Foto: Ari Saputra/detikcom
Kamis, 14 Maret 2019Raut wajah Siti Aisyah nampak lelah. Penampilannya yang kini berkerudung tetap berusaha tersenyum kepada orang-orang yang ditemuinya. Perempuan kelahiran Serang, Banten, ini, tak henti mengucapkan syukur bisa bebas dari jeratan hukuman mati di negeri jiran, Malaysia.
Aisyah dinyatakan bebas dari dakwaan kasus pembunuhan Kim Jong-nam, kakak tiri penguasa Korea Utara, Kim Jong-un oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Shah Alam, Kuala Lumpur, Senin, 11 Maret 2019. Hakim Datok Azmin bin Ariffin memutuskan 'a discharge not amounting to any acquittal' setelah jaksa penuntut, Muhamad Iskandar bin Ahmad, menyatakan mencabut dakwaan terhadap Aisyah.
"Saya pun awalnya nggak tahu. Nggak dipanggil ke court (pengadilan). Tiba-tiba jam setengah sembilan disuruh ke court. Jadi saya ikut arahan juga,” ungkap Aisyah soal pembebasannya dari dakwaan pembunuhan Kim Jong-nam saat ditemui detikX di Kantor Direktorat Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Jalan Taman Pejambon, Gambir, Senen, Jakarta Pusat, Selasa, 12 Maret 2019.
Sebelumnya, yang terbayang dalam benak Aisyah adalah sepanjang umur bakal berada di dalam penjara. Hidupnya mulai terasa gelap ketika dua tahun lalu bersama teman asal Vietnam, Doan Thi Huong, 28 tahun, ditangkap Polisi Diraja Malaysia di Hotel Flamingo By The Lake, kawasan Ampang, Selangor, 15 Februari 2017. Polisi juga menangkap Muhammad Farid bin Jalaludin, teman dekat Aisyah dan Ri Jong Chi, warga negara Korea Utara.
Siti Aisyah dengan tangan terborgol saat hendak menghadiri persidangan pada 17 April 2017.
Foto : Manan Vatsyayana/AFP
Tapi pengadilan bisa mengabulkan pembebasan yang tidak mengarah pada pembebasan sepenuhnya.'
“Ya, rasanya nggak percaya (bisa bebas), tapi senang banget. Nggak bisa diungkapkan. Keluarga pun juga terkejut. Bahagia,” ucap perempuan berusia 27 tahun itu.
Aisyah dan Doan ditangkap karena terekam CCTV Bandara Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA 2) pada 13 Februari 2017 pagi pukul 09.00 waktu setempat. Aisyah dan Doan terlihat menghampiri dan membekapkan kain ke muka seorang lelaki, yang tak lain adalah Kim Jong-nam, putra mantan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-il. Kim Jong-nam sendiri dinyatakan meninggal dunia setelah tiba di Rumah Sakit Putrajaya.
Aisyah dan Doan diduga telah diperdayai sejumlah intelijen Korea Utara untuk membunuh Kim Jong-nam. Keduanya melakukan aksinya dengan kedok program reality show televisi Jepang untuk mengerjai seseorang (prank). Aksi itu adalah dengan menyemprotkan cairan yang belakangan diketahui racun tetrodotoxin (TTX). Aisyah mengaku ditawari ikut acara reality show itu dengan bayaran Rp 2-3 juta.
Aisyah dan Doan dijerat Pasal 302 dan 304 Kanun (Undang-undang) Keseksaan dan pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati. Tuduhan itu membuat orang tua Aisyah di kampung Rancasumur, Pabuaran, Serang, Banten, yaitu Benah dan suaminya, Asria, hidup tak tenang. Mereka tak percaya kalau putri keempatnya terlibat pembunuhan, apalagi tokoh dunia. Mereka hanya tahu Aisyah berangkat ke Malaysia untuk bekerja.
"Saya minta tolong, Bapak Presiden Jokowi dan Pak Jusuf Kalla, anak ibu nggak bersalah, tolong dibebasin," pinta Benah sambil menangis saat ditemui detikX dua tahun silam, 20 Februari 2017.
Kim Jong-nam, kakak tiri Kim Jong-un
Foto : Facebook
Sejak Aisyah ditangkap, pemerintah Indonesia tak tinggal diam. Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur menunjuk tujuh pengacara sebagai tim pengacara Aisyah. Tim itu dipimpin oleh Gooi Soon Seng dari Gooi and Azura Law Firm. Penunjukan pengacara itu bagian dari perlindungan WNI di luar negeri dan memastikan proses peradilan berlangsung adil.
"Dibentuk tim itu sejak bulan Februari (2017). Kita langsung menunjuk Gooi and Azura untuk memberikan perlindungan hukum. Lalu kemudian belakangan pengacara membutuhkan dukungan dari tim yang akan memberikan masukan dalam rangka pembelaan," kata Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia Kemenlu, Lalu Muhammad Iqbal, kepada detikX di Kantornya, Jakarta, Selasa, 12 Maret 2019.
Tim pengacara dalam mengumpulkan barang bukti dan saksi dibantu sebuah tim gabungan yang terdiri dari unsur Kemenlu, Kementerian Hukum dan HAM, Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, dan Kejaksaan Agung. Salah satu hasilnya adalah ditemukannya empat orang yang diduga tersangka utama yang melarikan diri setelah Kim Jong-nam terbunuh.
Keempat orang yg diduga intelijen Korea Utara itu melarikan diri melalui Bandara KLIA menuju Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Setelah itu, mereka terbang lagi menuju Dubai (Uni Emirat Arab), lanjut ke Vladivostok (Rusia), dan terakhir menuju Pyongyang (Korea Utara).
Kalau Aisyah dan Doan dituduh sebagai pelaku pembunuhan atau pelaku utama, tentunya seharusnya ikut melarikan diri. Tapi hal itu tak dilakukan Asiyah dan Doan. Keduanya malah beraktivitas seperti biasanya. Mereka seolah-olah tidak melakukan sesuatu yang menimbulkan kematian seseorang. Di dalam proses peradilan yang panjang, 24 bulan, 23 hari itulah, tim pengacara berhasil mematahkan argumen jaksa penuntut umum.
Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal
Foto : Gresnia Arela F/detikX
"Karena itu, kita dari fakta persidangan muncul bahwa sebenarnya kasus ini lemah. Jadi dakwaan terhadap Siti Aisyah ini lemah, karena bukti-bukti yang ada, saksi-saksi yang ada tidak memadai menyebut kepada Siti Aisyah," jelas Lalu.
Pemerintah Indonesia sendiri berupaya melakukan pendekatan kepada pemerintah Malaysia untuk membebaskan Aisyah. Hal itu dilakukan sejak perdana menteri masih dijabat oleh Najib Razak hingga Mahatir Mohamad. Salah satu lobi yang dilakukan ketika Presiden Jokowi menerima kunjungan Mahatir di Istana Bogor, 29 Juni 2018. Dan pertemuan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dengan Mahatir pada 29 Agustus 2018 di Putrajaya, Malaysia.
Yasonna pun sempat melayangkan surat kepada Jaksa Agung Malaysia, Tommy Thomas. Ada tiga alasan kenapa Aisyah patut dibebaskan dalam syarat itu. Pertama, Aisyah meyakini apa yang dilakukannya terkait reality show dan tak berniat membunuh Kim Jong-nam. Kedua, Aisyah tak sadar dikelabui pihak Korea Utara. Ketiga, Aisyah tak mendapatkan sama sekali keuntungan dari apa yang dilakukannya.
Jaksa Agung Malaysia, Tommy Thomas pada 8 Maret 2019 lalu, seperti dilansir The Guardian, membalas surat itu dan menyatakan dengan mempertimbangkan hubungan Malaysia-RI, dirinya memutuskan untuk mengajukan 'nolle prosequi' (tidak ingin melanjutkan tuntutan atau dakwaan) terhadap Aisyah sesuai Pasal 254 Criminal Procedure Code Malaysia.
Mahatir sendiri mengaku tak tahu soal lobi dari Indonesia. Ia hanya menegaskan, pembebasan Aisyah dilakukan sesuai hukum yang berlaku di Malaysia. Aisyah telah diadili dan dibebaskan pengadilan. "Tapi pengadilan bisa mengabulkan pembebasan yang tidak mengarah pada pembebasan sepenuhnya," kata Mahatir kepada sejumlah wartawan di Malaysia, 12 Maret 2019.
Momen Siti Aisyah dan keluarganya bertemu Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, 12 Maret 2019
Foto : Rengga Sancaya/detikcom
Hal itu juga dibenarkan Yasonna. Status Aisyah tak dibebaskan secara murni, melainkan tuntutannya dicabut jaksa penuntut. Bila suatu saat nanti ditemukan bukti baru, Aisyah akan kembali berhadapan dengan hukum di Malaysia. "Nanti kalau terjadi begitu kan harus melalui dari kita ekstradisi lagi. Jadi ada proses panjang," ujar Yassona saat mendampingi Presiden Jokowi menerima Asiyah di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, 12 Maret 2019.
Reporter: Gresnia F Arela
Redaktur: M Rizal
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban