CRIMESTORY

Autopsi yang Tak Redam Kontroversi

Hasil autopsi kedua jenazah Brigadir Yosua berbeda dengan autopsi pertama dan temuan keluarga. Disebut hanya persoalan beda interpretasi.

Ilustrasi: Peti jenazah Brigadir Yosua (Foto: Istimewa)

Kamis, 25 Agustus 2022

Hampir dua bulan lamanya kasus penembakan Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada Jumat, 8 Juli 2022, yang didalangi oleh atasannya, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, menyedot perhatian publik. Setiap hari perkembangan kasus pembunuhan keji ini menghiasi berita utama di media massa.

Hingga kini, jejak luka yang tertinggal di tubuh Yosua juga terus menjadi polemik. Hasil autopsi kedua oleh tim independen sebagai pembanding atas autopsi dokter Rumah Sakit Polri Dr Sukanto, Kramat Jati, Jakarta Timur, tak membuat keluarga Yosua puas. Pasalnya, hasil autopsi kedua tak menunjukkan tanda-tanda adanya kekerasan selain dari senjata api, seperti yang mereka temukan sebelumnya.

Kondisi ketika Yosua diautopsi pertama terungkap lewat foto-foto yang diambil oleh adiknya, Brigadir Polisi Dua Mahareza Hutabarat, di RS Polri pada Jumat, 8 Juli 2022, malam. Seperti yang pernah dilihat detikX, dari foto-foto itu tampak luka segar berwarna kemerahan pada hidung Yosua. Ada pula luka di kantong mata sebelah kanan, pipi kanan, serta luka berwarna kehitaman pada bibir Yosua. Wajah Yosua, yang dinyatakan meninggal hari itu pukul 17.00 WIB, kuning langsat, belum tampak pucat.

Menurut versi polisi, hasil autopsi Yosua menunjukkan ia tewas dengan tujuh luka tembakan. Itu ketika Yosua masih disebut tewas akibat adu tembak dengan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu di rumah dinas Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Tujuh luka itu berasal dari lima tembakan balasan yang dilesakkan Eliezer. Sebagian peluru meninggalkan dua luka di jari Yosua, sehingga dihitung menjadi tujuh luka.

Sedangkan keluarga, yang melihat jenazah Yosua saat dikirimkan ke rumah duka di Sungai Bahar, Muaro Jambi, Jambi, menemukan luka pada leher dan betis. Ada juga luka sayat di bawah mata, hidung, bibir, dan bagian belakang telinga. Pundak Yosua disebut hancur. Dagunya bergeser. Kedua tulang rusuknya memar. Temuan lainnya adalah adanya bekas peluru di tangan dan dada Yosua. Dua jari tangannya juga putus.

Pembongkaran makam Brigadir Yosua di Sungai Bahar, Muaro Jambi, Jambi pada 27 Juli 2022 untuk diautopsi kembali
Foto: Wahdi Setiawan/ANTARA Foto 

Setelah menemukan aneka kejanggalan pada luka di tubuh Yosua, keluarga mendesak agar dilakukan autopsi ulang oleh tim independen di luar Kepolisian. Atas dasar itu, penyidik menunjuk dokter forensik Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Ade Firmansyah Sugiharto untuk memimpin autopsi ulang. Autopsi kedua itu di RSUD Sungai Bahar, Muaro Jambi, pada Rabu, 27 Juli 2022.

Tim forensik ini merupakan gabungan dari tim forensik Polri, TNI, Ikatan Dokter Forensik Indonesia (IDFI), dan perguruan tinggi. Hampir enam jam lamanya tim tersebut melakukan autopsi ulang. Pengacara keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, sempat membocorkan hasilnya melalui live streaming di kanal YouTube Hendro Firlesso.

Menurut Kamarudin, otak Yosua sudah pindah ke perut. Sedangkan lidah, paru-paru, dan jantung bersatu menjadi satu bagian. Ia juga bilang terdapat retakan-retakan dari leher mengarah ke bibir. Tulang di jari kelingking dan jari manis patah. Ada pula memar di punggung dan di kaki sebelah kiri Yosua. “Bagian kaki kanan Brigadir J ditemukan bengkok dan ini perlu kejelasan kenapa,” ucapnya.

Empat pekan kemudian, tim forensik gabungan menyerahkan hasil autopsi ulang jasad Brigadir Yosua tersebut kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, tepatnya pada Senin, 22 Agustus 2022 lalu. Hasilnya cukup berbeda dengan versi pertama polisi dan keluarga Yosua. Dr Ade menjelaskan, dari autopsi ulang yang dilakukan, tak ditemukan luka selain akibat tembakan senjata api.

“Saya bisa yakinkan, sesuai dengan hasil pemeriksaan kami, baik saat melakukan autopsi, pemeriksaan penunjang dengan pencahayaan, dan mikroskopik, bahwa tidak ada luka-luka di tubuhnya selain luka akibat kekerasan senjata api,” kata Ade setelah menyerahkan hasil autopsi itu kepada Bareskrim Polri.

Brigadir Yosua
Foto: Istimewa 

Ade juga mengatakan ada lima luka tembak masuk ke tubuh Yosua dan empat luka tembakan keluar. Satu tembakan bersarang, yaitu di tulang belakang tubuhnya. Padahal, dalam hasil autopsi sebelumnya, disebutkan ada luka tujuh tembakan pada jasad Yosua. “Yang bersarang ada di dekat tulang belakang,” kata Ade.

Ade menjelaskan ada dua jari Yosua di tangan kiri yang patah, yaitu di kelingking dan jari manis, adalah akibat alur lintasan peluru. “Itu adalah arah alur lintasan anak peluru. Jelas sekali peluru keluar mengenai jarinya. Jadi itu memang alur lintasan. Kalau bahasa awamnya mungkin tersambar, ya. Seperti itu,” jelas dia.

Tim forensik, lanjut Ade, memastikan tidak benar kabar yang mengatakan bahwa kuku Yosua dicabut. Kabar otak pindah ke dada dan ada korban tubuh yang hilang juga dibantah oleh Ade. Semua organ tubuh Yosua sudah dikembalikan ke tubuhnya.

“Jadi kita semua, apa yang didapatkan pada tubuh korban, yang jelas, sudah dikembalikan ke tubuh korban dan memang ada hal-hal yang harus dilakukan untuk mencegah adanya, misalnya, kebocoran karena banyak luka pada tubuh korban. Dan yang jelas, tidak ada organ yang hilang dan semua dikembalikan ke tubuh jenazah."

Sebelumnya, kepada tim detikX, Ade sempat menjelaskan, ketika autopsi dilakukan, tak ada alasan saintifik tertentu untuk menempatkan setiap organ untuk kembali ke posisi anatomi semula. Ditambah pada kondisi kematian, tak ada yang dapat menahan posisi setiap organ. Penyebabnya, organ sudah tak lagi terhubung dengan jaringan.

Jadi sangat memungkinkan organ-organ tubuh bergeser, bahkan tercampur. Otak yang dibungkus plastik justru membantu untuk mencegah lapisan otak yang akan luber. Tim yang mengautopsi ulang juga menjumpai tingkat kesulitan tinggi. Sebab, kondisi jenazah Yosua sudah diformalin, membusuk, serta sulit mengidentifikasi penyebab luka.

Irjen Ferdy Sambo saat menjalani sidang etik di Mabes Polri, Kamis, 25 Agustus 2022
Foto: YouTube Polri 

Selain itu, menurut Ade, kondisi jenazah pascakematian tentu akan mengalami perubahan-perubahan, seperti lebam, yang menandakan proses pembusukan, serta tanda kemerahan akibat pembusukan sel darah merah.

“Perubahan kondisi jenazah setelah kematian, orang awam akan melihat dan menganggapnya sebagai luka sebelum kematian. Secara makroskopik akan terlihat seperti luka, tetapi secara mikroskopik akan berbeda.”

Ade mencontohkan memar pada bagian bawah kelopak mata bagian kanan jenazah Yosua itu terdapat dua kemungkinan, yakni resapan darah yang diakibatkan oleh luka tembak atau memar akibat benda tumpul.

Perbedaan hasil autopsi atau visum et repertum pertama dan kedua bisa saja terjadi karena ada interpretasi yang berbeda, khususnya tentang lintasan anak peluru yang masuk ke tubuh. Ini menurut ahli kedokteran forensik Medikolegal, dr Budi Suhendar.

“Ini dapat saja terjadi, karena ada interpretasi berbeda terkait lintasan anak peluru yang masuk ke tubuh. Mungkin di pemeriksaan pertama ada yang diinterpretasikan sebagai luka tembak masuk lain, tapi di tempat yang sama pada pemeriksaan kedua diinterpretasikan sebagai satu kesatuan lintasan anak peluru,” katanya kepada detikX, Kamis, 25 Agustus 2022.

dr Ade Firmansyah Sugiharto, ketua tim forensik yang mengautops ulang jenazah Brigadir Yosua
Foto: Andhika Prasetia/detikcom 

Karena itu, lanjut Budi, tinggal pihak penyidik yang akan memilih mana hasil autopsi yang paling sesuai dengan alat bukti yang ditemukan. Dia menduga, tidak adanya luka selain luka tembakan itu maksudnya adalah luka-luka dan sebab kematian yang ditemukan terkait peristiwa pidana saat itu. “Hal lain yang ditemukan pada tubuh tetap akan tercatat, namun tidak terkait perlukan pada peristiwa pidananya,” jelas Budi.

Soal tudingan keluarga Yosua yang menyebutkan ada penyiksaan sebelum korban tewas ditembak, Budi menyebut, sudah masuk dalam ranah hukum. Penyidik akan mengkonstruksikan kasus itu sesuai dengan temuan pemeriksaan dan alat bukti lainnya. “Jadi kedokteran forensik tidak akan masuk pada kesimpulan ranah hukumnya, yang merupakan kewenangan penegak hukum,” pungkas Budi.

Hingga saat ini, Polri telah menetapkan lima tersangka pembunuhan Brigadir Yosua. Mereka adalah Ferdy Sambo, istrinya Putri Candrawathi, Bharada Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. Kelimanya dikenai pasal pembunuhan berencana, yang hukuman maksimalnya 20 tahun penjara, seumur hidup, atau hukuman mati.


Penulis: M Rizal
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE