Ilustrasi : Edi Wahyono
Selasa, 27 Februari 2024Perbincangan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Hadi Tjahjanto terhenti tatkala Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko datang menghampiri keduanya. Mula-mula Moeldoko menyalami Hadi Tjahjanto, yang baru dilantik menjadi Menko Polhukam. Selanjutnya Moeldoko bergeser menjabat tangan AHY, lalu keduanya menoleh ke arah kamera awak media dengan sengaja. Mereka menyunggingkan senyum dan melambaikan tangan.
Salaman antara AHY dan Moeldoko itu berlangsung tak lebih dari 12 detik. Peristiwa itu terjadi menjelang sidang kabinet paripurna yang digelar Presiden Jokowi pada Senin, 26 Februari 2024. Ini menjadi pertemuan perdana mereka setelah AHY dilantik menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Momen itulah yang ditunggu-tunggu Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Alfian Mallarangeng. Sebab, Moeldoko memiliki jejak panjang perseteruan mengudeta Partai Demokrat pada 2021. Itu terjadi sekitar satu tahun setelah AHY dilantik menjadi ketua umum partai berlambang bintang bersinar tiga arah itu.
“Saya mau lihat wajahnya Moeldoko kalau ketemu dengan AHY di sidang paripurna. Bersalaman dengan orang yang mau dia dongkel, orang yang mau dia kudeta partainya, sekarang berdiri di depan dia, sebagai anggota kabinet, menteri kabinet, sekaligus Ketua Umum Demokrat yang sah, yang diakui oleh negara,” kata Andi kepada detikX pada Senin, 26 Februari 2024.
Kendati demikian, Andi menambahkan, AHY telah siap mengesampingkan seteru masa lalunya untuk fokus bekerja menyukseskan Kabinet Indonesia Maju. Bukan cuma dengan Moeldoko, tapi juga dengan seluruh jajaran partai lainnya, “Tentulah juga dengan partai-partai lainnya, PDIP dan sebagainya,” ujar Andi.
Pakar gestur dan mikroekspresi Monica Kumalasari menilai momen berjabat tangan tersebut tidak terjadi secara natural dengan sukarela baik oleh Moeldoko maupun AHY. Ini ditunjukkan dengan bagaimana Moeldoko segera melihat ke arah kamera jurnalis. Sedangkan AHY berusaha berjabat dengan guncangan yang cukup keras serta berupaya menunjukkan kepada awak media kalau ia baik-baik saja. Monica menyebutnya dengan istilah political handshake.
Umumnya, kata perempuan yang menyandang gelar akademik magister psikologi dari Universitas Indonesia tersebut, political handshake dimaksudkan untuk tiga hal, yakni aliansi politik, memperkuat posisi atau menyelesaikan konflik, serta negosiasi kebijakan atau janji-janji politik.
Momen Menteri ATR Agus Harimurti Yudhoyono bersalaman dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjelang sidang kabinet paripurna, Senin (26/2/2024).
Foto : Sigid Kurniawan/Antarafoto
“Dalam ketiga hal ini, yang ditunjukkan oleh mereka adalah yang kedua, yaitu memperkuat posisi. Kita lihat siapa posisi yang lebih kuat. Masing-masing sama-sama melakukan branding. Moeldoko dengan meninggalkan gelanggang, dan AHY dengan upaya untuk menunjukkan kepada media bahwa beliau baik-baik saja. Jadi dua-duanya sama-sama masih berkonflik,” jelas Monica kepada detikX pada Senin, 26 Februari 2024.
Lebih luas, menurut Monica, ini merupakan injury time, masa sebelum kepemimpinan presiden yang baru. Jokowi sedang melakukan mapping politik. “Jadi ada political conflict yang di-mapping di ring satu. Bagi Moeldoko maupun AHY, ini belum selesai, tetapi disatukan by force untuk kepentingan presiden dan the next,” tandasnya.
Seusai rapat kabinet, ditanya terkait perbincangan apa yang terjadi selama berjabat tangan, AHY menepis adanya obrolan dengan Moeldoko. Saat ditanya apakah ketika bersalaman ada ucapan selamat atas terpilihnya ia sebagai Menteri ATR dari Moeldoko, AHY mengatakan tidak ada. Namun ia menekankan siap berkoordinasi dengan Moeldoko.
"Ya, siap saja (berkoordinasi dengan KSP). Saya ingin menjadi bagian utuh dari pemerintahan ini. Saya tidak ingin membesar-besarkan apa yang sudah lewat," ucap AHY kepada wartawan.
Moeldoko turut menanggapi santai terkait dengan momen jabat tangan dengan AHY. "Namanya juga satu rekan kabinet, ini biasa," jelas Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan. Ia juga membuka kemungkinan mengundang AHY ke kantornya.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin, dengan bergabungnya AHY ke kabinet, konflik perebutan Partai Demokrat dengan Moeldoko telah selesai. Ini dikarenakan sudah tak memungkinkan hal tersebut terulang lagi. Kini Moeldoko semakin tersisihkan.
“Jadi ya itulah politik, kadang-kadang berbalik. Jadi, dalam hal ini, saya melihat ya Moeldoko ruang gerak untuk mengutak-atik Demokrat susah lagi, berat lagi. Dia kalah secara politik, dia gagal total dalam mengudeta Demokrat,” tutur Ujang kepada detikX.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono saat menyampaikan pendapatnya terkait Kemenkum HAM yang tidak mengakui kubu Moeldoko, Rabu (31/3/2021).
Foto : Andhika/detikcom
Tak Terlupakan dan Tak Termaafkan
Mendengar kabar dilantiknya AHY menjadi Menteri ATR/BPN, politikus Golkar Jhoni Allen Marbun turut memberikan ucapan selamat. Jhoni merupakan mantan kader Partai Demokrat yang dipecat AHY karena menjadi salah satu dari tujuh penggagas kongres luar biasa (KLB) Demokrat di Deli Serdang.
“Iya dong, orang yang mendapat kebaikan ya kita harus kita beri selamat. Walaupun perbedaan pendapat, bukan berarti membangun kebencian,” kata Jhoni kepada detikX via sambungan telepon.
Ini, kata Jhoni, menunjukkan AHY memiliki nasib yang baik. Ia juga mendoakan agar nasib baik tersebut bisa bermanfaat bagi masyarakat. “Mudah-mudahan dia (AHY) melakukan kebaikan itu dengan bermanfaat kepada masyarakat dengan baik, kan itu saja kan, setiap orang ini kan punya nasib masing-masing,” ucap Jhoni.
Meski begitu, bagi sejumlah kader Partai Demokrat, peristiwa KLB Demokrat serta gugatan yang dilayangkan oleh kubu Moeldoko dan Jhoni tak terlupakan serta tak termaafkan hingga sekarang. Hasil dari KLB Partai Demokrat tersebut memutuskan Kepala KSP Moeldoko sebagai ketua umum terpilih.
Klaim sepihak tersebut jelas tak diterima oleh AHY, yang kala itu menjadi ketua umum yang sah diakui Kementerian Hukum dan HAM. Adu gugatan AD/ART Partai Demokrat pun terjadi di ranah hukum. Namun, dari pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali, kubu Moeldoko kalah telak.
Sejak pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang tergister pada 25 Juni 2021 hingga putusan majelis hakim Mahkamah Agung pada 10 Agustus 2023 itu, Moeldoko kalah secara beruntun dan gagal mengudeta AHY.
Baca Juga : AHY dari Oposisi ke Pangkuan Jokowi
Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan tidak akan melupakan dan tidak akan pernah memaafkan peristiwa getir tersebut.
“Kalau ditanya kepada kami para kader, terkait dengan sosok yang satu ini (Moeldoko), ya tadi, ada ungkapan forgive and not forgotten, kalau bagi kami not forgive, not forgotten, tetapi kami menghormati posisi saat ini ya, menghormati Pak Presiden. Kami tidak ingin, oh harusnya dia tidak ada di sini. Tidak,” ungkap Herzaky kepada detikX melalui sambungan telepon.
Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Alfian Mallarangeng mengatakan hal serupa. Ia juga tak ingin berandai-andai Moeldoko akan berinisiatif meminta maaf.
“Urusan yang lalu-lalu itu, we don’t forget dan we don't forgive, tapi kami kesampingkan itu demi tujuan yang lebih besar, kesuksesan pemerintahan. Bukan juga kita memaafkan dan bukan juga melupakan, tapi kita mengesampingkan persoalan kita dengan Pak Moeldoko,” tutur Andi.
Sebelumnya, pada waktu yang berbeda, Andi mengatakan kepada detikX, masuknya AHY secara tak terduga ke kabinet sebagai Ketua Umum Demokrat yang sah dan diakui menjadi pembalasan yang manis untuk Moeldoko.
“Pembegalan itu tidak akan pernah kami lupakan, oh juga tidak akan pernah kami maafkan. 21 kali itu kita beperkara hukum dengan Moeldoko dan gerombolannya. Selama tiga tahun itu, habis tenaga, juga uang. Alhamdulillah, kita bisa tetap ikut Pemilu 2024,” terang Andi kepada detikX pada Kamis, 22 Februari 2023.
Seperti yang sudah dinantikan oleh Andi pada rapat kabinet paripurna, Andi kini telah menyaksikan persamuhan antara AHY dan Moeldoko. “Saya mau lihat mana yang senyumnya tulus, satu lagi mana lagi yang kecut,” tandas Andi.
Reporter: Ani Mardatila
Penulis: Ani Mardatila
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban