CRIMESTORY

Pembunuhan Terakhir Rio Martil

Sebelum dieksekusi mati, Rio 'Martil' membunuh guru ngajinya di dalam penjara. Menghadiahkan Al-Qur'an kepada anak-anaknya.

Ilustrasi: Mindra Purnomo

 Jumat, 17 Juni 2022

Sejak permohonan grasinya ditolak oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2004, Rio ‘Martil’ Alex Bulo (26 tahun) dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Permisan, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, dari Lembaga Pemasyarakatan Kedungpane, Semarang. Rio mendiami penjara berkeamanan ketat itu dengan para napi kelas berat lainnya.

Di LP Permisan itu, Rio dekat dengan seorang napi bernama Iwan Zulkarnaen (34). Iwan adalah mantan pegawai PT Pos Indonesia Kantor Wilayah Makassar, Sulawesi Selatan, yang divonis 16 tahun penjara dalam kasus korupsi Rp 40,9 miliar. Merasa sama-sama memiliki darah Sulawesi, keduanya cepat akrab. Bahkan Iwan menjadi guru ngaji Rio selama menunggu waktu eksekusi mati tiba.

Tapi keakraban itu hanya berlangsung sembilan bulan. Lupa akan pengakuan tobatnya, keganasan pria bertubuh mungil dan raut wajah dingin itu muncul kembali. Pada hari ulang tahunnya yang ke-27, Rio kembali membunuh orang pada 2 Mei 2015 pukul 10.30 WIB. Orang yang dibunuhnya adalah Iwan, sesama napi sekaligus guru ngajinya.

Peristiwa itu terjadi bersamaan dengan hari kegembiraan para sipir dan karyawan Lapas Permisan yang tengah gajian. Kepanikan melanda seluruh penjara Permisan setelah terdengar perkelahian Rio dengan Iwan di selnya. Iwan ditemukan terkulai di lantai dengan luka-luka yang cukup parah. Ia langsung dilarikan ke poliklinik Lapas, tapi nyawanya tak tertolong. Rio langsung diamankan di ruang isolasi.

Kejadian pembunuhan itu berawal ketika Iwan akan mengajari Rio mengaji. Di tengah pengajian berlangsung, tiba-tiba hujan turun. Karena atap sel yang dihuni Rio bocor, air menetes ke lantai. Iwan lalu mengambil kain lap untuk mengepel lantai sel, sementara Rio asyik duduk di tempat tidur. Saat itu, rokok Rio yang tangah diisapnya terjatuh ke lantai sel yang tengah dipel. Keduanya langsung terlibat cekcok mulut.

Kepada polisi, Rio mengaku saat itu Iwan mengucapkan kalimat yang membuat dirinya tersinggung. Iwan bilang bahwa Rio memang hebat di luar, tapi tak punya jalu (taji) di dalam. Merasa dirinya dihina, naluri membunuh Rio muncul kembali. Kali ini Rio membunuh tanpa senjata andalannya: martil. Ia memukul Iwan hingga jatuh tersungkur.

Tak hanya itu, Rio mengambil kain sarung, membekapkan kain itu ke kepala Iwan, lantas membenturkan kepala guru ngaji ke tembok kamar mandi. “Iwan dibunuh tanpa alat apa pun. Kepalanya dibenturkan ke tembok hingga tewas,” kata Kepala Lapas Permisan Kristiadi kepada wartawan seperti dikutip detikcom pada 4 Mei 2005.

Pembunuhan Iwan di sel Lapas Permisan menggenapkan jumlah korban pembunuhan Rio menjadi lima orang. Pembunuhan itu bahkan dilakukan Rio di tengah menunggu waktu eksekusi mati. Tiga tahun kemudian, Rio mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Tapi PK itu ditolak MA dan berkasnya diterima oleh Kejaksaan Negeri Purwokerto pada 1 April 2008.

Rio pernah mendekam di Lapas Kedungpane (Semarang), Lapas Nusakambangan (Cilacap), dan Lapas Purwokerto. Di LP Nusakambangan, dia membunuh napi koruptor.
Foto: Arbi Anugrah/detikcom

Semua upaya hukum yang dilakukan Rio agar tak dihadapkan kepada regu tembak kandas. Kejaksaan Agung melalui Kejaksaan Tinggi Jateng memerintahkan Kejari Purwokerto segera mengeksekusi mati Rio pada Agustus 2008. Akhirnya Rio 'Martil' pasrah dan menerima eksekusi mati tersebut.

“Tak ada air mata lagi. Mungkin ia merasa sudah tidak bisa apa-apa lagi,” kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah Bambang Winahyo seperti dikutip dari detikcom pada 4 Agustus 2008.

Bambang bertemu dengan Rio ketika proses pemindahan dari Lapas Permisan ke Lapas Purwokerto. Menurut Bambang, walau dikenal bengis, Rio sangat baik di mata keluarganya, khususnya istri dan ketiga anak-anaknya yang masih kecil.

Menjelang eksekusi mati, Rio menitipkan Al-Qur'an yang selalu dibacanya selama berada di Lapas Permisan untuk ketiga buah hatinya. Ia juga sempat berpamitan dan meminta maaf kepada semua rekan-rekan sesama narapidana. Termasuk meminta kuasa hukumnya untuk menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga para korban yang telah dibunuhnya.

“Dia minta petugas menyerahkan Al-Qur’an kepada anaknya. Kitab suci itu biasa ia bawa dan baca selama di LP,” imbuh Bambang.

Beberapa hari menjelang eksekusi, Rio ditempatkan di ruang isolasi berukuran 3x4 meter di Lapas Purwokerto. Sementara itu, di luar lapas, masyarakat berkumpul ingin menyaksikan proses eksekusi mati. Mereka penasaran ingin melihat tampang Rio yang sebenarnya. Prosesi eksekusi mati itu pun dijaga superketat oleh polisi untuk menjaga hal-hal yang tak diinginkan.

Saat itu santer isu di kalangan masyarakat bahwa Rio memiliki ilmu kanuragan (kesaktian). Bisa meloloskan diri walau tangannya diborgol atau diikat rantai. Kisah Rio bisa membuka borgol dalam hitungan menit bukan isapan jempol. Beberapa penyidik di Polres Banyumas mengakui hal itu. Bahkan kemampuan tersebut pernah dipamerkan di depan sejumlah penyidik.

“Awalnya saya tidak percaya saat Rio sesumbar bisa mencopot tangannya yang diborgol. Ketika dia mendemonstrasikan itu, saya baru percaya. Hanya dalam hitungan menit, borgol itu lepas, padahal dia hanya menggosok-gosok tangannya," ucap seorang penyidik Polres Banyumas seperti dikutip dalam buku Legenda Hukuman Mati karya Hukman Reni (2015).

Penyidik itu menambahkan, saat ditanya mengapa tidak melarikan diri saja, Rio hanya menjawab, “Saya kasihan kepada polisi yang sudah lelah menjaga saya,” ujar penyidik itu menirukan ucapan Rio.

Beberapa petugas keamanan lapas di Nusakambangan mengakui kemampuan ilmu Rio. Bahkan, pada saat pemindahan Rio dari Lapas Permisan ke Purwokerto, sejumlah petugas membawa daun kelor. Oleh petugas, daun itu digunakan untuk menangkal ilmu kanuragan Rio. Tapi isu itu segera sirna setelah Rio benar-benar dieksekusi mati.

Kamis, 8 Agustus 2008, tepat pukul 22.30 WIB, Rio dibawa keluar dari Lapas Purwokerto oleh petugas keamanan menggunakan empat buah mobil. Rio lalu dibawa ke sebuah kawasan sunyi di Desa Karang Tengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Di tempat itu, Rio duduk di kursi dengan ditutup matanya di hadapan regu tembak.

Tepat pukul 00.00 WIB, eksekusi dimulai. Timah panas yang ditembakkan dari senjata regu tembak bersarang tepat di jantung pembunuh sadis yang saat itu sudah berumur 30 tahun tersebut. Jasad Rio rencananya dikuburkan di di Taman Pemakaman Umum Karang Benda, Kelurahan Berkoh, Kecamatan Purwokerto Selatan.

Karena ada penolakan dari warga sekitar, akhirnya petugas mengalihkan pemakamannya ke TPU Sipoh, Desa Kejawar, Kecamatan Banyumas, pada Jumat, 9 Agustus 2008 pukul 09.30 WIB. TPU itu ada blok khusus untuk pemakaman orang yang tak dikenal identitasnya.


Penulis: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE