Foto: Rumah Sakit Indonesia di Palestina (Dok MER-C via CNN Indonesia)
Jumat, 20 Oktober 2023Suara jet tempur Israel terdengar bergemuruh di langit Kota Gaza, Palestina, pada Minggu, 15 Oktober 2023. Sedetik kemudian, jet tempur ini melontarkan bom ke sejumlah target yang diyakini merupakan basis para militan Palestina. Beberapa bom jatuh dan meledak serta meluluh-lantakan gedung dan rumah.
Salah satu bom meledak beberapa meter dari kompleks Rumah Sakit Indonesia di Bait Lahiya, Gaza Utara. Semburan pasir, batu, kayu dan potongan besi terpental hingga halaman rumah sakit yang diresmikan oleh Jusuf Kalla saat masih menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia pada 25 Desember 2015 itu.
Hawa panas dari efek ledakan bom menguar hingga dirasakan sejumlah orang yang berada di dalam Rumah Sakit Indonesia. “Namun, Alhamdulillah dalam insiden tersebut tidak ada korban jiwa,” kata anggota Tim Medis dari Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) di RS Indonesia, Fikri Rofiul Haq, dalam laporannya yang dikirimkan oleh Manajer Operasional MER-C, Rima Manzanaris, kepada detikX, Selasa, 17 Oktober 2023.
Militer Israel secara brutal terus menembakkan roket dan rudal ke daerah-daerah di sepanjang Jalur Gaza. Sepanjang pagi, siang, bahkan malam, ketika mayoritas masyarakat Gaza beristirahat pun, gempuran bom seolah tak ada hentinya hingga Senin, 16 Oktober 2023.
Menurut catatan Kementerian Kesehatan Palestina, sejak militer Israel melakukan serangan ke Jalur Gaza dua pekan lalu, sudah 2.329 orang meninggal dunia. 614 korban di antaranya adalah anak-anak dan 370 korban lainnya wanita. Sedangkan korban yang mengalami luka-luka lebih banyak anak-anak dan perempuan mencapai 9.042 orang.
“Kami juga mendapatkan update terbaru dari rumah sakit Indonesia pada Minggu, 15 Oktober 2023, setidaknya ada 461 korban meninggal dan 1.761 korban luka-luka yang dilarikan ke Rumah Sakit Indonesia,” ucap Fikri lagi.
Pemukiman di Gaza Tengah hancur lebur dibombardir Israel
Foto: REUTERS/Mohammed Fayq Abu Mostafa
Hingga kini masih banyak korban warga Gaza tengah menjalani perawatan di ruang rawat inap di RS Indonesia. Bahkan, banyak keluarga korban yang menjadi pasien di rumah sakit tersebut memenuhi semua ruang yang kosong, lorong hingga halaman. Mereka memilih untuk berlindung di rumah sakit, karena rumahnya sudah hancur atau ketimbang di rumah yang malah akan menjadi target pemboman.
Jumlah itu belum termasuk korban gempuran bom yang dilontarkan pasukan Israel ke Rumah Sakit Al Ahly Arabi Baptis di Al Zaytoon, Gaza, Selasa, 17 Oktober 2023. Korban tewas akibat gempuran terakhir itu mencapai 500 orang dan melukai 600 orang yang tengah berada di rumah sakit berusia 141 tahun, yang didirikan oleh Gereja Episkopal Yerusalem pada 1882.
Pasca serangan besar dan serentak yang dilakukan militan Gerakan Perlawanan Islam atau Harakat Al-Muqawwamatul Islamiyah (Hamas) ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, Israel membalas serangan secara besar-besaran di Jalur Gaza selama 12 hari. Militer Israel terus mengepung dan menggempur Jalur Gaza dengan rudal dan roket.
Wilayah yang menjadi target sasaran tembak rudal dan roket, yaitu Gaza bagian Utara, Gaza Tengah, Gaza City, dan Gaza bagian Selatan. Gaza kini bak kota mati, tak ada warga yang berlalu-lalang di jalanan. Rumah-rumah mereka di kawasan ini sebagian besar hancur rata dengan tanah.
“Akses atau jalan raya pun ditutup oleh reruntuhan gedung-gedung yang dihancurkan oleh pihak Israel,” kata Abdillah Onim, pendiri Nusantara Palestine Center (NPC) saat dihubungi detikX, Kamis, 12 Oktober 2023.
Pria asal Galela, Halmahera Utara, Maluku Utara, yang sudah 13 tahun bermukim di Gaza itu menuturkan, saat ini mayoritas korban akibat gempuran militer Israel terkonsentrasi di RS As-Syifa, Rimal Utara, Kota Gaza. Rumah sakit pusat rujukan terbesar di kota itu sampai kehabisan obat-obatan serta alat kesehatan untuk mengoperasi pasien.
“Kondisi rumah sakit gelap gulita di malam hari, karena dilanda krisis listrik dan bahan bakar minyak (BBM),” lanjut Bang Onim, sapaan akrab Abdillah Onim.
Potret Ratusan Jenazah Korban Bom Israel di RS Al Ahly Arabi Baptis di Gaza
Foto: AP/Abed Khaled
Karena itu, Kementerian Kesehatan Palestina dan lembaga kesehatan internasional mengimbau kepada negara tetangga, salah satunya Mesir, agar membuka pintu perbatasan di Rafah. Sebab sejak hari pertama peperangan dahsyat di Jalur Gaza, pintu perlintasan di perbatasan Rafah ditutup oleh militer Israel. Bantuan kemanusiaan yang dikirimkan sejumlah negara tak bisa masuk Gaza.
Penutupan pintu perlintasan perbatasan ke Gaza oleh militer Israel bisa menyebabkan warga akan mati secara perlahan. Begitu juga pasien korban serangan bom Israel akan mati secara perlahan, karena tidak ada pasokan obat-obatan dan peralatan medis yang memadai. "Para pasien mati perlahan-lahan karena tidak bisa ditangani secara efisien oleh pihak Kementerian Kesehatan dan juga agar warga Gaza tidak mendapatkan bahan makanan,” imbuh Onim.
Kesengsaraan 2,2 juta warga Palestina di Gaza bertambah ketika Israel mengeluarkan ultimatum agar mereka keluar dari kota selama 24 jam pada 14 Oktober 2023. Israel berdalih, pengosongan itu memudahkan pasukan darat membedakan para militan dengan warga sipil Palestina. Peringatan itu dikeluarkan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dan merupakan sinyal permulaan perang darat di Jalur Gaza.
"Pemberitahuan 24 jam yang dikeluarkan Israel bahwa masyarakat Gaza Utara harus meninggalkan tanah, rumah, dan rumah sakit mereka adalah keterlaluan. Hal ini mencerminkan serangan terhadap layanan medis dan kemanusiaan," kata Direktur Jenderal Medecin Sans Frontieres (MSF)/Dokter Lintas Batas, Meinie Nicolai, seperti dalam keterangannya yang diterima detikX, Jumat, 13 Oktober 2023.
Nicolai menegaskan, ultimatum Israel itu sebagai bahasa yang tak manusiawi. Pengusiran jutaan manusia dari rumahnya belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan tidak mencakup dampak kemanusiaan medis. "Gaza sedang diratakan, ribuan orang meninggal, hal ini harus dihentikan sekarang. Kami mengutuk keras permintaan Israel," ucap Nicolai.
MSF atau Dokter Lintas Batas menyerukan penghentian segera pertumpahan darah tanpa pandang bulu, dan penyediaan ruang aman dan jalur aman bagi orang-orang menjadi hal yang mendesak. Masyarakat harus diberi akses yang aman terhadap pasokan penting seperti makanan, air, dan fasilitas kesehatan. Pasokan kemanusiaan penting seperti obat-obatan, peralatan medis, makanan, bahan bakar dan air juga harus diizinkan masuk ke wilayah Gaza.
Untuk memfasilitasi hal tersebut, perbatasan Rafah dengan Mesir harus dibuka dan pengeboman di titik perlintasan tersebut harus dihentikan. Sekitar 2,2 juta orang saat ini terjebak di Jalur Gaza, di mana pemboman tanpa pandang bulu telah mengubah krisis kemanusiaan kronis menjadi sebuah bencana.
Tangis pilu warga Gaza kala rumah hancur dan keluarga tiada
Foto: REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa
Lebih dari 300 staf MSF berada di Gaza, beberapa di antaranya kehilangan rumah atau anggota keluarga, hampir mustahil bagi mereka untuk bergerak. Jet-jet tempur menghancurkan seluruh jalan blok demi blok. Tidak ada tempat untuk bersembunyi, tidak ada waktu untuk istirahat. Beberapa tempat dibom pada malam berturut-turut.
"Setiap kali rekan medis kami berangkat kerja, kami tidak tahu apakah mereka akan bertemu lagi dengan rumah atau keluarganya. Tapi menurut mereka ini berbeda. Kali ini, setelah lima hari, sudah ada 1.200 kematian. Apa yang bisa dilakukan orang-orang? Ke mana mereka harus pergi?” tanya Kepala Misi MSF di Gaza, Matthias Kennes.
Pengepungan yang dilakukan oleh militer Israel, termasuk pembatasan makanan, air, bahan bakar, dan listrik, adalah tindakan yang tidak masuk akal. Setelah 16 tahun blokade militer di Jalur Gaza, struktur medis di dalamnya sudah melemah, pengepungan membuat para pasien maupun tenaga kesehatan terjebak dalam pertempuran. Hal ini juga menghalangi masuknya barang-barang penyelamat jiwa, masuknya pasokan dan tenaga medis utama harus segera difasilitasi.
“Di rumah sakit Kementerian Kesehatan, tenaga medis melaporkan bahwa mereka kehabisan obat bius dan obat penghilang rasa sakit. Di pihak MSF, kami memindahkan pasokan medis dari cadangan darurat dua bulan kami ke rumah sakit Al Awda dan sekarang kami telah menggunakan stok tiga minggu hanya untuk tiga hari," ungkap Koordinator Medis MSF di Gaza, Darwin Diaz.
Staf dan tenaga medis MSF sangat dibatasi pergerakannya sejak Sabtu, 14 Oktober 2023. Mereka tidak dapat melakukan perjalanan yang aman untuk membantu rekan-rekan medis Palestina yang bekerja siang dan malam untuk merawat korban luka. Tim MSF menyaksikan tingkat kerusakan yang mungkin sudah melebihi eskalasi sebelumnya.
Dua rumah sakit yang didukung MSF, seperti RS Al Awda dan Rumah Sakit Indonesia, keduanya mengalami kerusakan akibat serangan udara. Sementara klinik MSF sendiri mengalami beberapa kerusakan akibat ledakan pada hari Senin, 9 Oktober 2023.
Saat ini, MSF menjalankan klinik mandiri MSF, mendukung Rumah Sakit Al Awda, Rumah Sakit Nasser, dan Rumah Sakit Indonesia di Gaza. MSF menyerukan kepada pemerintah Israel untuk menghentikan hukuman kolektif terhadap seluruh Gaza. Otoritas dan faksi Israel dan Palestina harus menciptakan ruang yang aman.
"Masuknya bantuan kemanusiaan, makanan, air, bahan bakar, obat-obatan dan peralatan medis ke Jalur Gaza harus segera difasilitasi, jika tidak dilakukan maka akan memakan lebih banyak korban jiwa," pungkas Direktur Regional Asia Tenggara dan Asia Pasifik MSF, Paul McPhun, dalam keterangannya yang diterima detikX.
Reporter: M Rizal, Rahmat Khairurizqi
Redaktur: M Rizal
Editor: Irwan Nugroho