Ilustrasi: Edi Wahyono
Hamparan sawah menghijau terlihat begitu memasuki Dusun Bulo, Kelurahan Bulo, Kecamatan Panca Rijang, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan. Dusun itu berjarak 9 kilometer dari Pangkajene, ibu kota Kabupaten Sidrap. Wilayah itu dikenal sebagai penghasil beras dan jagung. Di sepanjang jalan juga terlihat rumah-rumah panggung milik penduduk.
Tapi ada yang mengusik perhatian saat detikX datang ke Dusun Bulo pada 22 Juli 2019, yakni plang putih bertulisan ‘Barang Bukti TPPU BNN RI’ dengan logo Badan Narkotika Nasional (BNN) yang dipasang di lima bidang sawah. Ya, itulah sawah-sawah milik Haji Agus Sulo, warga setempat. Pria 34 tahun itu diciduk petugas BNN dan Polda Sulawesi Selatan pada 16 Juli 2019.
Selain lima petak sawahnya, rumah panggung milik Agus Sulo, yang berjarak 1 km dari area persawahan, juga dipasangi stiker bertulisan ‘Telah Disita BNN’. Rumah yang dibangun di atas lahan yang cukup luas itu bernilai sekitar Rp 2 miliar. Rumah itu tampak sepi. Seluruh pagar digembok dan pintu tertutup rapat. Di kolong rumah ada beberapa sepeda, mainan anak-anak, jemuran, dan kandang ayam. Di rumah itulah Agus Sulo ditangkap di depan istrinya, Sutra Hasan. Tapi, saat detikX melongok rumah itu, tak terlihat Sutra. Menurut warga, ia terbang ke Tanah Suci menunaikan ibadah haji pada 20 Juli 2019.
Setelah kita telusuri, ternyata mereka itu adalah jaringan internasional yang dikendalikan dari Sidrap. Diputusnya di sana waktu dilaksanakan delivery. Jadi CB (cover buy) waktu itu petugas polisi yang delivery dari Kalimantan, begitu ditangkap dan diperiksa ternyata milik orang Sidrap.”
Sekitar 400 meter dari rumah Agus Sulo, ada bangunan yang dijadikan pabrik rak telur, yang juga dipasangi stiker penyitaan dari BNN. Di pabrik itulah Agus Sulo mempekerjakan sekitar 60 karyawan. Setiap hari pabrik itu mampu memproduksi ratusan rak telur dengan omzet Rp 1.250.000. Di area pabrik seluas 15.923 meter persegi itu terdapat bangunan kantor dan musala. Sejak Agus Sulo ditangkap, tak ada lagi aktivitas di pabrik itu.
Haji Agus Sulo alias Lagu diciduk petugas BNN pusat dan Polda Sulsel karena dituduh melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau money laundering dari bisnis narkoba senilai Rp 16 miliar. Bisnis barang haram tersebut disambi pria yang sehari-hari bekerja sebagai petani itu sejak 2014. Selain Agus Silo, tim gabungan menangkap Syukur, anak buahnya, di Kelurahan Rappang.
Tak mudah menangkap Agus Sulo. Petugas harus memantau gerak-gerik Agus Sulo serta Syukur dengan menyamar sebagai tukang sayur, tukang bakso, dan kuli panggul gabah di Dusun Bulo. Penyamaran itu dilakukan oleh 12 petugas BNN dari Jakarta yang memantau Agus Sulo secara bergantian selama empat bulan penuh. “Agus sejak 2014 menggeluti bisnis narkotika jenis sabu-sabu. Kalau dalam perusahaan Agus sebagai komisaris, Syukur sebagai direkturnya,” ungkap seorang sumber penegak hukum yang enggan disebutkan namanya kepada detikX di Sidrap, Senin, 22 Juli.
Menurutnya, jaringan bisnis narkoba Agus Sulo sangat menggurita di Sidrap. Hampir sebagian besar masyarakat di kabupaten yang berjarak sekitar 200 km dari Makassar itu tahu Agus Sulo adalah bandar narkoba kelas kakap. Jaringan bisnis narkoba Agus Sulo boleh dibilang terbesar di kawasan timur Indonesia. Rekam jejaknya itu membuat posisi Agus Sulo setingkat di bawah bandar narkoba lainnya di Sidrap, yaitu SR alias Kijang, yang masih jadi buron.
Agus Sulo memiliki jaringan narkoba hingga ke negeri jiran Malaysia. Bisnis sabu Agus Sulo terungkap dari dicokoknya Fachri Rajman Jafar alias Tyson, 29 tahun. Warga Sidrap ini berperan sebagai kurir yang mengambil sabu seberat 10 kilogram kiriman dari Malaysia di sebuah tempat di Kalimantan Utara (Kaltara). Aksinya tercium dan ia ditangkap Polda Kaltara pada 20 September 2018. Namun Fachri hanya divonis 10 bulan penjara.
Petani kaya bandar narkoba Agus alias Lagu (kanan, berbaju tahanan) dan Syukur (kiri, berbaju tahanan)
Foto: M Taufiqurahman/DetikX
“Setelah kita telusuri, ternyata mereka itu adalah jaringan internasional yang dikendalikan dari Sidrap. Diputusnya di sana waktu dilaksanakan delivery. Jadi CB (cover buy) waktu itu petugas polisi yang delivery dari Kalimantan, begitu ditangkap dan diperiksa ternyata milik orang Sidrap,” ungkap Direktur TPPU BNN Brigjen Bahagia Dachi kepada detikX, Senin, 22 Juli.
Saat diperiksa polisi, Fachri ‘bernyanyi’ bahwa semua barang haram yang dibawanya milik bosnya di Sidrap, Agus Sulo. Tapi, yang bikin heran, Agus Sulo tak kunjung ditangkap. Polisi hanya memasukkan Syukur dalam daftar pencarian orang (DPO). Lantas BNN membentuk tim untuk menangkap Syukur sesuai dengan surat perintah penangkapan bernomor Sp.Kap/06-TPPU/V/2019/BNN yang ditandatangani Direktur TPPU BNN pada 15 Mei 2019. “Kita heran kenapa (yang masuk) DPO Syukur. Kita telusuri, kita tangkap juga Syukur. Lalu si Syukur ngomong juga bukan barang saya, itu barang Sulo, makanya kita tangkap (Agus Sulo),” jelas Bahagia.
Menurut Bahagia, Agus Sulo sebenarnya pernah ditangkap dan divonis dalam kasus serupa. Namun, anehnya, Agus Sulo bebas, padahal bukti kuat mengarah pada dirinya. BNN pun lalu bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menelusuri adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Pasalnya, sebagai petani di pelosok Kabupaten Sidrap, Agus Sulo begitu cepat memperoleh harta kekayaan yang melimpah ruah selama 2014-2019. Hal inilah yang dicurigai sebagai modus praktik pencucian uang dari hasil kejahatan narkoba. Penyelidikan itu sekaligus untuk membuktikan bahwa Agus Sulo memang sebagai bandar narkoba. Dan benar saja, seluruh aset Agus Sulo itu berasal dari bisnis narkoba. “Jadi itu adalah aset yang dimiliki dari hasil narkoba, makanya kita tangkap. Kita BAP (berita acara pemeriksaan) di kasus TPPU dan hasilnya kita serahkan ke polisi. Pidananya polisi, kita fokus TPPU-nya saja,” ujar Bahagia.
Saat diperiksa, Agus Sulo mengakui asal-usul asetnya dari bisnis narkoba. Ia menjual paket sabu seberat 50 gram hingga 10 kg. Agus Sulo mengantongi keuntungan Rp 200 juta dari setiap 1 kg sabu. Menurut Bahagia, ditaksir harga sabu seberat 10 kg itu Rp 1-1,5 miliar. Sedangkan harga beli per kilogram mencapai Rp 500 juta. Tak aneh bila Agus Sulo bisa menghasilkan keuntungan berlipat-lipat. “Yang paling menarik, dia melakukan pencucian uang cepat sekali. Beli pabrik rak telur, seakan-akan sebagai petani kemudian beli mobil. Dia punya sembilan mobil,” kata Bahagia.
Pejabat BNN pusat dan Polda Sulsel saat rilis kasus Agus Sulo, bandar narkoba Sidrap
Foto: M Taufiqurrahman/detikcom
Seluruh aset harta yang dimilikinya itu sebagian besar atas nama istri dan anggota keluarganya. Memang begitulah modus TPPU, semua pemilik aslinya disamarkan atau hasil kejahatannya dipindahtangankan, yang disebut layering. Kabupaten Sidrap merupakan zona merah alias rawan narkoba. Bahkan bisa dikatakan Sidrap menjadi lumbung narkoba se-Sulawesi.
BNN dan polisi akan terus menelusuri hasil jaringan Agus Sulo ini. Apalagi posisi Asus Sulo selama menjalani bisnis narkoba yang dianggap kuat. BNN yakin bisnisnya itu melibatkan dukungan dari sejumlah oknum tertentu di Sidrap atau Sulawesi Selatan. “Sidrap itu paling rawan. Mantan-mantan pejabat di sana juga yang dari kepolisiaan, mantan Satnarkoba bilang ke saya, narkoba di sana ngeri sekali. Sidrap itu tempatnya, khusus Sulawesi dikendalikan di Sidrap,” Bahagia menambahkan.
Dari penangkapan Agus dan Syukur, BNN dan Polda Sulsel menyita seluruh aset kekayaannya yang mencapai Rp 16 miliar. Aset-aset tanah dan bangunan yang disita itu ada di beberapa lokasi di Kabupaten Sidrap, yaitu di Dusun Bulo, Desa Bulo, Kecamatan Panca Rijang, dan Dusun Boddie, Desa Mario, Kecamatan Kulo.
Aset yang disita adalah tanah dan bangunan 165 meter persegi (Rp 2 miliar), tanah dan pabrik seluas 15.923 meter persegi (Rp 3 miliar), sawah seluas 13.273 meter persegi (Rp 600 juta), sawah seluas 17.200 meter persegi (Rp 800 juta), sawah seluas 11.820 meter persegi (Rp 500 juta), sawah seluas 8.403 meter persegi (Rp 200 juta), sawah seluas 5.300 meter persegi (Rp 200 juta), tanah dan bangunan seluas 578 meter persegi (Rp 1 miliar), dan dua kaveling tanah kosong 300 meter persegi (Rp 300 juta).
Sejumlah kendaraan juga disita, yaitu mobil Mini Cooper (Rp 700 juta), Lexus NX300H AT Hybrid (Rp 800 juta), Honda Civic (Rp 350 juta), Honda C-RV (Rp 300 juta), Honda H-RV (Rp 250 juta), tiga unit mobil Daihatsu yang ditaksir senilai Rp 240 juta, truk Toyota (Rp 150 juta), motor trail KTM (Rp 250 juta), motor Yamaha N-Max (Rp 20 juta), dan motor Yamaha Mio (Rp 7 juta).
Sepeda motor dan mobil Agus Silo disita polisi.
Foto: M Taufiqurrahman/detikcom
Aset lainnya yang juga diamankan antara lain dua unit mesin pemotong padi senilai Rp 500 juta, perhiasan tiga cincin emas Rp 15 juta, uang di rekening Bank Mandiri Rp 2 miliar, dan uang hasil penjualan pabrik rak telur Rp 41 juta. Agus Sulo disebut-sebut memiliki mobil mewah jenis Ferrari, tapi pihak keamanan masih melacak keberadaannya. “Sementara masih kita cari. Sedang dilacak kebenaran informasi itu,” pungkasnya.
Agus Sulo dan Syukur dikenai pelanggaran Pasal 137 dan Pasal 3 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Pasal 5 ayat 1 juncto Pasal 10 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pecegahan dan Pemberantasan TPPU. Keduanya diancam hukuman penjara selama 20 tahun. Kini baik BNN maupun polisi terus memburu jaringan Lagu dan Syukur yang masih jadi buron.
Reporter/Penulis: M Tauffiqurahman (Makasar), Hasrul Nawir (Sidrap)
Redaktur: M Rizal
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban