Ilustrasi: Edi Wahyono
Kamis, 9 Februari 2023Kota Padang, Sumatera Barat, yang dijuluki Kota Tercinta tak luput dari target peredaran narkoba. Sepanjang tahun 2015, Badan Narkotika Nasional Provinsi Sumatera Barat (BNNP Sumbar) mencatat lebih dari 700 kasus narkoba yang berhasil diungkap. Polisi pun menangkapi para pengedar barang haram itu.
Suatu hari, polisi menerima laporan adanya pengedar narkoba jenis sabu di Kota Padang, yaitu Umar Jaya alias Nayau, 52 tahun. Pria berperawakan kurus kelahiran Matua, Agam, 13 Maret 1963, itu, tiba-tiba mendapat tawaran untuk menyediakan sabu seharga Rp 27 juta dari seorang calon pembelinya.
Umar menerima tawaran itu karena tengah terdesak kebutuhan biaya berobat penyakit paru atau tuberkolosis (TBC) yang dideritanya sejak lama. Sayangnya, Umar tak memiliki narkoba jenis metafetamin tersebut. Ia lalu menghubungi anaknya, Micel, yang tengah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Muaro Padang karena kasus narkoba.
Micel mengusulkan kepada ayahnya agar memasukkan 2 ons garam dapur halus ke dalam plastik kemasan sebagai pengganti sabu untuk dijual kepada pemesannya. Usul itu diterimanya. Umar langsung menghubungi calon pembelinya. Ia menentukan lokasi transaksi di kawasan Kototangah, Aiapacah, Kota Padang, Sumatera Barat, pada 17 September 2015. Umar sudah menghayal bakal menerima uang besar.
Namun, celaka dua belas. Rencana bulusnya tak berjalan mulus. Umar lebih dahulu ditangkap di depan parkiran Rumah Sakit Siti Rahmah, Aiapacah, Kototangah, Padang. Apesnya, pembeli sabu yang hendak dikelabuinya ternyata adalah anggota Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumbar, yang tengah menyamar.
Saat ditangkap, Umar berontak berusaha melarikan diri. Tapi sebelum langkahnya lebih jauh, tiba-tiba badannya tersungkur ke tanah. Betis kaki kirinya terkena timah panas yang ditembakkan polisi. Akhirnya, Umar tak berkutik lagi dan diringkus. Saat dibawa ke markas Polda Sumbar, nafanya tersengal-sengal, karena penyakit TBC-nya kumat lagi.
Ilustrasi Umar Jaya ketika ditangkap polisi
Ilustrasi: Edi Wahyono
“Saat melakukan transaksi dengan polisi, ternyata Umar Jaya menipu. Sabu yang hendak dijualnya dalam paket seberat dua ons itu ternyata hanya garam dapur halus. Padahal, awalnya transaksi itu sudah disepakati Rp 25 juta,” kata Kepala Bagian Operasi Ditres Narkoba Polda Sumbar, AKBP M Yasli, 17 September 2015 malam.
Penyidik Ditres Narkoba Polda Sumbar pun melakukan serangkaian interogasi kepada Umar yang tercatat sebagai warga Perumahan Palapa Saiyo, Nagari Sungai Buluah, Batang Anai, Padangpariaman, itu. Polisi dikejutkan dengan pengakuannya dari mulut pria kurus tersebut. Umar mengaku sebagai pembunuh bayaran dan terlibat serangkaian perampokan sadis di sejumlah lokasi di Sumbar, Jambi, Lampung hingga Jakarta.
Umar juga tercatat masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) di Polres Payakumbuh, Limapuluh Kota, Bukittunggi dan Kota Padang. Ia mengaku setiap beraksi menggunakan senjata api, pistol FN, dan senapan buatan Rusia, AK-47. "Dia ini adalah jaringan perampok antarprovinsi mulai dari Sumbar hingga Lampung," ungkap Yasli lagi.
Polisi pun menemukan sejumlah barang bukti berupa tas dan 10 surat tanda nomor kendaraan (STNK) yang diduga hasil perampokan dan pencurian kendaraan bermotor. Barang bukti itu ditemukan di rumah istri keduanya di Kampung Lalang, Aiapacah, Kototangah, dan di rumahnya sendiri di Perumahan Palapa Saiyo.
Salah satu aksi Umar Jaya dan komplotannya adalah membunuh Hajjah Yusman, Ketua Yayasan Baiturrahman (Universitas Baitturahman) dan pembantunya bernama Ana di Jalan Damar, Kota Padang, pada 1996. Dalam pembunuhan itu Umar berperan sebagai sopir. Sementara eksekutornya adalah Epi Samsul, Eko, dan Andi. Kasus pembunuhan itu menggemparkan warga di Kota Padang.
Umar dan ketiga temannya itu dibayar masing-masing Rp 100 juta. Tak beberapa lama, polisi menangkap Epi, Eko, dan Andi. Tapi Epi dan Eko tak lama meninggal dunia di dalam penjara karena sakit. Sedangkan Andi sempat menjalani masa tahanan. Umar, sejak kasua itu, berhasil kabur dan buron hingga 2015. "Saat itu, Eko dan Epi sebagai eksekutor, Andi jaga di luar dan saya sebagai sopir. Masing-masing kami dibayar dengan harga yang sama,” ucap Umar kepada wartawan pada 19 September 2015.
Ilustrasi penangkapan Umar Jaya
Foto: Edi Wahyono
Dengan tertangkapnya Umar, akhirnya polisi bekerja keras untuk kembali membuka kasus pembunuhan pada 1996 itu. Memang saat itu polisi menduga Hajjah Yusma tewas karena menjadi korban perampokan. Namun, dengan pengakuan Umar itu, kejanggalan atas kasus itu terkuak. Saat itu tak ada satu pun barang berharga milik Hajjah Yusma yang hilang. “Pintu dan jendela tidak ada yang rusak. Sejak itu saya bertanya-tanya. Ditangkapnya Umar mulai menjawab teka-teki. Terbunuhnya ibu saya, karena ada yang membayarnya,” ungkap Retno Yelvi, 18 September 2015.
Daftar kejahatan Umar tergolong panjang. Hampir semua aksi kejahatan yang dilakukan Umar beserta komplotannya terbilang sadis. Mereka tak segan-segan menghabisi nyawa korbannya bila melawan. Ia sempat merampok di sebuah rumah dan membunuh seorang gadis dengan pisau di Bukittinggi pada 1990.
Umar bersama komplotannya sempat ditangkap. Ia dijebloskan ke penjara LP Muaro Padang selama 10 tahun. Selepas dari penjara, Umar kembali berulah. Ia merampok di sebuah rumah dan membunuh korbannya yang melawan di Pekanbaru, Riau, pada 2003. Aksi nekatnya kembali terulang di Payakumbuh pada 2005. Ia ditangkap dan masuk penjara hingga 2011.
Ia tak kapok. Selepas keluar penjara ia kembali menjambret yang menyebabkan korbannya tewas di Jambi pada 2011. Ia berhasil membawa kabur uang milik korbannya sebesar Rp 80 juta. Berikutnya, Umar bersama komplotannya berjumlah delapan orang merampok penggilingan padi di Kubang, Nagari Kubang, Kecamatan Guguak, Kabutapen Limapuluh Kota, pada 18 Agustus 2011. Di daerah itu Umar merampok bersama Susandu Azwar, Masrizal, Mukhcandra dan Dwisam.
Dalam pelariannya, Umar terus melakukan perampokan dan pencurian. Terakhir, Umar mengaku bersama delapan temannya telah merampok toko emas milik Salmi Datuk Garang di Payakubuh. Ia berhasil menggondol 200 batang dan perhiasan emas, serta uang Rp 100 juta. Ia juga terus melakukan hal yang sama di wilayah lain di Provinsi Sumbar.
“Saya bersama delapan orang rekan berhasil melarikan 200 emas berbagai merek serta uang tunai Rp 100 juta, korban mengalamj luka karena melawan,” ujar Umar seraya tertunduk.
Penulis: M Rizal
Editor: Irwan Nuhgroho