CRIMESTORY

Awas, Robot Gedek

“Saya takut mati."  

Ilustrasi: Edi Wahyono

Kamis, 22 September 2022

Waswas. Begitulah perasaan banyak orang tua di Kota Jakarta sekitar dua dasawarsa silam. Keselamatan anak-anak mereka sedang terancam oleh aksi pedofilia yang tengah marak. Pelaku menyasar anak-anak di bawah umur. Mereka dijadikan objek pelampiasan nafsu bejat pelaku. Tidak hanya itu. Bocah-bocah itu juga dibunuh. Tubuh-tubuh mungil mereka dimutilasi.

Selama rentang waktu 1994-1996, setidaknya ditemukan delapan anak jalanan di Jakarta yang menjadi korban pembunuhan. Empat mayat ditemukan di kawasan eks Bandara Kemayoran, Jakarta Pusat. Setengahnya lagi ditemukan di kawasan Pondok Kopi, Jakarta Timur.

Begitu misteriusnya kasus pembunuhan berseri itu sampai perlu waktu dua tahun untuk mengungkapnya. Ahli forensik dr Abdul Mun'im Idries, dalam bukunya ‘Indonesia X-Files’ (2013), menyebut awalnya kasus itu dianggap kurang menarik perhatian karena korban adalah anak jalanan.

Tapi, sejak jatuh korban keempat, ketika pemeriksaan kedokteran forensik menemukan adanya kemiripan pada pola kelainan atau luka pada korban, Polda Metro Jaya mengintensifkan penyelidikan. Pada tubuh anak-anak korban ditemukan bekas jeratan di leher, sayatan di perut, dan luka bekas terkena benda tumpul pada anus.

Polisi sempat menduga pembunuh keji itu berasal dari kalangan menengah atas. Si pembunuh, dengan mobil mewahnya, menjemput para korban, lalu menyekapnya dan menyodomi mereka. Setelah bosan, pelaku lantas membunuh dan membuang mayat bocah-bocah di suatu tempat.

Namun, setelah diselidiki lebih teliti, polisi menyadari pelaku adalah orang yang sudah dikenal oleh para korbannya. Pelaku diduga juga berasal dari kalangan yang sama. Bisa saja ia adalah pemulung atau tunawisma dewasa.

Siswanto alias Robot Gedek
Foto: dok. detikcom

Keyakinan polisi makin kuat setelah ditemukan korban kedelapan, Kasikin. Polisi lantas menangkapi sejumlah lelaki yang diduga kerap mencabuli anak jalanan. Salah satu pemulung yang ditangkap bernama Babe alias Baekuni.

Babe memberi informasi sempat bertemu dengan Kasikin sebelum tewas. Saat itu, Kasikin sedang bersama Robot Gedek, pemulung yang mendiami gubuk di kawasan Senen. Polisi lantas melacak Robot Gedek, tapi ia sudah meninggalkan gubuknya.

Robot Gedek rupanya mudik ke kampung halamannya di Desa Ketendan, Batang, Jawa Tengah. Setelah melakukan penyisiran beberapa hari, polisi dari Polres Jakarta Pusat akhirnya menangkap Robot Gedek, yang sedang mengemis di Stasiun Kereta Api Tegal, 27 Juli 1996.

Melihat sosok pria bernama asli Siswanto itu, polisi sempat meragukannya sebagai pembunuh. Posturnya pendek, kurus, dan sedikit bungkuk. Bila berjalan, kakinya terlihat pincang sebelah. Kepalanya sering menggeleng tanpa sebab, sehingga ia dipanggil Robot Gedek.

Tapi polisi langsung tercengang saat mendengar pengakuan Robot Gedek. Ia mengakui telah menyodomi 12 anak jalanan. Setelah disodomi, bocah-bocah itu dibunuh dan dimutilasi untuk menghilangkan jejak. Perbuatan biadab itu dilakukan di Jakarta, Pekalongan, dan Kroya.

Dari 12 korban, mayat delapan di antaranya ditemukan dan sisanya tak terlacak. “Sperma Robot Gedek ditemukan di TKP (tempat kejadian perkara), sidik jari Robot Gedek teridentifikasi pada pisau cutter yang tertinggal di TKP,” kata Kepala Polwiltabes Semarang Kombes Edward Syah Pernong kepada detikcom, 8 Februari 2010.

Robot Gedek dan bonekanya
Foto: dok. detikcom

Saat menyelidiki dan menyidik kasus Robot Gedek, Edward menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Pusat pada 1996-1997. Ia mengaku menggunakan pembuktian lapangan untuk membuktikan Robot Gedek sebagai pelaku pembunuhan anak jalanan itu.

Beberapa barang korban ditemukan pada Robot Gedek. Begitu juga saat rekonstruksi, Robot Gedek mengaku membunuh di bawah sebuah pohon besar. Polisi pun mencari lokasi yang disebutkan pelaku dan menemukan pohon besar yang dimaksudkannya itu. “Jadi Robot Gedek itu A1 dan 100 persen sebagai pelaku pidana yang dipersangkakan,” kata Edward.

Robot Gedek mencabuli dan membunuh anak jalanan karena merasakan nafsu dan sensasi tersendiri. Saat membunuh dan memutilasi korbannya, ia merasa seperti sedang memotong ayam. Ia juga meminum darah para korban karena merasa tubuhnya segar kembali setelah itu.

“Setelah itu, wis, pokoknya lega saja. Terus kepengin lagi,” ucap Robot Gedek seperti dikutip dari laporan majalah Gatra berjudul ‘Awas, Pemangsa Bocah’ (2010). 

Pengungkapan kasus tersebut menggemparkan masyarakat. Nama Robot Gedek menjadi beken di seantero negeri. Namanya sering dipakai oran tua untuk menakut-nakuti anaknya yang ingin bermain pada malam hari.

Robot Gedek divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 21 Mei 1997. Mendengar hukuman itu, hati Robot Gedek pun gentar. “Saya takut mati,” ucapnya. Pengumpul barang bekas itu dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang di Jakarta Timur sebelum dipindahkan ke LP Batu di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada 1999.

Baekuni alias Babe
Foto: dok. detikcom

Robot Gedek melalui kuasa hukumnya Febri Firnansyah sempat mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Namun upaya lolos dari regu tembak pupus setelah MA menolak kasasinya. Hampir 10 tahun Robot Gedek menunggu waktu eksekusi mati.

Saat teman satu selnya mengabarkan eksekusi matinya sebentar lagi, Robot Gedek langsung mengalami serangan jantung pada 25 Maret 2007. Ia sempat dirawat di klinik LP Batu. Karena kondisinya kian buruk, Robot Gedek dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap.

Baru semalam dirawat di rumah sakit itu, sekitar pukul 13.45 WIB, Robot Gedek meninggal dunia. Keesokan harinya, jenazahnya dikuburkan keluarganya di Tempat Pemakaman Umum Desa Beji, Kecamatan Tulis, Batang, Jawa Tengah.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) sempat menilai persidangan kasus Robot Gedek cacat hukum pada 2010. Pasalnya, saat sidang kasus itu hanya dihadirkan satu saksi, yaitu Babe alias Baekuni.

Menurut Febri, dari segi kejiwaan, Robot Gedek juga labil sehingga ia tidak yakin Robot Gedek melakukan pembunuhan. Namun polisi berkukuh antara Robot Gedek dan Babe tidak punya keterkaitan. Kasusnya terpisah.

Babe memang kemudian ditangkap polisi karena menjadi pelaku pedofilia dan pembunuhan mutilasi terhadap 14 orang pada 2010. Robot Gedek dan Babe disebut teman dekat ketika tinggal di kawasan Senen, Jakarta Pusat.


Penulis: M Rizal
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE