Ilustrasi : Edi Wahyono
Selasa, 2 September 2025Adies Kadir pasrah ketika Sekretaris Jenderal Partai Golkar Sarmuji memberi kabar penonaktifannya sebagai Wakil Ketua DPR RI pada Minggu, 31 Agustus 2025. Tanpa membantah, Adies menerima keputusan untuk meredam gejolak demonstrasi yang memanas sepanjang pekan lalu tersebut.
“Karena sudah sama-sama memahami ini memang sulit keadaannya,” kata sumber detikX di lingkup internal partai berlambang pohon beringin ini kemarin.
Keputusan penonaktifan Adies diambil setelah Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI meminta para ketua umum partai menonaktifkan anggota DPR RI yang dianggap bermasalah. Desakan itu menjadi atensi para pejabat teras Partai Golkar dengan langsung menggelar pertemuan untuk memutuskan status Adies di DPR RI.
Sumber detikX yang merupakan elite Partai Golkar ini mengungkapkan banyak aspirasi yang meminta agar Adies segera mundur dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR RI. Pasalnya, pernyataan Adies soal kenaikan tunjangan DPR RI dianggap telah menyinggung hati rakyat yang tengah dilanda kesulitan ekonomi sehingga memantik demonstrasi besar sepanjang pekan lalu. Sekitar pertengahan Agustus lalu, Adies sempat bilang tunjangan beras DPR naik dari Rp 10 juta menjadi Rp 12 juta dan tunjangan bensin naik dari Rp 4-5 juta menjadi Rp 7 juta.
"Jadi yang naik cuma tunjangan itu saja yang saya sampaikan tadi. Tunjangan beras karena kita tahu beras-telur juga naik, mungkin Menteri Keuangan juga kasihan dengan kawan-kawan DPR," kata Adies waktu itu.
Kemarin, 1 September 2025, Sekjen Golkar Sarmuji pun mengumumkan keputusan penonaktifan Adies melalui video yang dikirim ke sejumlah media. Kepada detikX, Sarmuji mengatakan keputusan itu harus diambil partai sebagai langkah meredam situasi yang tengah memanas beberapa hari belakangan. Namun Sarmuji enggan berkomentar banyak terkait cerita di balik penonaktifan Adies.
“Kita berusaha meredakan situasi dengan kemampuan masing-masing. Kalau kita punya kekuatan untuk membelah lautan untuk memadamkan api, ayok kita lakukan. Tapi andai kata kita hanya punya segelas air di tangan, itu saja yang kita siramkan,” kata Sarmuji.
Baca Juga : Kronik Kerusuhan Empat Hari di Jakarta
Massa sempat menembus gerbang DPR RI dengan mencopot besi pagar, Jumat (29/8/2025).
Foto : Ari Saputra/detikcom
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI ini berharap apa yang dilakukan partainya ini bisa membantu untuk menetralkan kemarahan masyarakat kepada legislator yang dianggap arogan dan tidak empatik. Dia juga mengimbau agar anggota DPR RI lebih peka terhadap situasi di akar rumput dan perasaan masyarakat.
“Kita harus punya ukuran kepatutan diri dalam berkata, berpenampilan, bersikap, dan berperilaku. Karena bagaimanapun, kita ini wakil rakyat, hanyalah wakil rakyat, yang nggak boleh jaraknya terlalu jauh dari rakyat,” ungkap Sarmuji.
Adies menjadi nama terakhir yang dinonaktifkan sebagai anggota DPR pascademonstrasi yang memanas sepanjang pekan lalu dan meluas ke beberapa kota dan menimbulkan korban jiwa. Sebelum Adies, partai lain juga sudah menonaktifkan kadernya yang dianggap arogan dan menyakiti perasaan rakyat dengan sikap maupun ucapannya.
Partai Amanat Nasional (PAN) telah menonaktifkan anggota Komisi VI Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan anggota Komisi IX Surya Utama alias Uya Kuya. Lalu Partai Nasional Demokrasi (NasDem) menonaktifkan Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni dan anggota Komisi IX Nafa Urbach. Status nonaktif tidak berarti membuat mereka kehilangan gaji sebagai anggota DPR RI.
Baik Eko, Uya Kuya, maupun Nafa Urbach sudah meminta maaf atas sikap dan ucapan mereka yang dianggap tidak empatik dan menyinggung hati rakyat. Sedangkan Ahmad Sahroni belum memberikan komentar apa pun sampai artikel ini diterbitkan.
Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Maulida mengatakan penonaktifan Eko dan Uya Kuya diambil partai setelah mencermati situasi dan dinamika politik belakangan. Dalam video yang diterima media, Viva mengimbau agar masyarakat tetap tenang dalam menyikapi situasi dan kondisi politik terkini.
“PAN mengimbau kepada masyarakat untuk bersikap tenang, sabar, dan mempercayakan secara penuh kepada pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto untuk menyelesaikan persoalan ini secara tepat, cepat, dan selalu berpihak kepada rakyat serta untuk kemajuan bangsa Indonesia ke depan," katanya.
Sementara itu, Sekjen Partai NasDem Hermawi Taslim mengatakan penonaktifan Nafa Urbach dan Ahmad Sahroni dilakukan karena sikap dan ucapan keduanya telah mencederai perasaan rakyat. Hal tersebut, kata Hermawi, bertentangan dengan sikap partai yang selalu menjadikan aspirasi rakyat sebagai arus utama perjuangan.
"Hal tersebut merupakan penyimpangan terhadap perjuangan Partai NasDem," ungkap Hermawi dalam keterangannya pada Minggu, 31 September lalu.
Arogansi para pejabat ini sebetulnya hanya satu dari sekian banyak pemicu demonstrasi besar yang terjadi dalam sepekan terakhir. Ibarat bisul, kekesalan masyarakat terhadap pemerintah terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, kemiskinan, korupsi, perusakan lingkungan, dan pengenaan pajak masyarakat kecil yang berlebihan pun akhirnya pecah dengan sikap arogan para pejabat ini.
Ditambah lagi, di tengah situasi yang serbasulit itu, DPR RI malah mendapat kenaikan gaji dan tunjangan yang besarnya nyaris dua kali lipat dari yang bisa mereka dapatkan pada periode lalu. Belum lagi, anggota DPR RI juga dikabarkan bakal mendapatkan tunjangan rumah, yang besarnya sekitar Rp 50 juta per bulan.
Berdasarkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) DPR pada 2023-2025 yang dihimpun Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), setiap anggota DPR akan menerima kenaikan gaji dan tunjangan sekitar 40 persen tahun ini.
Peneliti Fitra, Bernard Alvitro, mengatakan dengan total pagu anggaran gaji dan tunjangan sebesar Rp 1,66 triliun pada 2025, setiap anggota DPR akan menerima paling tidak Rp 2,8 miliar per tahun atau Rp 230 juta per bulan. Sedangkan tahun lalu, mereka hanya mendapatkan Rp 2,07 miliar per tahun atau Rp 172 juta per bulan.
Angka itu belum ditambah lagi dengan dana reses dan serap aspirasi, yang nilainya mencapai Rp 4,2 miliar per tahun. Dana reses dan serap aspirasi ini biasanya digunakan anggota DPR untuk menyerap aspirasi di daerah pemilihan masing-masing.
Jika ditotal, dalam setahun setiap anggota DPR bakal menerima paling sedikit Rp 7 miliar per tahun. Dengan periode lima tahun, setiap anggota DPR paling tidak bakal mengantongi total Rp 35 miliar.
Massa aksi terlibat bentrokan dengan aparat kepolisian di kawasan Pejompongan, Jakarta, Kamis (28/8/2025).
Foto : Rifkianto Nugroho/detikcom
“Kemudian ada yang namanya fungsi legislasi dan anggaran. Itu kan untuk membuat undang-undang, itu kan ada prosesnya, misalnya untuk kunjungan kerja, naskah akademiknya, untuk melakukan kegiatan hearing, itu juga ada dananya,” ungkap Bernard saat dihubungi detikX via telepon kemarin.
Belakangan, setelah demonstrasi besar yang menimbulkan korban jiwa, Presiden Prabowo Subianto mengatakan tunjangan-tunjangan DPR akan dicabut. Hal itu disampaikan Prabowo setelah menggelar rapat bersama sejumlah ketua umum partai dan pimpinan DPR, MPR, hingga DPD di Istana Negara pada Minggu, 31 Agustus 2024.
“Para pimpinan DPR menyampaikan akan dilakukan pencabutan beberapa kebijakan DPR RI, termasuk besaran tunjangan anggota DPR dan juga moratorium kunjungan kerja ke luar negeri," pungkas Ketua Umum Partai Gerindra ini.
Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah mengatakan salah satu tunjangan yang dipastikan akan dicabut adalah tunjangan perumahan. Sementara itu, tunjangan-tunjangan lainnya akan kembali dibahas melalui Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR.
“Ada landasan setiap pengambilan keputusan, etik, empati, simpati yang harus ditumbuhkan oleh kita semua untuk mengawal rasionalitas DPR," pungkas Said.
Reporter: Fajar Yusuf Rasdianto, Ahmad Thovan Sugandi, Ani Mardatila
Penulis: Fajar Yusuf Rasdianto
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Fuad Hasim