SPOTLIGHT

Pulang ke Kampung Bayam

Warga Kampung Bayam ingin agar pengelolaan Kampung Susun Bayam diserahkan kepada mereka untuk menghidupkan kembali suasana gotong royong.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Selasa, 19 Agustus 2025

Sepiring kudapan menyambut kedatangan reporter detikX ketika berkunjung ke Kampung Susun Bayam (KSB), Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Rabu, 13 Agustus lalu. Beberapa warga yang tengah meriung di balai bambu meminta kami mencicipi. Kegembiraan tergambar jelas dari senyum dan tawa lepas mereka.

“Sejelek-jeleknya kampung kami, kami masih kangen ke sini, namanya kampung kami,” kata Sherly, perempuan berusia 42 tahun, warga KSB memulai cerita.

Sudah lima tahun warga Kampung Bayam kehilangan tempat tinggal akibat pembangunan Jakarta International Stadium (JIS). Baru awal Agustus lalu mereka kembali setelah protes panjang mereka didengar Gubernur Jakarta Pramono Anung.

Sherly dan puluhan keluarga lainnya kembali ke Kampung Bayam dengan kondisi yang amat berbeda dibandingkan saat mereka tempati dulu. Kampung Bayam yang dulu kumuh kini telah berubah menjadi bangunan seluas 17.435 meter persegi. Berdiri persis di balik pagar stadion bola ambisius yang dibangun pada era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Bangunan-bangunan reyot, tumpukan sampah, puing, dan gang-gang sempit kini sudah tidak ada lagi. Tergantikan dengan lapangan futsal, taman bermain anak, dan balai kumpul warga. Jauh lebih baik.

Rumah warga yang dulu hanya berdinding tripleks atau seng kini berganti jadi tembok yang kokoh. Sisi-sisi ruangannya juga lebih tertata.

“Dengan perubahan yang begitu banyak, jadi kayak sekarang ventilasi udaranya masuk, pencahayaan oke, ya kita ngerasa senang aja,” ungkap Sherly.

Sherly mengatakan kebahagiaan warga tidak lepas dari iktikad baik Pemprov DKI Jakarta dan PT Jakarta Propertindo (JakPro) yang sudah mau mengakomodasi saran warga untuk desain unit dan bangunan yang mereka inginkan. Bangunannya tidak terlalu tinggi, hanya empat lantai. Setiap unit memiliki luas 36 meter persegi dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, balkon, ruang cuci pakaian, dan mezanin.

Ada total 136 unit di tiga tower yang sudah siap ditempati. Tidak begitu padat. JakPro juga mengakomodasi saran warga untuk menyiapkan unit-unit khusus bagi difabel dan orang-orang tua di lantai satu agar mereka tidak kesulitan menaiki tangga.

Kunci hunian di Kampung Susun Bayam. 
Foto : Pradita Utama/detikcom

“Jadi ini dibikin sesuai kebutuhan kita. Jadi kita merasa ini sudah cukup aja karena inspirasi kita juga di sini,” kata Sherly, yang juga merupakan perwakilan Persaudaraan Warga Kampung Bayam (PWKB).

Perubahan yang dramatis itu membuat warga bersyukur bisa kembali ke tempat tinggal mereka dulu. Apalagi kepulangan mereka ke Kampung Bayam juga telah melalui proses panjang dan tidak mudah.

Hampir setahun penuh pada 2023, warga Kampung Bayam tidur di tenda yang mereka bangun persis di gerbang masuk KBS. Protes itu dilakukan lantaran, saat KBS sudah terbangun, mereka tidak bisa langsung menempati unitnya. JakPro meminta bayaran sewa unit Rp 1,56 juta dengan dalih pengelolaan KBS membutuhkan biaya.

Permintaan uang sewa itu tidak ada dalam klausul perjanjian warga Kampung Bayam dengan Anies Baswedan. Tak pelak, protes dan perjuangan terus mereka lakukan. Sampai kemudian mereka dipindahkan ke Rusun Nagrak, Marunda, Jakarta Utara, yang jaraknya terlampau jauh dari tempat tinggal mereka itu.

Di Rusun Nagrak, semua harus berjuang dari awal lagi. Tidak ada mata pencaharian. Warga yang biasa memulung tidak lagi mudah mendapatkan barang-barang pulungan yang berharga. Nelayan tidak tahu lagi harus mencari ikan di mana.

Puluhan warga lainnya yang tergabung dalam Kelompok Tani Kampung Bayam Madani (KTKBM) dipindah ke hunian sementara di Jalan Tongkol, Jakarta Utara. Mereka juga harus memulai dari awal lagi menabur benih dan menuai hasil pertaniannya.

Anak-anak yang sekolahnya dekat dengan JIS harus berangkat pagi-pagi buta dan pulang hingga nyaris pukul 8 malam lantaran saking jauhnya. Beberapa ibu dan bapak-bapak pekerja harus berhadapan dengan tronton saban kali berangkat kerja.

Sekarang sebagian besar warga Kampung Bayam sudah kembali. Bagi beberapa warga, kesulitan-kesulitan itu sudah berlalu.

Sudah ada total 77 keluarga dari total 126 keluarga dalam daftar Surat Keputusan Wali Kota Jakarta Utara tentang Warga Kampung Bayam yang sudah menempati unit KBS. Sebagian lain, khususnya dari KTKBM, masih menunggu pemutakhiran data.


Ketua KTKBM Muhammad Furqon mengatakan masih ada beberapa anggota KTKBM yang belum menerima surat penandatanganan kontrak serah-terima unit. Atas dasar itu, 35 anggota KTKBM pun kompak untuk tidak langsung pulang ke Kampung Bayam bersama dengan kelompok lainnya yang telah lebih dulu pindah.

“Konfliknya itu masalah data, cuma harus melengkapi data,” kata Furqon saat ditemui pekan lalu.

Meski belum pindah sepenuhnya, beberapa anggota KTKBM kini sudah bisa bertani di jalan menuju KBS. Mereka menanam terung, kangkung, dan juga tentu saja bayam. Beberapa lainnya juga terlihat tengah memberi pakan ikan di kolam-kolam kecil yang juga tidak jauh dari lahan pertanian warga.

Aktivitas Kampung Bayam yang empat tahun lalu penuh dengan kendaraan-kendaraan besar dan alat-alat berat untuk pembangunan JIS kini kembali seperti dulu, bahkan mungkin lebih baik. Anak-anak terlihat sangat gembira bermain ayunan dan perosotan di taman. Beberapa ada yang belajar menggiring bola di lapangan futsal depan balai bambu, tempat warga meriung bercengkerama.

Semua tampak begitu bahagia dengan wajah baru Kampung Bayam itu, meski suara bising pembangunan jalan dan lintasan kereta api masih sedikit mengganggu. Debu-debu jalan khas Tanjung Priok juga kadang membuat napas sedikit sesak.

“Tapi kita sudah biasa. Malah waktu di Nagrak, kita kangen sama suara kereta,” kata Aceng, 55 tahun, warga KBS lain yang detikX wawancarai.

Aktivis Jaringan Masyarakat Miskin Kota (JRMK) Guntoro Gugun Muhammad mengatakan kini warga Kampung Bayam tinggal menunggu proses pengalihan aset dari PT JakPro ke Pemprov DKI Jakarta. Prosesnya, kata Gugun, membutuhkan waktu setidaknya enam bulan sejak Juli 2025.

Pengalihan aset ini penting mengingat kini warga Kampung Bayam belum sepenuhnya bebas dari biaya sewa unit Rp 1,7 juta per bulan yang diminta JakPro. Biaya tersebut hanya digratiskan JakPro sampai Desember 2025 sebagai bentuk corporate social responsibility (CSR).

“Kalau ada kemunduran gimana? Misal januari belum kelar, saya kasih opsi ke teman-teman, kalaupun Januari belum kelar dan bayar sewa, mampunya berapa maksimal? Maksimal Rp 500 (kata warga),” ungkap Gugun.

Sejumlah warga Kampung Bayam membawa barang untuk pindah ke Hunian Pekerja Pendukung Operasional (HPPO) JIS di Jakarta Utara, Rabu (6/8/2025).
Foto : Pradita Utama/detikcom

Meski demikian, Sherly dan warga Kampung Bayam lainnya sebetulnya berharap agar biaya sewa bisa jauh lebih murah lagi seperti di Kampung Susun Akuarium. Biaya sewa unit di Kampung Susun Akuarium hanya Rp 34 ribu per bulan lantaran pengelolaan kampung susun ini juga dilakukan warga secara gotong royong.

Sherly mengatakan warga Kampung Bayam juga menginginkan pengelolaan KBS juga dilakukan oleh warga melalui koperasi. Dengan begitu, kata Sherly, warga bisa kembali merasakan suasana gotong royong yang dulu menjadi kebiasaan mereka di Kampung Bayam. Selain itu, biaya sewa unit bisa jadi lebih murah.

Rencana tersebut, sambung Sherly, juga sudah disampaikan langsung kepada Pramono Anung dan Pemprov DKI Jakarta pada April lalu. Meski demikian, Pemprov DKI Jakarta belum memberikan pernyataan resmi terkait hal tersebut.

“Soal kebersihan kita kelola sendiri, nanti maunya sendiri, tapi nggak tahu nanti kalau dialihkan ke Dinas Perumahan. Artinya, kewenangan di mereka, tapi kami minta pengin mengelola sendiri. Kami juga ke Akuarium, mempelajari pengelolaan gimana,” kata Sherly.

Sementara itu, pihak JakPro belum memberikan apa pun terkait proses pengalihan aset ataupun rencana pengelolaan yang KBS yang diinginkan warga. detikX sempat menemui perwakilan JakPro atau PIC KBS, Ferdi, pada Rabu pekan lalu. Namun Ferdi enggan memberikan tanggapan.

Sebelumnya, Direktur Bisnis PT JakPro, I Gede Adi Adnyana, mengatakan saat ini pihaknya berkewajiban memfasilitasi warga eks Kampung Bayam yang terdata di SK masuk dalam Hunian Pekerja Pendukung Operasional (HPPO). Setelah itu, pada Januari 2026, pengelolaan HPPO diserahkan ke Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman Provinsi DKI Jakarta.

"Jika ada gagal bayar dari penghuni, nanti tentu akan diurus dinas setempat," kata Gede.

JakPro juga memiliki tanggung jawab sosial dengan melengkapi kawasan ini dengan lokasi pertanian perkotaan yang dapat dimanfaatkan warga untuk bertanam dan beternak ikan. Selain itu, membuka kesempatan warga HPPO yang ingin bekerja dan syarat kerja sudah sesuai, maka akan diberi pekerjaan.

Warga penghuni HPPO JIS menandatangani kontrak perjanjian akan dibebaskan dari pembayaran sewa selama enam bulan, yang harganya Rp 1,7 juta per bulan. Waktu pembebasan biaya tersebut tidak dihitung utang, karena masih dalam proses untuk mendapatkan hasil pertanian dan pekerjaan.

"Warga eks Kampung Bayam yang nantinya menghuni HPPO juga diberi akses untuk bisa bekerja sebagai penunjang operasional JIS dengan upah UMR, selama memenuhi syarat yang berlaku. Warga, di samping bekerja, tentu saja tetap boleh bertani juga," kata dia


Reporter: Fajar Yusuf Rasdianto, Ani Mardatila
Penulis: Fajar Yusuf Rasdianto
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Fuad Hasim

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE