina.
Sementara, Maria Cristina Sergio oleh Polisi Nasional Filipina (PNP) dan Biro Nasional Divisi Investigasi Anti Perdagangan Manusia Filipina (NBI-AHTRAD) dituntut atas perekrutan ilegal terhadap Mary Jane. Cristina melakukan tindakan kejahatan itu bersama pasangannya Julius Lacanilao dan seorang berkewarganegaraan Afrika Barat bernama Ike.
Cristina diduga merupakan bagian jaringan narkoba di Manila (Filipina), Hongkong, dan Malaysia. Cristina juga dikenal dengan nama Mary Christine Gulles Pasadilla. Sedangkan pasangannya, Julius Lacanilao dikalangan sindikat narkoba dengan julukan ‘Supremo’. Keduanya oleh Pengadilan Nueva Ecija, Filipina telah dijatuhi hukuman seumur hidup dan denda 2 juta peso.
Penulis: M Rizal
Editor: Irwan Nugroho