Ilustrasi : Edi Wahyono
Senin, 22 September 2025Presiden Prabowo Subianto mulai menata ulang barisan kabinetnya dengan langkah yang mengisyaratkan jarak terhadap PDI Perjuangan. Hendrar Prihadi, kader banteng yang menjabat Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), ikut terdepak dalam reshuffle terbaru.
Langkah tersebut memicu spekulasi, Prabowo sengaja menyingkirkan pengaruh PDI Perjuangan dari lingkar kekuasaan. Partai besutan Megawati Soekarnoputri itu dituduh berada di balik gelombang demonstrasi yang berujung kerusuhan dan penjarahan pada Agustus lalu.
Menanggapi isu tudingan keterlibatan PDI Perjuangan dalam demonstrasi berujung kerusuhan dan penjarahan itu, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Keanggotaan dan Organisasi Andreas Hugo Pareira meyakini Presiden Prabowo Subianto tidak akan serta-merta mempercayai desas-desus itu. Ia yakin Prabowo memiliki sumber informasi yang lebih akurat.
Potret Hendrar Prihadi saat masih menjabat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Foto : Kurniawan Fadilah/detikcom
Saya yakin Pak Prabowo punya perangkat intelijen yang pasti sangat paham peristiwa yang sebenarnya, paham siapa penggeraknya, ketimbang percaya dengan isu-isu.”
“Saya yakin Pak Prabowo punya perangkat intelijen yang pasti sangat paham peristiwa yang sebenarnya, paham siapa penggeraknya, ketimbang percaya dengan isu-isu,” kata Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI tersebut kepada detikX melalui pesan singkat.
Selain Hendrar Prihadi, sebelumnya Budi Gunawan, yang menduduki jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, juga terdepak dari Kabinet Merah Putih dalam reshuffle gelombang sebelumnya.
Kendati demikian, melihat dua menteri dari kalangan PDI Perjuangan kini tak lagi di kabinet, Andreas mengatakan tak mempermasalahkan reshuffle ter
"Nggak (ada masalah) gimana-gimana, dari awal juga PDI Perjuangan sudah memutuskan untuk menjadi partai penyeimbang di luar kabinet," jelasnya dikutip dari detikcom.
Namun, ditanya soal beredarnya kabar terkait Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, tidak memberi ucapan terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto meskipun telah diberi amnesti atas vonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW), Andreas memilih bungkam.
Sumber detikX dari lingkup internal PDI Perjuangan menuturkan keretakan hubungan Prabowo dengan PDI Perjuangan disebut berawal dari pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto. Itu momen yang seharusnya membawa kelegaan bagi kader PDI Perjuangan. Megawati Soekarnoputri bahkan menangis bahagia ketika kabar itu datang di tengah kongres partai. Namun, di mata Prabowo, ada yang kurang, Hasto dianggap tak menyampaikan terima kasih secara langsung.
“Pak Prabowo kecewa. ‘Pak Hasto ini dikasih amnesti, ketemu aku nggak terima kasih.’ Kan waktu itu ada ke Istana nemenin Ibu (Megawati). Saat ke Istana, saat ada rame-rame tanggal 30 itu, nah ke Istana saat konpers, saat itu Hasto ini ikut, tapi nggak salaman, nggak bilang terima kasih. Diam aja gitu. Itu dianggap, ini gimana sih kalau nggak punya rasa terima kasih,” kata seorang kader PDI Perjuangan yang mengetahui cerita itu.
Kekecewaan itu lantas diperparah oleh tudingan bahwa PDI Perjuangan menjadi motor demonstrasi ricuh. Partai membantah keras. Menurutnya, kehadiran Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Bidang Komunikasi Adian Napitupulu, yang sempat terlihat bersama kelompok pengemudi ojek online, hanyalah bentuk advokasi, bukan instruksi partai. Adian bahkan disebut ditegur Megawati karena sikapnya.
Dua hal inilah yang diyakini memicu langkah pembersihan. Budi Gunawan, yang dikenal dekat dengan Megawati, tiba-tiba dicopot. Tak lama, giliran Hendrar Prihadi dari LKPP.
“BG itu orang kesayangan Ketum. Jadi kami kaget, tiba-tiba dicopot tanpa diajak bicara,” kata sumber yang sama.
Baca Juga : Menetralisir Geng Solo
Sementara itu, menurutnya dari sisi Prabowo, ada pandangan ia sudah memberi banyak hal kepada PDI Perjuangan. Sumber itu menyebut, meski dukungan telah diberikan dalam berbagai bentuk, mulai kursi kabinet hingga posisi strategis lain, respons balik yang diharapkan belum juga terlihat.
Gaya komunikasi Presiden juga disebut-sebut ikut memperumit keadaan. Dari kabar yang beredar di kalangan internal, sejumlah menteri kesulitan mendapatkan kesempatan bertemu langsung, bahkan untuk membicarakan isu sensitif. Ada pula cerita pejabat tinggi hanya bisa bertemu dengan pendampingan tertentu, sehingga membuat orang segan menyampaikan kabar buruk.
Selain Andreas, para kader PDI Perjuangan ramai-ramai menegaskan partai berlambang banteng tersebut memang sudah terbiasa berada di luar pemerintah dan menjadi penyeimbangnya.
Ketua DPP PDI Perjuangan Ganjar Pranowo mengatakan partainya memang tidak berada dalam pemerintahan pusat sejak awal. “Dari awal memang tidak dalam pemerintahan pusat,” kata Ganjar kepada wartawan pada, Jumat, 19 September 2025.
Ia menambahkan, “PDI Perjuangan akan menjadi penyeimbang dan berada di luar pemerintah pusat atau di luar kabinet.”
Senada, politikus PDI Perjuangan Guntur Romli menekankan bahwa reshuffle merupakan kewenangan penuh presiden. Ia juga meluruskan posisi dua nama yang belakangan dicopot. “Pak BG bukan kader PDI Perjuangan, Mas Hendi kader, tapi reshuffle itu ranah pemerintahan eksekutif, hak prerogatif presiden,” paparnya.
Menurut Guntur, sikap PDI Perjuangan sebagai partai penyeimbang sudah jelas sejak Rakernas 2024 dan kembali diperkuat di Kongres 2025. “Sedangkan PDI Perjuangan sudah menegaskan berada di luar pemerintahan sejak Rakernas 2024 dan diperkuat di Kongres 2025. Sikap politik PDI Perjuangan berada di luar pemerintahan, sebagai politik penyeimbang, menjaga demokrasi dan checks and balances,” sambung dia.
Ia menambahkan partainya tetap akan memberi dukungan terhadap program-program pemerintah yang berpihak pada rakyat. Namun partai juga tak segan memberi peringatan jika ada kebijakan yang dianggap merugikan. “Mendukung yang pro-kerakyatan, kan ini politik penyeimbang,” tuturnya.
Presiden Prabowo telah menunjuk dua nama baru untuk mengisi kursi strategis setelah mencopot Budi Gunawan dan Hendrar Prihadi. Posisi Menko Polhukam kini dijabat oleh Djamari Chaniago, purnawirawan jenderal kelahiran Padang yang pernah menjabat Panglima Kostrad, Wakil KSAD, hingga Kepala Staf Umum TNI.
Sementara itu, kursi Kepala LKPP diserahkan kepada Sarah Sadiqa, birokrat karier yang sudah puluhan tahun berkecimpung di lembaga tersebut. Lulusan Hukum Universitas Trisakti dan master dari Northeastern University, Amerika Serikat, ini sebelumnya menempati berbagai posisi direktur hingga deputi di LKPP, sebelum akhirnya dipercaya memimpin lembaga pengadaan barang dan jasa itu. Keduanya bukan merupakan kader maupun orang terdekat PDI Perjuangan.
Baca Juga : Kisah di Balik Reshuffle
Potret Budi Gunawan saat masih menjabat sebagai Menko Polkam tengah berbincang dengan Presiden Prabowo Subianto di Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Foto : Antarafoto/Galih Pradipta/Spt.
detikX telah berupaya meminta konfirmasi kepada Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO), Insaf Albert Tarigan. Namun, hingga tenggat naskah ini, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan.
Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, menilai langkah Prabowo merombak kabinet dengan memangkas figur-figur PDI Perjuangan tidak lantas berimplikasi serius pada hubungan antarpartai. Menurutnya, sejak awal PDI Perjuangan memang tidak menyatakan tegas bergabung ke koalisi pemerintah, melainkan menempatkan diri sebagai penyeimbang.
"Sejak awal PDIP tidak menyatakan tegas akan bergabung ke koalisi pemerintah. Namun sebagai penyeimbang, sehingga tidak ada kontrak politik antara Gerindra dan PDIP. Tentunya perombakan figur-figur yang terafiliasi PDIP tidak berdampak pada hubungan antarpartai," kata Wasisto.
Menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti, Budi Gunawan dicopot dari jabatannya karena tidak mampu mengoordinasikan keamanan dan sekaligus meredam aksi massa 27-28 Agustus. Peran Budi dianggap tak terlalu optimal.
"Memang, saat itu, tak terlihat peran signifikan Menko Polkam. Padahal, dalam kondisi seperti itu, Menko Polkam sejatinya mengoordinasi kepolisian, TNI, Mendagri, dan menteri lain untuk segera meredam amarah massa. Sekalipun begitu, nama beliau tidak disebut-sebut oleh para demonstran. Dari aspek ini, bisa disebut aman. Sebaliknya, nama Kapolri untuk mundur menggema di mana-mana. Uniknya, yang tak disebut malah di-reshuffle, yang dituntut massa demonstran malah aman," ujar Ray kepada detikX.
Selain itu, kata Ray, faktor lainnya ialah melemahnya dukungan politik Budi di lingkaran Istana Negara. "PDIP, yang disebut-sebut berkaitan dengan BG, mulai mengendurkan dukungannya. Khususnya setelah kasus Hasto masuk ke pengadilan. Lemahnya basis dukungan politik BG tentu saja memudahkan Presiden Prabowo untuk me-reshuffle-nya," ungkapnya.
Reporter: Ani Mardatila, Fajar Yusuf Rasdianto, Ahmad Thovan Sugandi
Penulis: Ani Mardatila
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban