SPOTLIGHT

Serangan Balik dari Kandang Banteng

Penyidik KPK dilaporkan ke Dewan Pengawas, Mabes Polri, dan Komnas HAM oleh kader PDI Perjuangan. Pelaporan itu mengganggu penyidikan dan perburuan Harun Masiku.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Selasa, 30 Juli 2024

Kepala Satuan Tugas Penyidikan KPK yang memimpin pencarian Harun Masiku, AKBP Rossa Purbo Bekti, dilaporkan ke Mabes Polri hingga Dewan Pengawas KPK. Laporan dari kader PDI Perjuangan itu, kata Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, mengganggu proses penangkapan buron yang sudah hilang empat tahun tersebut.

"Banyaknya pelaporan terhadap AKBP Rossa Purbo cukup mengganggu penyidik yang bersangkutan, yang pada akhirnya berdampak pada proses penyidikan yang sedang ditangani," ujar Tessa kepada detikX pekan lalu.

Atas berbagai pelaporan tersebut, kata Tessa, sampai saat ini belum ada yang terpantau menghasilkan keputusan penyidik Rossa Purbo melakukan penyimpangan atau pelanggaran.

"Atas tindakan-tindakan tersebut, KPK menghormati prosesnya karena pelaporan tersebut sah dilakukan melalui saluran yang tersedia. Namun, bila ternyata penyidik mendapatkan informasi serta bukti adanya tindakan-tindakan untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, yang dilakukan secara tidak sah, maka pihak-pihak yang diduga terlibat dapat dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," terangnya.

Di pihak yang berseberangan, pengacara Hasto Kristiyanto yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan, Ronny Talapessy, berpandangan sebaliknya. Dia menganggap tindakan KPK terhadap para kader partai berlambang banteng itu cenderung politis, terlebih terkait pencekalan dan pemeriksaan.

"Kalau kami perhatikan, belakangan fokusnya bukan lagi menangkap buron yang kata komisionernya bisa ditangkap dalam waktu satu minggu itu, tapi belakangan malah terkesan fokus pada Mas Hasto dan stafnya, juga kader-kader partai yang lain," kata Ronny kepada detikX pada Kamis, 25 Juli 2024.

Staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Kusnadi, usai diperiksa KPK, Rabu (19/6/2024).
Foto : Ari Saputra/detikcom

Pada Senin, 22 Juli lalu, KPK telah resmi mencegah lima orang bepergian ke luar negeri terkait kasus Harun Masiku. Kelima orang itu dicegah berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) kasus suap dengan tersangka Harun. Mereka adalah Kusnadi (swasta), Simeon Petrus (pengacara), Yanuar Prawira Wasesa (pengacara), Donny Tri Istiqomah (pengacara), dan Dona Berisa (swasta).

"Ya mungkin biar ada berita lagi, ini lho hari ini ada lagi kader PDI Perjuangan berurusan lagi dengan KPK. Mungkin biar ramai di media, apalagi jelang kontestasi elektoral pilkada serentak November nanti," imbuhnya.

Menurutnya, kekhawatiran itu masuk akal karena diperkuat oleh statement pimpinan KPK di DPR RI yang tidak dapat menjamin loyalitas penyidiknya ke KPK. Bahkan salah satu pimpinan KPK, Nawawi Pomolango, juga mengatakan begitu banyak masalah di KPK.

"Muncul pertanyaan, kalau begitu, penyidik yang saat ini bekerja di KPK loyal ke siapa? Kalau pimpinan KPK saja tidak bisa menjamin, lalu siapa yang bisa menjamin proses penegakan hukum yang ada ini benar-benar demi pemberantasan korupsi atau ada maksud-maksud lain?" ucapnya.

Di sisi lain, Ronny juga menyayangkan cara penyidik KPK memperlakukan kader-kader PDI Perjuangan. Misalnya saat rumah Donny Tri Istiqomah digeledah pada 3 Juli lalu. Penggeledahan itu dilakukan oleh aparat bersenjata di depan istri dan anak Donny yang masih kecil.

Sebelumnya, tim hukum PDI Perjuangan juga melaporkan Rossa ke Dewan Pengawas KPK. Ronny menilai ada pelanggaran etik berat dari penyitaan ponsel milik Kusnadi dan Hasto Kristiyanto. Pelaporan itu dilakukan karena para penyidik dituding melakukan penggeledahan serta penyitaan barang pribadi dan aset partai tanpa melalui prosedur yang tepat. Proses itu dianggap cacat prosedur dan menabrak aturan yang ada.

Ronny menjelaskan, dalam standard operating procedure (SOP) internal KPK yang diputuskan pada 11 Mei 2016, diatur dalam Pasal 84 Ayat 4 dan 85 Ayat 3, upaya paksa berupa penggeledahan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.

"Faktanya, penyidik Rossa dkk menabrak SOP internal mereka sendiri karena melakukan upaya paksa dengan melanggar KUHAP, karena tidak ada penetapan pengadilan negeri setempat terhadap Saudara Donny," tegas Ronny.

Sebelumnya, Kusnadi, staf Hasto yang juga diperiksa dan dicekal KPK, melaporkan penyidik Rossa ke Dewan Pengawas KPK. Selain ke Dewas KPK, Rossa juga diadukan ke Komnas HAM.

Terbaru, Kusnadi mengadukan Rossa ke Propam Polri. Kusnadi menilai ada pelanggaran prosedur penyitaan ponsel yang dilakukan Rossa. Pengaduan itu diterima dan teregister dengan nomor: SPSP2/003111/VII/2024/BAGYANDUAN tertanggal 11 Juli 2024.

"Saya selaku kuasa hukum Kusnadi hari ini melaporkan peristiwa terkait yang diduga peristiwa pidana yang terjadi pada 10 Juni 2024 di lantai 2 gedung KPK dan peristiwa yang dialami Kusnadi juga pada 19 juni 2024 di lantai 2 gedung KPK," ujar pengacara Kusnadi, Petrus Selestinus, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (11/7).

Petrus menjelaskan peristiwa pertama terjadi saat Hasto diperiksa KPK terkait kasus Harun Masiku. Saat itu, Kusnadi mengaku dipanggil oleh Rossa untuk membawakan ponsel Hasto. Namun, kata dia, Rossa menggeledah barang-barang pribadi Kusnadi.

Aktivis anti korupsi yang tergabung dalam Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan aksi teatrikal untuk memperingati 4 tahun buron Harun Masiku, di depan Gedung KPK, Jakarta, Senin (15/1/2024). 
Foto : Ari Saputra/detikcom

"Rossa meminta agar semua yang ada di dalam ransel dikeluarkan. Kusnadi keberatan, 'Kok saya digeledah'. Dibalas 'Diam kamu'. Dibentak begitu, Kusnadi mulai ciut nyalinya. Dibiarkan digeledah, tanpa diperlihatkan surat penggeledahan, penyitaan, dan juga tanpa dijelaskan Kusnadi ini saksi apa tersangka," kata Petrus.

Dia mengatakan peristiwa kedua terjadi saat Kusnadi dipanggil KPK terkait Harun Masiku. Kala itu, katanya, Kusnadi diminta menandatangani surat penerimaan barang bukti. Petrus menegaskan terdapat kesalahan dalam surat tersebut. Salah satunya, kata Petrus, ada perbedaan tanggal dan lokasi penerimaan barang bukti.

Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik KPK terhadap sejumlah kader PDI Perjuangan sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Ditambah lagi proses penyitaan alat elektronik merupakan hal yang wajar dan lumrah dilakukan oleh KPK agar proses hukum segera menemui titik terang.

"Kami juga mengingatkan kepada KPK tidak berhenti karena ada laporan-laporan tersebut untuk segera memproses hukum dan mengungkap pihak yang mensponsori Harun Masiku," kata Kurnia kepada detikX.


Reporter: Ahmad Thovan Sugandi, Ani Mardatila, Fajar Yusuf Rasdianto
Penulis: Ahmad Thovan Sugandi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Fuad Hasim

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE