Kronik Kerusuhan Empat Hari di Jakarta
Buruh bersama mahasiswa turun ke jalan menyuarakan tuntutan mereka. Namun massa bertambah dari beragam kalangan. Eskalasi meningkat hingga berbuah kekerasan aparat, kericuhan, dan penjarahan rumah elite politik.
Sabtu, 30 Agustus 2025, pagi, langit Jakarta tampak mendung, sisa-sisa gas air mata masih memedihkan mata dan membuat panas tenggorokan di kawasan gerbang DPR RI. Dinding-dinding penuh coretan dan poster wajah almarhum Affan Kurniawan, seorang ojek daring yang tewas karena ditabrak dan dilindas kendaraan taktis milik Brimob dua hari sebelumnya.
Bau pesing sesekali menyengat dari area sayap kanan gerbang DPR RI. Terdapat pula tembok yang sudah diambrukkan massa malam sebelumnya.
Nyaris empat hari berturut-turut, Jakarta diwarnai unjuk rasa dan kerusuhan akibat kemarahan massa untuk menuntut keadilan atas kematian Affan Kurniawan. Sebelumnya, beragam pernyataan pejabat publik menyoal kenaikan tunjangan DPR RI menjadi salah satu pemantik demonstrasi.
Dalam merespons situasi yang memanas akibat rangkaian demonstrasi, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohamad Syafi’ Alielha atau Savic Ali menekankan pentingnya sikap hati-hati dari pemerintah maupun DPR RI. Menurutnya, elite politik seharusnya tidak lagi mengeluarkan pernyataan yang terkesan arogan atau mengancam. Sebab, hal itu justru berpotensi memperuncing kemarahan publik.
“Pihak pemerintah maupun DPR harus bisa bersikap yang tepat ya dalam situasi sekarang. Nah, tidak ada lagi statement-statement yang arogan atau kesannya mengancam gitu. Karena itu hanya yang akan membuat publik lebih marah. Kedua, tentu saja bahwa pihak-pihak yang selama ini dituntut untuk berubah harus berubah,” ujar Savic kepada detikX.
Di level tertentu pemerintah, imbuh Savic, partai politik dan DPR RI sudah mulai menunjukkan respons. Salah satunya adalah langkah simbolik untuk menonaktifkan anggota Dewan yang selama ini menjadi pemicu kemarahan publik.
Lebih jauh, Savic mengingatkan demonstrasi seharusnya tetap berada dalam koridor perjuangan politik yang sehat. Bukan justru terjebak dalam aksi kekerasan yang kontraproduktif.
“Kalau terkait demonstrasi ya, saya ingin mengingatkan bahwa kita semua warga mahasiswa turun berdemonstrasi itu karena ingin menyuarakan tuntutan-tuntutan politik ya terkait kebijakan, terkait perilaku, kekuasaan. Jangan sampai kita terjatuh pada tindakan-tindakan yang justru bisa menjauhkan kita dari tujuan itu,” jelasnya.
Ia pun menggarisbawahi praktik penjarahan atau pembakaran tidak hanya lahir dari ledakan emosional, tetapi juga bisa menjadi bagian dari skenario pihak-pihak tertentu yang ingin melemahkan gerakan.
“Berdasar pengalaman ‘98 saya, tindakan-tindakan pembakaran atau penjarahan itu satu. Biasanya memang bisa terjadi karena emosional, karena kemarahan lapangan, gitu ya. Karena sudah berkali-kali menjadi korban, tetapi juga tindakan pembakaran-penjarahan itu juga bisa dilakukan oleh kelompok yang memang terorganisir, yang menyiapkan diri. Yang niatnya menggembosi gerakan,” tandasnya.





Mobil tersebut terus melaju, sejumlah demonstran dan ojol mengejarnya hingga ke depan pintu gerbang Mako (Markas Komando) Brimob di Kwitang, Senen, Jakarta Pusat. Eskalasi meningkat hingga dini hari di lokasi tersebut.
Di sisi lain, Affan sempat dilarikan ke RSCM. Sayangnya, nyawanya tak tertolong. Affan meninggal sekitar pukul 21.00 WIB.
Dari Duka ke Amarah






Belum reda, Sabtu dini hari, amuk massa berlanjut di Polres Jakarta Timur. Molotov dilemparkan ke area parkir. Api melahap dua truk Dalmas, sebuah ambulans, satu mobil pikap, satu minibus Elf, hingga dua double cabin. Untungnya, kobaran tak sempat menjalar ke gedung utama.
Pagi hingga siang, situasi relatif lebih tenang. Polisi dan warga sama-sama kelelahan setelah semalaman berjibaku dengan api dan gas air mata. Namun ketenangan itu hanya sebentar. Menjelang sore, kabar tentang anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, Ahmad Sahroni, yang disebut-sebut kabur ke luar negeri menyulut emosi baru.

Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Kediaman Sahroni di Jakarta Utara pun jadi sasaran. Massa menyerbu rumahnya, menjarah isi dalamnya. Tak lama, rumah Eko Patrio di Jakarta Timur menyusul bernasib sama. Malam harinya, sekitar pukul 21.55 WIB, massa kembali merangsek dan merusak rumah artis sekaligus anggota DPR RI dari Fraksi PAN, Surya Utama alias Uya Kuya.
Jakarta menyisakan jejak pada Minggu berupa jalanan berserakan pecahan kaca, halte terbakar, rumah-rumah politikus porak-poranda. Di balik semua itu, rasa kehilangan dan marah bercampur meluas ke berbagai daerah.
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pernyataan resmi di Istana Negara pada Minggu, 31 Agustus 2025, setelah memanggil pemimpin lembaga tinggi negara dan ketua partai politik. Dia menegaskan pemerintah menghormati kebebasan berpendapat sebagai hak yang dijamin konstitusi dan hukum internasional.
“Negara menghormati dan terbuka terhadap kebebasan penyampaian pendapat dan aspirasi yang murni dari masyarakat,” ujar Prabowo.
Namun ia juga menekankan batasan tegas atas aksi dengan kekerasan. “Jika dalam pelaksanaannya terdapat kegiatan-kegiatan yang bersifat anarkis, distabilisasi negara, merusak atau membakar fasilitas umum sampai adanya korban jiwa, mengancam dan menjarah rumah-rumah dan instansi-instansi publik maupun rumah-rumah pribadi, hal itu merupakan pelanggaran hukum dan negara wajib hadir dan melindungi rakyatnya,” katanya.