SPOTLIGHT

Setelah Hujan ‘Protes’ Bulan Juni

Setelah dihujani protes para mahasiswa dan peneliti, kenaikan UKT dibatalkan oleh Nadiem dan Jokowi. Namun, masalahnya, pembatalan itu rencananya hanya berlaku setahun. Selain itu, pemerintah dianggap cuci tangan menanggung hak pendidikan warganya dengan merancang student loan.

 Ilustrasi : Edi Wahyono

Kamis, 30 Mei 2023

Hampir seminggu setelah melakukan rapat kerja mengenai kenaikan tak masuk akal uang kuliah tunggal (UKT) dengan Komisi X DPR RI pada Selasa, 21 Mei 2024, Mendikbudristek Nadiem Makarim dipanggil Presiden Joko Widodo ke Istana. Setelahnya, ia mengumumkan pembatalan kenaikan UKT untuk tahun ini.

Padahal, menurut sumber detikX di Komisi X DPR RI, melalui obrolan santai sebelum dan setelah rapat kerja di Senayan, Nadiem belum menunjukkan gelagat persetujuan membatalkan kenaikan UKT di sejumlah kampus negeri.

“Sebelum rapat sebenarnya kami ingin bersepakat dengan Mas Nadiem untuk menerima rekomendasi terkait pembatalan penurunan UKT yang tidak rasional, menjamin teman-teman bisa lanjut kuliah, dan memastikan mencabut Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024. Lalu raker selesai (di obrolan setelah raker) poin menyangkut untuk merevisi Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 belum dapat jawaban tegas,” ungkap sumber detikX tersebut.

Kata Nadiem setelah bertemu dengan Jokowi, ia memastikan tidak akan ada mahasiswa yang terdampak. Dia juga berjanji akan mengevaluasi kembali sejumlah perguruan tinggi negeri yang menaikkan UKT mereka. "Kalaupun ada kenaikan UKT, harus dengan asas keadilan dan kewajaran dan itu yang akan kita laksanakan," ujarnya di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 27 Mei.

Komisi X DPR RI mengapresiasi pembatalan yang dilakukan oleh Nadiem Makarim setelah protes yang dilakukan berbagai pihak. Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menyebut pembatalan yang dilakukan Nadiem mestinya dibarengi dengan adanya pencabutan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024.

Kenaikan UKT yang terjadi sebelumnya di berbagai kampus dilakukan sesuai peraturan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024, yaitu harus mendapatkan persetujuan dari Kemendikbudristek. Jadi apa yang telah terjadi lalu dan mendapat beragam protes dari mahasiswa sebenarnya sudah diketahui dan mendapatkan persetujuan dari Nadiem Makarim. Alhasil, peraturan tersebutlah yang sebenarnya menjadi celah untuk kampus menaikkan UKT mereka hingga pada angka yang tak rasional.

Sebagian kritik Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya (EM UB) terhadap Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbutristek) Nadiem Anwar Makarim.
Foto : Dok. Istimewa

“Pengumuman pembatalan kenaikan UKT tahun ini, menurut saya, itu diskusi yang belum tuntas. Artinya, tahun depan berpotensi naik. Kalau Mas Nadiem menghadap Presiden, lalu harus membatalkan kenaikan UKT, follow up administrasi politiknya adalah dia harus mencabut Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024,” kata Syaiful Huda kepada detikX.

Selain itu, pembatalan kenaikan UKT, menurut Syaiful, hendaknya juga diikuti dengan refocusing serta realokasi dana pendidikan di Kemendikbudristek. Alasannya seperti yang disampaikan di rapat kerja lalu, hanya 15 persen anggaran yang dikelola oleh Kemendikbudristek, yakni sejumlah Rp 98,987 triliun.

Menurut Syaiful, realokasi ini penting karena anggaran fungsi pendidikan tersebar di berbagai kementerian. Mereka mengelola sekolah kedinasan yang memiliki indeks pembiayaan yang berbeda-beda. Seharusnya hal tersebut bisa melalui satu pintu, yaitu Kemendikbudristek, agar tak ada biaya yang membengkak dan anggaran bisa dioptimalkan untuk menjalankan fungsi pendidikan.

Mandatory spending 20 persen anggaran fungsi pendidikan sebesar Rp 665 triliun itu selama ini kan kita rasakan belum sepenuhnya digunakan untuk fungsi-fungsi pendidikan. Pada konteks itulah, langkah hari ini ketika dibatalkan, saya kira harus ada realokasi baru yang semangatnya mengafirmasi dan mengakselerasi kekurangan biaya operasional kampus yang akhirnya dibebankan ke mahasiswa itu,” jelas Syaiful.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi turut menegaskan, sampai hari ini, wakil rakyat di Senayan melihat terdapat dua sumber permasalahan terkait dengan kenaikan UKT ini. Masalah yang harus diatasi adalah Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 dan perguruan tinggi negeri badan hukum (PTNBH). Apabila tidak ada revisi ataupun perbaikan, hal ini sama saja seperti melempar masalah kepada pemerintahan berikutnya.


“Nah, itu sebabnya, DPR itu sejak minggu lalu sudah membuat panja pembiayaan pendidikan. Panja pembiayaan pendidikan ini inti dasarnya adalah ingin mengetahui sebetulnya berapa sih biaya pendidikan yang memang wajib harus dibiayai oleh pemerintah sampai pada level perguruan tinggi, lalu di mana peran serta masyarakat, karena kami juga harus melihat, untuk mencapai bonus demografi, maka pendidikan tinggi menjadi penting, tetapi Undang-Undang Dasar memang hanya mengamanatkan sampai pendidikan dasar,” tutur Dede.

Guru Besar dan Ketua Program Studi Magister dan Doktor Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia, Cecep Darmawan, menilai keputusan pembatalan kenaikan UKT merupakan pilihan yang tepat. Namun memutuskan sebuah kebijakan, menurutnya, tidak bisa dilakukan secara reaktif.

Cecep menyayangkan keputusan Nadiem yang begitu cepat diambil karena pengaruh Presiden Jokowi, alih-alih mendengar protes mahasiswa, akademisi, maupun DPR. Padahal, menurutnya, suara Presiden sama dengan suara masyarakat.

Di sisi lain, model keputusan yang dilakukan Nadiem setelah bertemu dengan Jokowi, menurut Cecep, bukan keputusan yang didasari evaluasi dan kajian, melainkan menggunakan model keputusan elite, yaitu kebijakan dari pusat, dari atas ke bawah.

“Pembatalan peraturan harusnya dibersamai pencabutan peraturan, pencabutan pasal-pasal yang bermasalah, kemudian direvisi. Jadi harus disiplin ya dari sisi hukum. Pembatalan (keputusan) itu harus berdasarkan evidence based policy ya, jadi evidence based policy terlebih dahulu yang berbasis dari hasil kajian, ada evaluasi gitu ya, baru kemudian buat keputusan,” kata Cecep kepada detikX.

Student Loan Bukan Solusi
Student loan atau jasa pinjaman bagi mahasiswa sempat menjadi wacana untuk mengatasi permasalahan para mahasiswa yang kesulitan membayar UKT. Dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI lalu, Nadiem mengatakan hal tersebut masih dibahas dengan Kementerian Keuangan.

Mendikbud Nadiem Makarim di Rapat Kerja Komisi X DPR, Selasa (21/5/2024).
Foto : Dwi Rahmawati/detikcom

Adapun baru-baru ini beberapa kampus negeri sudah mencoba menerapkannya sebagai bentuk solusi untuk membayar UKT. Salah satunya Institute Teknologi Bandung (ITB), yang bekerja sama dengan jasa pinjaman online PT Inclusive Finance Group (Danacita) sampai saat ini.

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda tidak setuju apabila student loan dijadikan solusi atas persoalan pembiayaan UKT. Ini, menurutnya, adalah bentuk cuci tangan pemerintah terhadap permasalahan mahalnya biaya pendidikan.

“Saya menolak ide student loan. Jangan sampai adanya student loan ini membuat pemerintah jadi lepas tangan, jadi tetap memberikan beban biaya pendidikan sepenuhnya kepada warga negara. Bukan sebagai tanggung jawab pemerintah. Apalagi untuk mahasiswa tidak mampu, wah… itu celaka berkali-kali,” tegas Syaiful Huda.

Selain itu, menyoal adanya subsidi silang antara mahasiswa yang kaya dan mahasiswa miskin bukanlah ide tepat menurut Syaiful. Sebab, seharusnya pendidikan sebagai public goods dan merupakan tanggung jawab negara, bukan private goods.

“Konteks mencerdaskan bangsa adalah kewajiban negara, yang mampu dan tidak mampu adalah kewajiban negara. Kelas menengah kita itu rapuh dan rentan ekonominya turun. Jadi nggak relevan kalau dipaksakan kategorisasi itu (subsidi silang) atau yang kaya harus membantu yang miskin,” kata politikus PKB itu.


Reporter: Ani Mardatila, Ahmad Thovan Sugandi
Penulis: Ani Mardatila
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Fuad Hasim

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE